Kompas | Menteri ESDM: Transisi Energi Mutlak Dilakukan

Tanpa penemuan cadangan yang baru, minyak bumi di Indonesia akan habis sembilan tahun ke depan, gas bumi akan habis 22 tahun lagi, dan batubara akan habis 65 tahun mendatang.

JAKARTA, KOMPAS — Transisi energi di Indonesia, yakni peralihan penggunaan energi fosil ke energi bersih dan terbarukan, mutlak dilakukan. Ketergantungan pada energi fosil berpengaruh besar bagi ketahanan energi nasional dan neraca perdagangan Indonesia. Apalagi, cadangan energi fosil suatu saat akan habis tanpa penemuan baru.

Selengkapnya baca di Kompas 21 Oktober 2020

Kompas | Dampak Transisi Energi Harus Diperhitungkan

Dunia sedang bergerak meninggalkan energi kotor menuju energi bersih dan berkelanjutan. Indonesia harus bersiap dengan memasukkan agenda transisi energi dalam perencanaan pembangunan, termasuk mengantisipasi dampaknya.

JAKARTA, KOMPAS — Dampak transisi energi di Indonesia harus diperhitungkan karena bakal berpengaruh langsung terhadap rantai pasok energi fosil, khususnya batubara. Sejauh ini, Indonesia belum memiliki peta jalan mengenai penerapan peta jalan dalam perencanaan pembangunan

Baca selengkapnya di Kompas 20 Oktober 2020

Urgensi Peninjauan dan Pemutakhiran Kembali RUEN untuk Mempercepat Transisi Energi di Indonesia

Jakarta, Selasa, 28 September 2020 Pada hari ini, Institute for Essential Services Reform (IESR) meluncurkan salah satu dari lima seri studi tematik mengenai peta jalan transisi energi Indonesia berjudul National Energy Plan (RUEN): Existing Plan, Current Policies Implication and Energy Transition Scenario. Studi ini memodelkan ulang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2017 melalui tiga skenario tambahan (skenario realisasi, program strategis, dan transisi energi) untuk mengevaluasi dan memproyeksikan capaian dari target RUEN awal berdasarkan ketiga skenario yang dibangun. Transisi energi menuju sistem energi terbarukan telah menjadi fenomena global sebagai respon untuk mengatasi ancaman perubahan iklim dan mengurangi risiko stranded asset. 

Dalam kondisi kebijakan saat ini RUEN 2017 belum mengadopsi visi transisi energi, walaupun telah mengadopsi target energi terbarukan 23% dari bauran energi total pada 2025. Target ini berkorelasi dengan jumlah kapasitas terpasang pembangkit energi terbarukan sebesar 45,2 GW pada 2025 dari total 136 GW kapasitas pembangkit listrik. Merujuk kepada salah satu temuan dari laporan ini, target kapasitas terpasang dari energi terbarukan sebesar 45,2 GW di tahun 2025 diindikasikan tidak akan tercapai dalam skenario realisasi dengan berbagai penurunan nilai parameter dan asumsi utama yang terjadi dalam lima tahun terakhir. Dengan kondisi dan parameter ekonomi dan energi yang telah mengalami perubahan sejak RUEN 2017 disusun lima tahun lalu, IESR menyerukan untuk diadakannya peninjauan dan pemutakhiran kembali RUEN, sebagai referensi perencanaan dan pembangunan energi nasional jangka menengah dan panjang, guna mengakomodasikan tidak hanya kemajuan dan perkembangan transisi energi global, melainkan juga untuk mengantisipasi berbagai tantangan dan peluang yang muncul dalam transformasi yang saat ini sedang terjadi.

Keekonomian dari teknologi energi terbarukan dan sistem penyimpanan energi yang terus semakin murah setiap tahunnya, dapat mengakselerasi upaya transisi energi. Bahkan, harga listrik yang dibangkitkan dari energi surya dan angin skala besar sudah mampu bersaing dengan harga pembangkitan listrik dari batu bara. Adanya revolusi digital di sektor energi, tumbuhnya kekuatan konsumen untuk menggunakan listrik dari energi bersih, bangkitnya kendaraan hibrida dan listrik, serta desentralisasi pembangkitan energi menjadi faktor pendorong lainnya dalam upaya dekarbonisasi sektor ini.

