Skip to content

Bangun Pembangkit, Porsi PLN Dibatasi 5.000 MW

Author :

Authors

Suasana aktivitas di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sudimoro, Pacitan, Jawa Timur, Senin (31/8). PLTU Sudimoro yang diresmikan pada 2013 itu memiliki dua unit pembangkit dengan kapasitas total tenaga listrik yang dihasilkan sebesar 630 MW. Proyek nasional tersebut merupakan bagian dari program percepatan pembangunan pembangkit listrik dengan menggunakan bahan bakar batu bara dengan total kapasitas mencapai 10.000 MW atau lebih dikenal dengan sebutan Fast Track Program tahap 1 atau FTP-1. ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko/Zk/pd/15
Suasana aktivitas di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sudimoro, Pacitan, Jawa Timur, Senin (31/8). PLTU Sudimoro yang diresmikan pada 2013 itu memiliki dua unit pembangkit dengan kapasitas total tenaga listrik yang dihasilkan sebesar 630 MW. Proyek nasional tersebut merupakan bagian dari program percepatan pembangunan pembangkit listrik dengan menggunakan bahan bakar batu bara dengan total kapasitas mencapai 10.000 MW atau lebih dikenal dengan sebutan Fast Track Program tahap 1 atau FTP-1. ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko/Zk/pd/15

JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan tetap memangkas porsi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam mega proyek 35.000 Megawatt (MW).

Perusahaan setrum pelat merah ini hanya mendapat jatah membangun pembangkit listrik sebesar 5.000 MW. Seperti diketahui PLN sebelumnya mendapatkan porsi 10.000 MW.

Direktur Program Pembinaan Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Alihuddin Sitompul mengatakan, porsi PLN tetap dikurangi supaya PLN lebih fokus mengurus transmisi listrik dan tidak perlu memikirkan pembangunan pembangkit listrik.

“Ya kalau menurut saya PLN jangan bermain antara 5.000 MW atau 10.000 MW, PLN diupayakan harus fokus saja. Selesaikan saja apa yang menjadi tugasnya,” terangnya di Kantor Dewan Pers, Minggu (20/12).

Dari 5.000 MW tersebut, PLN ditugaskan untuk membangun pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) saja. Pasalnya untuk PLTG tidak boleh dilakukan ekspor.

Pengamat Ketenagalistrikan Fabby Tumiwa menambahkan, untuk tahun pertama ini memang belum ada pembangunan proyek 35.000 MW. Ia bilang tahun ini hanya tahun konsolidasi. Makanya terlihat lebih lambat.

“Nah Peraturan Presiden (Perpres) penugasan Independent Power Producer (IPP) itu yang belum selesai, itu juga agak rumit, pendanaan belum optimal karena tidak mudah. Transmisi juga gitu, ada yang komit ada yang tidak,” terangnya.

Satu-satunya cara untuk memperbaiki iklim investasi, kata Fabby, yaitu terkait dengan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang perlu dipertegas lagi. “Proses pembebasan lahan juga,” tandasnya.

Reporter Pratama Guitarra
Editor Havid Vebri

Sumber: kontan.co.id.

Share on :

No comment yet, add your voice below!


Add a Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Article

IESR-Secondary-logo

Dengan mengirimkan formulir ini, Anda telah setuju untuk menerima komunikasi elektronik tentang berita, acara, dan informasi terkini dari IESR. Anda dapat mencabut persetujuan dan berhenti berlangganan buletin ini kapan saja dengan mengklik tautan berhenti berlangganan yang disertakan di email dari kami. 

Newsletter