Dalam pidato kenegaraan Prabowo menyebut ketahanan energi jadi prioritas pemerintah. Hal itu dinilai jadi momentum percepatan energi terbarukan hingga ke daerah.
Baca selengkapnya di Kompas.
Presiden Prabowo menargetkan 100% listrik dari EBT dalam 10 tahun. IESR menilai perlu kebijakan konkret dan pemanfaatan PLTS untuk mencapai target ini.
Baca selengkapnya di Bisnis Indonesia.
Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) serta RUU Ketenagalistrikan mampu menjawab tantangan transisi energi di Indonesia.
Baca selengkapnya di Kompas.com.
Institute for Essential Services Reform (IESR) menyoroti lambatnya investasi swasta dalam mendukung akselerasi Energi Baru Terbarukan (EBT) di tanah air. Baca selengkapnya di Warta Ekonomi.
Lembaga riset energi Institute for Essential Services Reform (IESR) baru-baru ini meminta penerapan prinsip lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) yang lebih baik di industri pertambangan. Baca selengkapnya di Jakarta Globe.
Institute for Essential Services Reform (IESR) mengkaji total emisi gas rumah kaca (GRK) individu atau jejak karbon di wilayah perkotaan, semiperkotaan, dan perdesaan di Pulau Jawa. Tujuan mereka mengidentifikasi pola dan faktor yang memengaruhinya.
Baca selengkapnya di Media Indonesia.
Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai implementasi environmental, social, and governance (ESG) di sektor pertambangan Indonesia masih belum optimal. Baca selengkapnya di Berita Satu.
Rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan total kapasitas mencapai 100 gigawatt (GW) di 80.000 Koperasi Desa (Kopdes) Merah Putih masih menghadapi tantangan. Salah satunya terkait pendanaan. Baca selengkapnya di Kontan.
Indonesia dihadapkan pada sebuah ironi besar pada sektor energi terbarukan. Di satu sisi, pemerintah menargetkan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) secara masif hingga 108,7 GW pada 2060. Di sisi lain, negara ini belum memiliki industri hulu yang mampu mengolah bahan baku menjadi komponen utama panel surya. Baca selengkapnya di Fortune Indonesia.
Indonesia dihadapkan pada sebuah ironi besar pada sektor energi terbarukan. Di satu sisi, pemerintah menargetkan pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) secara masif hingga 108,7 GW pada 2060. Di sisi lain, negara ini belum memiliki industri hulu yang mampu mengolah bahan baku menjadi komponen utama panel surya. Baca selengkapnya di Fortune Indonesia.
Indonesia berpotensi menjadi pusat produksi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) global. Apalagi RI memiliki cadangan mineral kritis yang melimpah sebagai sumber bahan baku energi baru dan terbarukan (EBT). Baca selengkapnya di Koran Jakarta.