“Untuk konteks Indonesia, transisi menuju sistem energi bersih yang berkelanjutan perlu disiapkan dengan baik. Pemanfaatan energi terbarukan yang memang sudah menjadi prioritas pengembangan dan pemanfaatan energi nasional dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), belum terefleksikan dalam pencapaian RUEN hingga 2020 ini. Terlepas dari target yang ambisius, beberapa indikator dan asumsi yang digunakan untuk memodelkan supply dan demand energy dalam RUEN pun dibangun berdasarkan basis data dan informasi di tahun 2015. Padahal, dalam lima tahun terakhir ini indikator dan asumsi dari sosio-ekonomi, tekno-ekonomi sudah mengalami perkembangan yang cukup signifikan,” tutur Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, dalam sambutan pembukaannya di acara peluncuran virtual laporan seri studi peta jalan transisi energi Indonesia.

Merujuk kepada RUEN, di tahun 2025 energi terbarukan diproyeksikan meningkat dari 7% menjadi 23%, batubara dari 26% menjadi 30%, dan bahan bakar minyak turun dari 46% menjadi 25%, dan gas relatif turun menjadi 22% dari sebelumnya 23% dalam bauran energi primer nasional. Berdasarkan target tersebut, pembangkit listrik energi terbarukan di tahun 2025 mencapai 45,2 GW dengan komposisi 20,9 GW dari air, 7,2 GW dari panas bumi, 6,5 GW dari surya, 5,5 GW dari bioenergi, dan 1.8 GW dari bayu.

Fabby menambahkan, “dengan melihat tren dekarbonisasi yang masif terjadi di tingkat global dan regional, IESR berupaya untuk menginvestigasi kontekstualisasi dari model RUEN, sebagai sebagai referensi perencanaan dan pembangunan energi nasional jangka menengah dan panjang, guna mengakomodasikan tidak hanya kemajuan dan perkembangan transisi yang terjadi, melainkan juga untuk mengantisipasi berbagai tantangan dan peluang yang muncul dalam transformasi ini.”

Penulis laporan, Agus Praditya Tampubolon, menyebutkan bahwa target kapasitas terpasang dari energi terbarukan sebesar 45,2 GW di tahun 2025 diindikasikan tidak akan tercapai dalam skenario realisasi dengan berbagai penurunan nilai parameter dan asumsi utama yang terjadi dalam lima tahun terakhir. Hal ini disebabkan karena realisasi dari laju pertumbuhan konsumsi energi tahunan dan konsumsi listrik per kapita yang rendah sebagai akibat dari rendahnya pertumbuhan ekonomi pada periode 2015-2019.

“RUEN yang ditetapkan di tahun 2017, menggunakan data riil tahun 2000 hingga tahun 2015 sebagai input dan memproyeksikan data dari tahun 2016-2050. Beberapa data proyeksi ini overestimated, terutama pada pertumbuhan ekonomi dan industri serta demografi penduduknya. Hal ini menyebabkan proyeksi RUEN menjadi tidak proporsional, misalnya pada konsumsi energi primer dan listrik, termasuk pada kapasitas pembangkit. Sehingga skenario realisasi menunjukkan bahwa energi terbarukan hanya diindikasikan mencapai 22,62 GW di tahun 2025.”

Agus juga menambahkan bahwa jaringan gas kota, kendaraan listrik dan biodiesel yang dicanangkan pemerintah hanya berkontribusi terhadap bauran energi primer sekitar 3 persen (menjadi 17,9%) dari baseline baru dalam skenario realisasi sebesar 15% di tahun 2025. Hingga tahun 2050 pun, bauran energi terbarukan diproyeksikan sebesar 40,3%, lebih tinggi dari target 31% di model RUEN saat ini, namun tetap masih belum mulai mengambil alih dominasi energi fosil sebesar 59,7%. Bauran dan kapasitas terpasang energi terbarukan hanya akan meningkat signifikan dalam skenario transisi energi, khususnya mulai periode waktu saat tidak ada PLTU baru yang mulai dibangun dan semua PLTU yang berusia lebih dari 30 tahun ditutup, dengan proyeksi sebesar 408 GW di tahun 2050..

Dalam laporan yang diluncurkan, setidaknya terdapat tiga hal yang perlu dilakukan sebagai rekomendasi. Pertama, parameter dan asumsi RUEN 2015-2050 perlu ditinjau kembali, khususnya pada asumsi pertumbuhan ekonomi, laju permintaan energi, dan keekonomian dari energi terbarukan. Kedua, tinjauan juga perlu dilakukan terhadap rencana penggunaan batu bara dan pembangunan PLTU sebagai respons dari tren dekarbonisasi yang menyebabkan penurunan permintaan impor batu bara dari Tiongkok, India, dan Korea Selatan. Ketiga, perlunya kajian pengembangan skenario alternatif dalam rencana penyediaan energi nasional yang mengintegrasikan porsi energi terbarukan yang lebih besar.

