Pasca 11 tahun Fukushima: Dinamika pengembangan tenaga nuklir
Siaran Tunda
Energi nuklir telah menjadi isu yang diperdebatkan dalam lanskap transisi energi Indonesia. Meskipun energi nuklir dapat berkontribusi pada upaya dekarbonisasi, ada juga risiko terkait yang ditimbulkannya. Kerusakan nuklir patut diperhatikan, mulai dari Three Mile Island (1979), Chernobyl (1986), dan Fukushima (2011). Sekarang, setelah 11 tahun Fukushima, perdebatan pembangkit listrik tenaga nuklir telah dihidupkan kembali dan dipertimbangkan dalam rancangan Energi Baru dan Terbarukan yang akan datang, serta rencana energi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Ke depan dengan energi nuklir, Indonesia harus memahami risiko dan memasukkan risiko dalam perumusan dan perhitungan rencana energi nasional. Pemangku kepentingan terkait harus memiliki pemahaman yang lengkap tentang implikasi kecelakaan nuklir. Belajar langsung dari 11 tahun implikasi Fukushima dapat menjelaskan diskusi tersebut. Untuk memastikan aspek keamanan tenaga nuklir ini, selain badan pengatur dan prosedur keamanan yang ketat, masalah ekonomi atau biaya yang diperlukan juga perlu dikaji ulang.
Diskusi nuklir baru-baru ini di negara itu juga berkisar pada teknologi reaktor modular kecil (SMR) yang diklaim lebih tahan terhadap penundaan konstruksi dan peningkatan biaya yang telah ditunjukkan oleh proyek tenaga nuklir skala besar global di masa lalu. Ada sebanyak 70 desain SMR yang sedang dikembangkan di seluruh dunia dengan satu pabrik yang saat ini beroperasi di Rusia pada tahun 2020. Namun, bagaimana tarif teknologi ini di Indonesia masih menjadi pertanyaan yang harus dijawab. Oleh karena itu, informasi tentang perkembangan teknologi dan implikasinya terhadap berbagai aspek yang perlu diperhatikan dalam kesiapan tenaga nuklir juga menjadi topik yang perlu dipahami dengan baik oleh para pemangku kepentingan di Indonesia.
Dengan latar belakang tersebut, Institute for Essential Services Reform bekerja sama dengan Masyarakat Rekso Bumi (MAREM) ingin memperingati kecelakaan Fukushima dengan webinar diskusi berbasis fakta seputar teknologi nuklir, mengundang pakar terkait dari masing-masing teknologi untuk membawa up-to-date informasi hingga diskusi tentang risiko nuklir (pengalaman dari Fukushima) dan kemajuan teknologi (terutama yang terkait dengan SMR). IESR bertujuan agar webinar tersebut dapat menjadi masukan dalam pembahasan kebijakan energi nuklir di Indonesia.
Materi Presentasi
Prof. Tatsujiro Suzuki, PhD, University of Nagasaki
“Japan Long-term Energy Policy after Fukushima’s Accident”
Prof.-Suzuki_Fukushima__Suzuki_20220311-1
Prof. M.V. Ramana, PhD, University of British Columbia
“Does SMRs technology have prospect to meet decarbonization challenges?”
Prof.-Ramana_SMRs-IESR-March2022
Dr. Herman Darnel Ibrahim, Member of National Energy Council
“Can Indonesia meet NZE by 2060 without Nucler Power?”
Prof.-Herman_2022-Webinar-PLTN-IESR-11-Tahun-FukushimaSpeakers
-
Fabby Tumiwa - Direktur Eksekutif IESR
-
Dr. Herman Darnel Ibrahim - Anggota Dewan Energi Nasional*
-
Dr. Lilo Sunaryo - Ketua Masyarakat Rekso Bumi (MAREM)
-
Prof. Tatsujiro Suzuki PhD - Universitas Nagasaki
-
Prof. M.V. Ramana PhD - University of British Columbia