Laporan Peluncuran & Webinar Indonesia Electric Vehicle Outlook Report 2023

Pendahuluan

Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement melalui UU no 16/2016. Akibatnya, Indonesia secara hukum terikat untuk berkontribusi pada perjuangan global perubahan iklim melalui upaya dan tindakan ambisius dalam mitigasi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan membatasi kenaikan suhu global rata-rata di bawah 1,5 derajat C. Dalam salah satu hasil model iklim IPCC jalur kompatibel 1,5 derajat C, emisi Gas Rumah Kaca (GRK) global harus turun 45% pada tahun 2030 dibandingkan tahun 2010 dan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050. Saat ini, Indonesia termasuk dalam 10 besar gas rumah kaca (GRK) dan masih diproyeksikan akan meningkatkan emisinya, dengan sektor energi sebagai penyumbang GRK tertinggi pada tahun 2030.

Sektor transportasi menyumbang sekitar 27% dari emisi sektor energi atau sekitar 109 juta ton CO2e pada tahun 2020. Jumlah tersebut terus bertambah seiring dengan peningkatan kebutuhan transportasi, jumlah kendaraan di jalan raya dan konsumsi energi, terutama bahan bakar. Masalah ini diperparah dengan kenyataan bahwa Indonesia telah menjadi net importir minyak sejak awal tahun 2000-an. Antara 2015-2020, sekitar setengah dari konsumsi bensin dalam negeri dipenuhi melalui impor. Situasi tersebut juga dapat membahayakan aspek ketahanan energi negara, bahkan lebih jauh dengan lonjakan harga energi/bahan bakar fosil saat ini.

Pemerintah Indonesia yang didorong oleh ambisi untuk mengurangi emisi dan impor bahan bakar fosil, telah mempromosikan kendaraan listrik selama beberapa tahun terakhir. Hal tersebut menjadi strategi optimalisasi penggunaan listrik pada kondisi over capacity untuk menurunkan konsumsi bahan bakar. Secara total, persentase kendaraan listrik ditargetkan 20% dari total kendaraan di jalan pada 2025. Untuk memenuhi permintaan tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengalokasikan 5 triliun rupiah sebagai insentif untuk mobil listrik, roda dua, dan hybrid. kendaraan. Sesuai Inpres 7/2022, kendaraan dinas operasional harus diubah menjadi kendaraan listrik[1]. Keinginannya akan menciptakan permintaan tambahan untuk kendaraan listrik.

Untuk mengatur ekosistem, rantai pasokan manufaktur kendaraan listrikn termasuk paket baterai menjadi perhatian lain. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan, investasi pembuatan baterai mencapai Rp. 335,5 triliun yang akan ditetapkan produksinya pada tahun 2024[2],[3]. Selain itu, jumlah Stasiun Pengisian Listrik masih terus bertambah dan saat ini berjumlah sekitar 693 buah.

Dengan latar belakang tersebut, Institute for Essential Services Reform menerbitkan laporan unggulan tahunan berjudul Indonesia Electric Vehicle Outlook 2023 (IEVO 2023) yang akan menyelidiki kemajuan tahunan dalam kendaraan listrik, pengembangan ekosistem, manufaktur, dan rantai pasokannya di Indonesia serta memberikan wawasan tentang bagaimana pembangunan akan berlangsung pada tahun berikutnya.

 

 Tujuan

Adapun tujuan dari peluncuran laporan dan webinar diskusi ini adalah sebagai berikut:

  1. Meluncurkan laporan IESR yang dapat memberikan proyeksi ketersediaan dan permintaan kendaraan listrik Indonesia berbasis riset kepada pemangku kepentingan yang lebih luas
  2. Meninjau kesiapan dan progres pengembangan kendaraan listrik Indonesia
  3. Mendiskusikan potensi tantangan dan peluang untuk mengatasi kendala di masa depan dan menyiarkan implikasi positif pengembangan kendaraan listrik.

 

 

[1] https://kemenperin.go.id/artikel/23668/Bentuk-Ekosistem-Kendaraan-Listrik,-Kemenperin-Dukung-Pembangunan-SPLU

[2] https://ekonomi.bisnis.com/read/20220614/9/1543428/bkpm-investasi-3-produsen-baterai-kendaraan-listrik-di-indonesia-capai-rp3358-triliun

[3] https://otomotif.kompas.com/read/2023/01/14/074200815/update-investasi-baterai-mobil-listrik-indonesia-mulai-produksi-2024

 

Date

Feb 21 2023
Expired!

Time

09:30 - 12:00

More Info

Gabung Sekarang

Speakers

QR Code

Leave a comment