Oleh karena itu, IESR menyerukan untuk diadakannya peninjauan dan pemutakhiran kembali RUEN, sebagai referensi perencanaan dan pembangunan energi nasional jangka menengah dan panjang, guna mengakomodasikan tidak hanya kemajuan dan perkembangan transisi energi global, melainkan juga untuk mengantisipasi berbagai tantangan dan peluang yang muncul dalam transformasi yang saat ini sedang terjadi.

 

###

Unduh siaran pers

FACT SHEET

Pembahasan Draf RUU EBT: Koalisi Masyarakat Menyerukan Agar DPR Fokus Pada Energi Terbarukan

Siaran Pers Bersama | Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Energi Bersih


Jakarta, Jumat, 18 September 2020 Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mulai membahas draf Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT) dengan mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama beberapa pemangku kepentingan. Namun dari draf RUU yang beredar, terlihat bahwa pemanfaatan energi nuklir dan energi baru yang berbasis fosil masih diikutsertakan. Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Energi Bersih berharap DPR RI akan mengeluarkan pasal-pasal tersebut dari rancangan undang-undang ini.

Kamis kemarin (17/9), di awal masa sidang ke-5, Komisi VII DPR RI mulai membahas draf RUU EBT dengan mengadakan RDPU bersama Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Masyarakat Ketenagalistrikan Indonesia (MKI), dan Koalisi Perempuan Indonesia (KPI). Pembahasan RUU ini menjadi harapan hadirnya payung hukum yang kuat untuk mendukung pengembangan energi terbarukan demi mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi nasional serta komitmen Indonesia dalam menanggulangi dampak perubahan iklim. 

Sejumlah wakil organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Energi Bersih sangat menghargai keterbukaan Komisi VII DPR RI dalam mengadakan RDPU yang mengakomodir masukan-masukan dari organisasi non-pemerintah. Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Energi Bersih berharap bahwa kedepannya usaha meningkatkan transparansi dan partisipasi masyarakat dalam proses legislasi akan terus berlangsung dengan semakin banyaknya elemen masyarakat yang diundang untuk hadir dan bersuara dalam RDPU selanjutnya. Pada saat yang bersamaan, koalisi ini  menyayangkan masuknya isu nuklir dan sumber energi baru berbasis energi fosil yang tidak berkelanjutan, seperti gas metana, gasifikasi batubara, dan likuifaksi batubara,  dalam pembahasan draft RUU ini.

Koalisi ini berpandangan bahwa Komisi VII DPR RI seharusnya mengeluarkan isu nuklir dan energi baru dari draf RUU dan fokus membangun kerangka kebijakan yang komprehensif untuk energi terbarukan, seperti tenaga surya, air, angin, bioenergi, dan panas bumi, yang hingga saat ini masih menghadapi berbagai hambatan dan tantangan. Dengan kerangka kebijakan ini diharapkan dapat menyiapkan Indonesia untuk lebih cepat melakukan transisi energi menuju sistem energi yang bersih dan berkelanjutan.

Wira Dillon, peneliti Yayasan Indonesia Cerah, menjelaskan bahwa isu nuklir seharusnya tidak dimasukkan karena nuklir telah dibahas secara tersendiri di dalam UU No. 10 Tahun 1997 tentang ketenaganukliran. Bahkan pembahasan tentang pengusahaan nuklir dalam ketenagalistrikan telah dimasukkan dalam draf RUU Cipta Kerja (Omnibus Law Atur Kebijakan Pemanfaatan Nuklir untuk Listrik, Detik, 21 Januari 2020). Selain itu, di dalam Kebijakan Energi Nasional yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 79 Tahun 2014 juga menyebutkan  bahwa nuklir merupakan pilihan terakhir bagi penyediaan energi di Indonesia. 

“Nuklir memang seharusnya hanya jadi pilihan terakhir mengingat cadangan uranium kita tidak terlalu banyak. Sehingga jika Indonesia membangun PLTN justru akan mengurangi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan energi Indonesia kedepan. Ditambah lagi, kondisi geografis Indonesia yang terletak di kawasan Cincin Api (Ring of Fire) menjadikan kita rentan terhadap gempa bumi dan tsunami. Risiko tersebut sangat berpotensi mengganggu pengoperasian PLTN maupun membahayakan sistem penyimpanan limbah nuklir. 

