Denpasar, 15 Juli 2025 – Dengan mengacu pada nilai-nilai Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Provinsi Bali berupaya untuk mendorong kemandirian energi dan penurunan emisi serta polusi udara, tanah dan air. Untuk mewujudkan itu, pada 4 Agustus 2023, Pemerintah Provinsi Bali dengan didukung Institute for Essential Services Reform (IESR) mendeklarasikan menuju Bali net-zero emission (NZE) atau Bali Emisi Nol Bersih pada tahun 2045. Inisiatif ini juga menggandeng Koalisi Bali Emisi Nol Bersih yang terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat sipil dan lembaga filantropi.
Sebagai salah satu strategi dalam mencapai Bali NZE 2045, pada 2023, IESR dan Pemerintah Provinsi Bali telah menerbitkan Peta Jalan Nusa Penida 100% Energi Terbarukan di 2030. IESR juga merancang transformasi sistem kelistrikan 100% energi terbarukan di seluruh Pulau Bali yang dinyatakan dalam Peta Jalan Bali Emisi Nol Bersih 2045 Sektor Ketenagalistrikan yang diluncurkan pada Selasa (15/7/2025) di Sanur, Bali. Analisis IESR menunjukkan bahwa kebutuhan listrik Bali di 2045 dan selanjutnya dapat sepenuhnya bersumber dari energi terbarukan.
Wayan Koster, Gubernur Bali yang diwakili Ida Bagus Setiawan, Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam peluncuran Peta Jalan Bali Emisi Nol Bersih 2045 Sektor Ketenagalistrikan mengungkapkan, saat ini Bali ditopang oleh pembangkit total sekitar 1.500-an MW yang menghasilkan daya sekitar 1.400-an MW. Dengan semakin tingginya aktivitas ekonomi termasuk pariwisata, beban puncak tertinggi mencapai 1.200-an MW. Pertumbuhan kebutuhan listrik Bali juga tinggi mencapai 7-8%, menyebabkan Bali sangat rentan mengalami krisis listrik karena cadangan yang kurang dari 30% dan jika terjadi perbaikan pembangkit atau kendala operasional.
“Sebagai provinsi kepulauan dengan ketergantungan terhadap pasokan energi dari luar, Bali menghadapi risiko keamanan energi yang tinggi. Kemandirian energi menjadi sangat penting, tidak hanya untuk ketahanan dan keandalan sistem kelistrikan, yang mendukung sektor-sektor strategis, seperti pariwisata, dan ekonomi kreatif. Peta Jalan Ketenagalistrikan Bali NZE 2045 memiliki peran penting sebagai langkah strategis dalam merancang upaya transisi energi Bali secara terarah dan terukur,” tegasnya.
Gubernur Bali juga berharap peta jalan ini dapat menjadi rujukan penting dalam mendorong pemanfaatan atau implementasi energi bersih dan energi baru terbarukan dan mempercepat kemandirian energi di Bali dengan menggunakan energi bersih.
Fabby Tumiwa, Chief Executive Officer (CEO) IESR, menyatakan bahwa Bali memiliki peluang besar untuk menjadi provinsi pertama di Indonesia yang 100% disuplai oleh energi terbarukan, lebih awal 15 tahun dari target. 2060 secara nasional. Dengan komitmen, arah kebijakan yang tepat, dan konsistensi perubahan signifikan bisa terjadi dalam lima tahun ke depan.
“Sistem ketenagalistrikan yang andal dan rendah karbon akan memberikan nilai tambah bagi Bali. Selain dikenal sebagai destinasi utama pariwisata lokal dan mancanegara, transisi energi di Bali juga akan menginspirasi banyak pulau di Indonesia untuk mentransformasi sistem kelistrikannya. Untuk itu, kami mendorong seluruh warga dan pemangku kepentingan di tingkat provinsi dan kabupaten untuk menjadikan energi bersih sebagai dasar utama dalam perencanaan pembangunan hijau di Provinsi Bali. Gagasan “Bali Mandiri Energi” lewat PLTS atap dari Gubernur Koster perlu didukung dan dijalankan,” ujar Fabby.
Fabby juga mendorong PLN sebagai penyedia listrik agar mendukung visi Bali 100% energi terbarukan dengan menyelaraskan RUPTL dengan visi ini, mempercepat pengembangan pembangkit energi terbarukan, mempercepat modernisasi jaringan listrik dan implementasi jaringan pintar (smart grid), integrasi teknologi penyimpanan energi, dan melakukan kemitraan dengan pengembang energi hijau. Ia juga meminta dukungan dari pemerintah pusat, Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan dan Bappenas serta Danantara untuk memberikan dukungan melalui kerangka kebijakan dan insentif, serta pendanaan energi terbarukan.
Kajian IESR menyoroti kondisi sistem tenaga listrik Bali saat ini yang disokong oleh pembangkit listrik dengan kapasitas total 1.461 MW. Sekitar 76 persen di antaranya masih didominasi oleh energi fosil, dengan pembangkit gas sebagai kontributor terbesar sebesar 688 MW, disusul oleh pembangkit batu bara sebesar 380 MW.
Berdasarkan analisis IESR, Bali memiliki potensi energi terbarukan sebesar 22.04 GW, dengan tiga potensi teknis tertinggi berasal dari energi surya (21 GW), angin (515 MW), dan panas bumi (127 MW). Bila potensi ini dimanfaatkan secara optimal, Bali akan mampu memenuhi kebutuhan energi listrik, yang diproyeksikan mencapai 44,71 TWh pada tahun 2045 dengan 100% energi terbarukan.
Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan, IESR memaparkan empat tahapan periode dalam mencapai Bali 100% energi terbarukan pada 2045.
Pada periode 2025-2029, penerapan energi terbarukan sebesar 1,5 GW yang terdiri dari energi surya, biomassa, minihidro, sampah, dan bayu berpotensi menurunkan emisi hingga 2,8 juta ton setara karbon dioksida. Kebutuhan investasi pada periode ini mencapai USD 5,8 miliar.
Pada periode 2030-2034, diperlukan penambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 1,4 GW dan penyimpanan energi sebesar 400 MWh, dengan estimasi investasi sekitar USD 1,7 miliar.
Selanjutnya, pada 2035-2039, penambahan kapasitas 1,24 GW membutuhkan investasi sebesar USD 1,76-4,76 miliar dan berpotensi menurunkan emisi hingga 9 juta ton setara karbon dioksida.
Terakhir, pada periode 2040-2045, dibutuhkan penambahan kapasitas energi terbarukan hingga 17 GW dan penyimpanan energi sebesar 54 GWh, dengan estimasi investasi mencapai USD 35 miliar.
Demi merealisasikan tahapan tersebut, IESR merekomendasikan lima strategi intervensi utama. Pertama, formalisasi peta jalan melalui instrumen kebijakan daerah dan dokumen perencanaan wilayah, perencanaan energi daerah dan perencanaan ketenagalistrikan. Kedua, perbaikan dan optimalisasi mekanisme pengadaan energi terbarukan, dan mendorong pembangunan PLTS atap secara besar-besaran, Ketiga, peningkatan kapasitas lokal di bidang energi terbarukan melalui pusat pelatihan keterampilan dan fasilitas riset. Keempat, penyusunan kerangka regulasi dan peraturan turunan untuk pengembangan dan uji coba teknologi baru. Kelima, meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dengan mendorong inisiatif pemanfaatan energi terbarukan di tingkat desa dan komunitas.
2 Comments