Menilai Hasil KTT ASEAN ke-47 dan Masa Depan Transisi Energi di Asia Tenggara
Latar Belakang
Urgensi untuk beralih menuju ekonomi hijau semakin menguat di kawasan Asia Tenggara seiring dengan meningkatnya atensi dari Negara-Negara Anggota ASEAN (AMS) dalam menghadapi tantangan ganda, yaitu mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang kuat sekaligus mengatasi dampak perubahan iklim yang semakin meningkat. Dengan permintaan energi yang meningkat rata-rata 3–4% per tahun (IEA, 2025), kawasan ini menghadapi tekanan yang semakin besar untuk melakukan dekarbonisasi sistem energinya.
Memposisikan dekarbonisasi dan transisi energi sebagai inti dari prioritas regional ASEAN menawarkan potensi transformatif yang sangat besar—tidak hanya untuk mengangkat jutaan orang keluar dari kemiskinan dan meningkatkan ketahanan terhadap cuaca ekstrem akibat perubahan iklim, tetapi juga untuk membuka potensi keuntungan ekonomi yang signifikan. Menurut International Renewable Energy Agency (IRENA, 2023), transisi energi yang berhasil di Asia Tenggara dapat menambahkan PDB regional hingga USD 13,1 triliun pada tahun 2050, meningkatkan pertumbuhan ekonomi tahunan sebesar 1%, dan menciptakan lebih dari enam juta lapangan kerja baru di seluruh kawasan. Urgensi bagi Asia Tenggara untuk mempercepat transisi energi juga menghadirkan peluang strategis bagi kawasan ini untuk mewujudkan aspirasinya menjadi “kekuatan global pertumbuhan dan ketahanan.”
Untuk memajukan aspirasi ini, KTT ASEAN—yang diadakan dua kali setahun—berfungsi sebagai badan pengambil keputusan tertinggi di bawah Piagam ASEAN. KTT ini memberikan arahan politik yang strategis untuk kerjasama regional di ketiga pilar Komunitas ASEAN. Sejalan dengan visi dekarbonisasi kawasan, ASEAN juga memiliki ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) yang berfungsi sebagai dokumen strategis utama untuk memajukan keamanan, aksesibilitas, keterjangkauan, dan keberlanjutan energi di Asia Tenggara.
APAEC mengoperasionalisasikan komponen energi dari Cetak Biru Komunitas Ekonomi ASEAN, dengan menerjemahkan komitmen para pemimpin yang dihasilkan dari KTT ASEAN menjadi kebijakan, program, dan proyek yang terkoordinasi di bawah kerangka Pertemuan Menteri Energi ASEAN (ASEAN Ministers on Energy Meeting) (APAEC, 2025). Fase saat ini, APAEC Fase III (2026–2030), dibangun berdasarkan pencapaian Fase I (2016–2020) dan Fase II (2021–2025), dengan tujuan untuk mempercepat transisi kawasan menuju masa depan energi yang berkelanjutan dan rendah karbon.
Meskipun Asia Tenggara memiliki potensi energi terbarukan yang besar, badan pengambil keputusan melalui KTT ASEAN, dan kerangka kebijakan seperti Kerjasama Energi ASEAN dan APAEC, tindak lanjut bagi ASEAN dalam menerjemahkan potensi strategis regional yang koheren ini masih dipertanyakan. Pendekatan ASEAN terhadap transisi energi dan pembangunan ekonomi saat ini masih bertumpu pada implementasi sektoral, dengan kerja sama lintas batas yang masih terbatas di antara Negara Anggota ASEAN (AMS). Pada KTT ASEAN ke-1 (2025), para pemimpin mengadopsi Deklarasi Kuala Lumpur “ASEAN 2045: Our Shared Future”—sebuah visi strategis jangka panjang yang menguraikan tujuan kawasan selama dua dekade ke depan (ASEAN, 2025). Dokumen tersebut secara eksplisit mengidentifikasi perubahan iklim, ekonomi hijau, dan keamanan energi sebagai krisis megatrends, menandakan pengakuan terhadap krisis iklim sebagai salah satu tantangan utama regional.
Namun, pertanyaan muncul mengenai apakah ASEAN dapat menerjemahkan hasil KTT ASEAN dan APAEC yang baru menjadi sebuah kebijakan yang konkret, dan yang lebih penting, secara efektif memperkuat kerja sama regional yang lebih strategis dalam pembangunan hijau dan mencapai dekarbonisasi regional. Hal ini memerlukan analisa lebih lanjut tentang peluang dan tantangan bagi agenda transisi energi ASEAN.
Untuk berkontribusi pada diskusi ini, Institute for Essential Services Reform (IESR) akan mengadakan webinar berjudul “Menilai Hasil KTT ASEAN ke-47 dan Masa Depan Transisi Energi Asia Tenggara”. Webinar ini akan berfungsi sebagai platform bagi pemangku kepentingan, seperti lembaga pemikir, CSO, dan akademisi untuk bertukar wawasan dan perspektif mengenai hasil KTT ASEAN, terutama yang berkaitan dengan transisi energi, aksi iklim, dan potensi bagi kawasan menuju ekonomi hijau.
Tujuan
- Untuk membangun pemahaman tentang hasil dari KTT ASEAN ke-47 dan ASEAN Plan of Action for Energy Cooperation (APAEC) Fase III sehubungan dengan masa depan dekarbonisasi regional;
- Menyediakan bagi pemangku kepentingan, seperti lembaga pemikir, CSO, dan akademisi untuk bertukar wawasan dan berbagi informasi dan perspektif tentang hasil KTT ASEAN ke-47 dan masa depan transisi energi di kawasan regional.
Speakers
-
Arief Rosadi - Climate and Energy Diplomacy Program Manager IESR
-
Irvan T. Harja - Program Manager & Research Lead - Just Energy Transition and Climate Action
-
Benita Sashia Jayanti - Climate Diplomacy Program Officer IESR
-
Novita Putri Rudiany - Lecturer at Pertamina University