“Memasukkan nuklir ke dalam RUU EBT akan berlawanan dengan azas dan tujuan dasar pembuatan RUU ini, diantaranya asas keberlanjutan, asas ketahanan, serta asas kedaulatan dan kemandirian,” jelas Wira.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, menambahkan, pemerintah dan DPR seharusnya dapat  mengantisipasi adanya potensi ketergantungan teknologi dalam pengembangan PLTN. Selain biaya yang sangat mahal, pembangunan PLTN membutuhkan waktu lebih lama apabila dibandingkan dengan pembangunan dan teknologi energi terbarukan. Ke depan harga energi energi terbarukan semakin murah dan semakin cepat untuk dibangun, terutama dalam menggantikan kapasitas PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) dari batubara yang juga harus harus segera ditutup.”

Fabby menambahkan, adanya isu nuklir di dalam draf RUU EBT ini seharusnya menjadi perhatian bagi para anggota DPR RI mengenai kemungkinan adanya kepentingan segelintir orang yang mengemas nuklir sebagai solusi yang menjawab ketahanan energi nasional. 

“Pembangunan PLTN memiliki sifat dan karakter  yang berbeda dari energi terbarukan, serta resiko jangka panjang yang tidak selayaknya diwariskan kepada generasi yang akan datang,” tegasnya.

Keberadaan RUU Energi Terbarukan pada prinsipnya adalah untuk mengisi kekosongan dukungan pada energi terbarukan dalam UU yang sudah ada sebelumnya, yaitu UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi. Pengalaman di sejumlah negara berkembang seperti India dan Chili telah membuktikan bahwa adanya undang-undang khusus atau kerangka regulasi yang kuat khusus untuk energi terbarukan mampu  mendorong dan mengakselerasi pembangunan energi terbarukan. 

“Untuk konteks nasional, keberadaan Undang-undang Energi Terbarukan akan menjadi payung legislasi untuk turunan regulasi lainnya yang selama ini rentan mengalami perubahan dan preferensi menteri sektoral. Undang-undang ini akan menjadi sinyal yang positif bagi investor, sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pengembangan bisnis dan industri energi terbarukan, dimana energi terbarukan memiliki playing field yang seimbang dengan energi konvensional,” jelas Jannata Giwangkara, Manajer Program Transformasi Energi IESR.

Sebagai badan legislatif di tanah air, DPR RI dinilai mempunyai peran sangat strategis dan penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan di Indonesia salah satunya dengan menyukseskan transisi energi dari energi fosil menuju energi terbarukan melalui proses pembuatan RUU Energi Terbarukan. Tidak hanya menyusun regulasi, DPR juga perlu membangun sinergi yang kuat dengan Pemerintah untuk memastikan rencana dan kebijakan yang dibuat terlaksana untuk kemakmuran seluruh rakyat Indonesia saat ini dan dimasa yang akan datang.

Dengan adanya UU Energi Terbarukan, menurut Indra Sari Wardhani, Energy Project Leader WWF Indonesia, akan menjadi kerangka regulasi yang mengikat para pihak, mulai dari  pemerintah pusat, pemerintah daerah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk mendukung dan memprioritaskan energi terbarukan. Undang-undang ini juga diharapkan dapat mengakomodir dukungan terkait pendanaan, pembiayaan, serta harga energi terbarukan yang menarik sehingga sektor ini  dapat tumbuh secara sehat dan berkelanjutan. 

Koalisi ini juga mengharapkan DPR RI terus berkomitmen menjadi parlemen yang terbuka (Open Parliament) dengan menjalankan proses legislasi secara transparan dan partisipatif dengan kanal data dan informasi terkait draf RUU yang akan dibahas, serta hasil-hasil pertemuan dan pembahasan. Dengan proses ini akan mendorong partisipasi masyarakat, meningkatkan kepercayaan publik dan mengurangi dampak spekulasi. Dengan demikian DPR akan menjadi rumah wakil rakyat yang terpercaya yang menjadi karakter sebuah negara yang demokratis dengan menjalankan tiga fungsi dasarnya yaitu legislasi, anggaran, dan pengawasan. 

Rekomendasi Koalisi Masyarakat Sipil untuk Energi Bersih:

  1. DPR RI memfokuskan RUU EBT ini menjadi RUU Energi Terbarukan untuk memaksimalkan pengembangan energi terbarukan sebagai bagian dari transisi energi yang berkelanjutan dan adil untuk semua.
  2. DPR RI mengeluarkan pasal-pasal yang mengatur mengenai ketenaganukliran dan energi baru berbasis fosil dari RUU EBT.
  3. DPR RI menunjukkan political will dan keberpihakan untuk memprioritaskan pengembangan energi terbarukan yang berkelanjutan di Indonesia.
  4. DPR RI berperan aktif untuk meningkatkan kapasitas para anggotanya dalam memahami isu pembangunan berkelanjutan khususnya perkembangan energi terbarukan dan pentingnya transisi energi berkelanjutan di Indonesia. 
  5. DPR RI berperan aktif dan mendorong peran pemangku kepentingan lain seperti lembaga keuangan, swasta, BUMN/BUMD, pemerintah daerah serta masyarakat luas untuk mendukung percepatan pengembangan energi terbarukan di Indonesia terakomodir dalam RUU EBT ini.
  6. DPR RI membuka lebih lebar ruang partisipasi dan akses informasi bagi publik dalam proses penyusunan dan pembahasan RUU EBT.

