Aksi Mitigasi Perubahan Iklim yang lebih Ambisius

IESR Terus Mendorong Pemerintah Indonesia untuk Melakukan Kegiatan Mitigasi Perubahan Iklim yang Lebih Ambisius dalam Mencapai Persetujuan Paris 

Jakarta, Ashley Hotel, 16 September 2019. Rekor temperatur terpanas dalam dua dekade terakhir sudah tercatat sebanyak 15 kali, yang berarti 15 tahun dalam dua dekade terakhir telah mencetak rekor temperatur terpanas secara global. Sejak akhir abad ke 19, temperatur global sudah naik sebanyak 1°C dan masih akan bergerak naik lagi jika negara-negara tidak melakukan kegiatan mitigasi yang cukup ambisius. Salah satu hal yang disetujui dalam Persetujuan Paris adalah kenaikan temperatur global tidak boleh lebih dari 2°C. Sementara itu, Laporan Khusus yang dikeluarkan oleh IPCC pada 2017 menyatakan adanya perbedaan konsekuensi dampak yang berbeda dari kenaikan temperatur 1,5°C dan 2°C. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan temperatur seharusnya berada di bawah 1,5°C.

Diharapkan negara-negara anggota G20, yang pada saat ini bertanggung jawab terhadap 80% dari total emisi global, dapat menunjukkan sikap yang lebih ambisius dalam menurunkan jumlah emisi gas rumah kaca serta mengatasi dampak perubahan iklim. Sebagai anggota dari Climate Transparency – suatu kemitraan internasional yang berupaya meningkatkan ambisi perubahan iklim dari negara-negara anggota G20 – Institute for Essential Services Reform (IESR) melakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk merumuskan rekomendasi kegiatan mitigasi perubahan iklim yang ambisius di Indonesia bersama-sama dengan pemangku kepentingan terkait dari kementerian, organisasi masyarakat sipil, akademisi, serta jurnalis. 

Membuka acara FGD ini, Fabby Tumiwa (Direktur Eksekutif IESR) menyampaikan hasil laporan yang baru saja dikeluarkan Climate Analytics mengenai apa saja dampak dari kenaikan temperatur global sebesar 2°C yang akan mengancam Indonesia: peningkatan resiko banjir besar dan badai tropis. Fabby mencontohkan badai tropis Lingling pada Agustus kemarin yang memicu tinggi gelombang hingga 6 meter dan sudah membuat para nelayan di Sulawesi dan Maluku mengalami kesulitan berlayar; yang tentunya akan berdampak pada hasil pendapatan mereka. Dengan demikian, kita harus memberikan perhatian besar dalam upaya penurunan emisi di saat perekonomian kita sedang tumbuh. Di samping itu, keterlambatan mengatasi perubahan iklim akan memberikan beban ekonomi yang lebih besar. 

Ada dua sektor yang harus dibahas di dalam diskusi mengenai aksi mitigasi perubahan iklim yang ambisius, yaitu sektor energi dan sektor berbasis lahan, karena kedua sektor tersebut merupakan kontributor emisi terbesar di Indonesia. Di dalam sektor energi sendiri, ada isu ketenagalistrikan dan isu transportasi; di dalam sektor berbasis lahan, ada isu kehutanan dan gambut; dimana setiap isu masih terbagi lagi menjadi berbagai isu. Meskipun begitu, diskusi mengenai sektor energi bermuara pada dua hal yaitu pengembangan energi terbarukan dalam sektor ketenagalistrikan dan pelaksanaan efisiensi energi yang masif dalam berbagai sektor. Sementara itu, diskusi mengenai sektor berbasis lahan bermuara pada moratorium hutan alam, hutan sekunder dan gambut, restorasi gambut serta mempercepat realisasi perhutanan sosial. 

Secara umum, diskusi menyoroti bahwa komitmen dan kepemimpinan politik Presiden dalam mengatasi perubahan iklim adalah syarat mutlak dalam menunjukkan langkah mitigasi yang ambisius.

Hal ini dapat ditunjukkan oleh adanya sinkronisasi dan harmonisasi kegiatan antar kementerian/lembaga; pun sinkronisasi perencanaan pembangunan dengan penganggarannya. Sebagai contoh, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dapat duduk bersama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk menentukan apa saja kegiatan mitigasi yang dapat dilakukan secara teknis dan nyata sehingga Kementerian Keuangan dan Bappenas dapat memasukkan kegiatan-kegiatan tersebut dalam perencanaan pembangunan serta memastikan adanya anggaran negara yang disiapkan untuk berbagai kegiatan tersebut. Instrumen ekonomi seperti implementasi polluter pays principle dalam bentuk pengenaan pajak karbon diindikasi sebagai suatu instrumen ekonomi yang dapat diterapkan untuk mendukung kegiatan aksi mitigasi yang ambisius. Transparansi data dan akses informasi pun merupakan prasyarat mutlak dalam melakukan kegiatan mitigasi yang ambisius.

Di samping itu, diharapkan pembahasan pemerintah mengenai kegiatan mitigasi yang ada di dalam sektor energi dan ataupun sektor berbasis lahan dapat dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi antara satu sub-sektor dengan sub-sektor lainnya. Pengembangan energi terbarukan dan pelaksanaan efisiensi energi harus direncanakan lintas sub-sektor ketenagalistrikan dan transportasi untuk dapat mencapai target penurunan emisi dari sektor energi. Di sisi lain, perencanaan terkait moratorium pembukaan lahan dan restorasi sebaiknya melingkupi tutupan hutan alam, hutan sekunder, lahan gambut, serta konsep perhutanan sosial dalam mencapai target penurunan emisi dari sektor berbasis lahan.

Secara spesifik, ada beberapa rekomendasi yang keluar dalam diskusi ini terkait strategi dalam melakukan kegiatan aksi mitigasi perubahan iklim yang ambisius yaitu: (i) pembentukan independen regulator yang mengawasi kinerja PLN dalam melistriki dan mengembangkan energi terbarukan; (ii) perumusan skema monitoring dan verifikasi dalam pelaksanaan efisiensi energi; (iii) pendampingan dalam pelaksanaan perhutanan sosial untuk memastikan masyarakat menjaga tutupan hutan dan meningkatkan nilai ekonomi dari kehidupan yang ada di bawah tutupan hutan tersebut. 

Menutup diskusi ini, para narasumber menyatakan bahwa pihak swasta merupakan salah satu aktor yang dapat membantu pemerintah dalam upaya penurunan emisi, jadi pemerintah pun sebaiknya turut memperhitungkan para pengusaha dalam perencanaan kegiatan mitigasi. Yang dibutuhkan para investor untuk menempatkan dananya dalam investasi yang dapat menurunkan jumlah emisi adalah kepastian perizinan dan kemudahan pelaksanaan investasi, bukan subsidi.

Materi paparan kegiatan:

Direktur Eksekutif IESR

OpeningRemarks_ClimateAmbition

 

Kantor Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Perubahan Iklim

UN-CAS dan COP25 final mhs

 

Rencana Aksi Mitigasi – IESR

FGD Rencana Aksi Mitigasi Ambisius

 

Energy and Climate Mitigation – MASKEEI

Energy and Climate Mitigation ( IESR)

 

Yayasan Madani

Madani Peningkatan Ambisi Iklim Indonesia di Sektor Lahan dan Hutan

Baca juga:

https://iesr.or.id/pustaka/the-ambition-call-indonesia/

https://iesr.or.id/galeri/the-ambition-call-rekomendasi-aksi-mitigasi-perubahan-iklim-yang-ambisius-di-indonesia/

Share on :