Beyond 443 GW: Unveiling Indonesia’s true renewable energy potential
Siaran Tunda
Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Paris melalui UU no. 16/2016. Oleh karena itu, secara legal Indonesia ikut serta dalam upaya dunia mengatasi krisis iklim dengan meningkatkan ambisi aksi mitigasi gas rumah kaca (GRK) untuk mencegah temperatur global tidak naik melebihi 1,5 0C. Dalam salah satu model Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), dan dalam upaya membatasi kenaikan suhu global dibawah 1,5 0C, maka total emisi GRK global harus turun sebesar 45% pada tahun 2030 (baseline tahun 2010) dan mencapai net zero emission (NZE) pada tahun 2050. Kontribusi Indonesia sangat penting, karena Indonesia termasuk dalam sepuluh besar negara dengan emisi GRK terbesar dengan proyeksi emisi yang terus meningkat, terutama di sektor energi yang akan menjadi kontributor utama emisi GRK di tahun 2030 dan seterusnya.
Sektor ketenagalistrikan Indonesia memegang peranan penting untuk peningkatan ambisi mitigasi emisi GRK Indonesia. Pada RUPTL 2021-2030, yang diklaim sebagai RUPTL hijau, telah direncanakan tambahan pembangkit energi terbarukan sebesar 20,9 GW menuju tahun 2030. Walaupun penambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan sudah melebihi pembangkit fosil, emisi di sektor ketenagalistrikan masih tetap meningkat selama satu dekade kedepan dari 259 juta ton CO2 menjadi 335 juta ton CO2[1]. Hal ini tentunya bertentangan dengan kebutuhan Persetujuan Paris yang mengisyaratkan penurunan emisi global yang perlu terlihat pada dekade ini.
Pada pemodelan IESR, diperlihatkan bahwa Indonesia dapat mencapai bebas emisi di sektor energi pada tahun 2050 dengan membangun 140 GW dan 1550 GW pembangkit energi terbarukan pada tahun 2030 dan 2050 secara berurutan, yang disertai dengan percepatan penetrasi kendaraan listrik dan elektrifikasi di sektor industri[2]. Peran energi terbarukan menjadi yang utama dalam mendekarbonisasi sistem energi, dan di saat yang bersamaan dapat menurunkan biaya sistem energi dan membuka lapangan pekerjaan yang lebih luas.
Upaya Indonesia memanfaatkan seluruh potensi energi terbarukan untuk mendukung dekarbonisasi terkendala pada informasi potensi energi terbarukan yang tersedia. Berdasarkan data resmi kementerian ESDM, total potensi energi terbarukan Indonesia hanya mencapai 418 GW[3]. Potensi ini jauh lebih rendah dari potensi sumber daya yang ada dan dapat menimbulkan keraguan dari berbagai pihak, khususnya perencana energi untuk mengoptimalkan pemanfaatan potensi tersebut.
Saat ini, KESDM melalui P3TEK sedang melakukan pemutakhiran data potensi energi terbarukan. Harapannya data tersebut dapat digunakan untuk mendukung perencanaan transisi energi yang lebih ambisius dan memenuhi target Persetujuan Paris. Selain itu, data ini juga diharapkan untuk dapat dimanfaatkan oleh pembuat kebijakan, pelaku usaha energi terbarukan, pemerintah daerah maupun pemangku kepentingan lainnya untuk menyasar perencanaan dan pembangunan energi terbarukan yang lebih cepat dan ambisius.
IESR juga telah melakukan kajian potensi teknis dari energi terbarukan yang meliputi potensi surya, bayu, mini/mikrohidro, biomasa dan juga pumped hydro energy storage (PHES). Melalui webinar ini, IESR bermaksud untuk menyampaikan hasil kajian potensi teknis energi terbarukan beserta metodologi yang dipakai sehingga menjadi masukan bagi pemangku kepentingan dan perencana energi untuk mendukung pengembangan energi terbarukan.
[1] https://web.pln.co.id/stakeholder/ruptl
[2] https://iesr.or.id/pustaka/deep-decarbonization-of-indonesias-energy-system-a-pathway-to-zero-emissions-by-2050
[3] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/03/09/berapa-potensi-energi-terbarukan-di-indonesia
Materi Presentasi
IESR
Mapping_Launching_25.10.2021.pptxSpeakers
-
Fabby Tumiwa - Direktur Eksekutif IESR
-
Dr. Hariyanto - Kepala P3TEK KESDM
-
Dr. Djoko Siswanto - Anggota DEN