 

Narahubung:

Jannata Giwangkara | IESR | 

+62 812-8487-3488

egi@iesr.or.id 

Indra Sari Wardhani  | Yayasan WWF Indonesia |

+62 811-1847-095

 iwardhani@wwf.id 

Mahawira Singh Dillon | Yayasan Indonesia Cerah | 

+62 812-1057-7584

wira@cerah.or.id


Unduh Siaran Pers

Koalisi Masyarakat Sipil Indonesia untuk Energi Bersih:

  1. Institute for Essential Services Reform (IESR)
  2. Yayasan WWF-Indonesia
  3. 350.org Indonesia
  4. Yayasan Indonesia Cerah
  5. Koaksi Indonesia
  6. Indonesian Parliamentary Center (IPC)

Indonesia Merdeka dari Energi Kotor

Dalam rangka merayakan Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ke 75 Tahun, 17 Agustus 1945 – 17 Agustus 2020, Institute for Essential Services Reform mengajak kaum muda Indonesia dan rekan – rekan jurnalis untuk menyumbangkan ide, gagasan, dan kreatifitas mereka dalam bentuk karya: Video Inovasi, Fotografi (Photo story), dan Jurnalisme Kreatif dalam sebuah rangkaian kegiatan Transisi Energi Ideathon 2020.

Mengangkat tema besar Indonesia Merdeka dari Energi Kotor.

Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kembali kesadaran serta kepedulian masyarakat akan pentingnya kedaulatan energi di Indonesia, dengan mulai beralih dari energi kotor (fosil) sekaligus mempromosikan potensi energi terbarukan yang melimpah di negeri ini. Semua karya akan dilombakan dalam bentuk karya tulis, audio dan visual yang dapat diikuti oleh seluruh warga negara Indonesia mulai dari usia remaja.

Video Inovasi

Terbuka untuk umum, 17 – 30 tahun. Warga negara Indonesia

Diperkenankan untuk berpartisipasi secara individu atau secara berkelompok dengan jumlah anggota maksimal 5 orang

Menciptakan sebuah karya Video berdurasi minimal 3 menit dan maksimal 10 menit. Karya video dapat berupa Animasi, non-animasi, atau gabungan dari keduanya dengan mengusung gagasan besar bagaimana Indonesia Merdeka dari Energi Kotor.

Wajib mencamtumkan sumber data/informasi dari publikasi atau hasil studi IESR selama tiga tahun terakhir.

Photo Story

Terbuka untuk umum, berusia 17 tahun keatas. Warga negara Indonesia

Setiap peserta diharapkan mengirimkan sedikitnya lima foto, dengan mencantumkan caption (judul foto) dan narasi cerita minimal 250 kata, dengan menangkap momen energi (bersih) atau dikemas dengan narasi yang mendukung transisi energi di Indonesia

 

Jurnalisme Kreatif

Kategori lomba ini dikhusukan bagi para jurnalis/wartawan di Indonesia, dengan mengangkat tema besar tentang energi terbarukan di Indonesia. Karya lomba dapat berupa:

  • Artikel/Opini
  • News feature
  • In-depth report

Para peserta diharapkan dapat memberikan sebuah perspektif baru dalam tulisannya, dan mendukung proses transisi energi di Indonesia. Wajib mencantumkan sumber data/referensi dari hasil laporan atau studi dari IESR dengan hasil wawancara atau pernyataan dari narasumber yang ahli dalam bidangnya (khusus untuk in-depth report)

Rangkaian kegiatan ini akan dibuka hingga batas akhir pengumpulan pada 31 Agustus 2020, dan peserta (video dan foto) di ajak untuk juga berkampanye secara mandiri melalui kanal media sosial mereka untuk mendapatkan kesempatan memenangkan hadiah dalam kategori juara favorit.

Hadiah yang ditawarkan dari Transisi Energi Ideathon 2020 ini adalah kesempatan untuk memenangkan uang tunai senilai total Rp. 54.000.000.

Untuk informasi lebih lanjut dan pendaftaran dapat mengunjungi laman s.id/Indonesia-MerdekadariEnergiKotor