Mewujudkan Demokratisasi Energi melalui Energi Surya

Jakarta, 5 Oktober 2023 – Energi menjadi kebutuhan pokok manusia bukan hanya untuk menunjang aktivitas sehari-hari namun yang lebih penting untuk meningkatkan aktivitas produktif. Energi surya merupakan sumber energi terbarukan yang dapat mewujudkan  demokratisasi energi.

Energi surya memenuhi beberapa aspek untuk demokratisasi energi seperti ketersediaan sumber dayanya sepanjang tahun, dan fleksibilitas skala pemasangannya. Untuk tujuan yang lebih mulia, dengan memasang panel surya,  penggunanya ikut berkontribusi pada pengurangan emisi dari sektor energi. Beragam alasan ini menunjukkan bahwa motivasi untuk menggunakan PLTS dapat bervariasi.

Hal ini sejalan dengan temuan survey pasar yang dilakukan Institute for Essential Services Reform (IESR), yang salah satunya menggali motivasi para responden untuk menggunakan PLTS. Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, dalam Seminar ‘Kebijakan dan Rencana Aksi Energi Surya Sebagai Wujud Komitmen EBT Menuju Indonesia’, Kamis 5 Oktober 2023, menjelaskan bahwa motivasi dapat bervariasi dari satu daerah ke daerah lain.

“Pelaku UMKM di Jawa Tengah memilih PLTS atap karena tertarik dengan penghematannya sehingga uang tagihan listriknya dapat dialokasikan untuk hal lain. Sementara itu, pelaku bisnis di Bali memiliki kesadaran tinggi untuk memelihara harmoni dengan alam. Selain itu, mereka akan mendapatkan branding positif sebagai entitas bisnis yang ramah lingkungan,” kata Marlistya.

Untuk meningkatkan minat masyarakat dalam menggunakan energi surya, perlu diupayakan beberapa hal oleh pemangku kepentingan antara lain pemerintah dalam menciptakan ekosistem pendukung tumbuhnya energi terbarukan.

Tiga hal yang harus diupayakan untuk mendorong partisipasi lebih banyak pihak adalah pertama, regulasi yang jelas dan mendukung serta dikomunikasikan dengan baik sehingga masyarakat mendapatkan informasi terkait aturan PLTS dengan mudah dan tidak simpang siur. Kedua, adanya contoh pengguna dan akses yang mudah pada penyedia layanan; ketiga, memberikan insentif dan perbanyak akses pembiayaan.

Dalam forum yang sama, Dedi Rustandi, Perencana Ahli Madya Koordinator Bidang EBT Kementerian Bappenas menyatakan bahwa capaian energi surya masih di bawah RUPTL.

“Terdapat sejumlah penyebab utama ya antara lain pandemi yang membuat demand listrik tidak tumbuh signifikan, ada ketidakpastian iklim investasi bagi dunia usaha, juga adanya keterlambatan pengadaan proyek (terkait tata kelola),” kata Dedi.

Dedi mengakui bahwa di sisi pemerintah sejumlah kebijakan masih belum efektif berjalan sehingga mengakibatkan belum optimalnya pemanfaatan energi surya di Indonesia.

Polusi Udara: Dampak Ekonomi dan Langkah-langkah Menuju Udara Bersih

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa

Jakarta, 5 Oktober 2023 –  Polusi udara menjadi salah satu tantangan lingkungan terbesar yang dihadapi masyarakat saat ini. Dalam beberapa dekade terakhir, peningkatan aktivitas industri, pertumbuhan populasi, dan mobilitas manusia telah menyebabkan peningkatan kadar polutan di udara, yang memiliki dampak serius terhadap kesehatan manusia dan ekosistem. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa memaparkan, polusi udara merupakan persoalan besar yang memiliki dampak ekonomi. Misalnya saja, ketika orang sakit dan tidak bisa bekerja maka kehilangan kesempatan penghasilan dan ketika orang tersebut harus ke dokter maka akan kehilangan uang yang banyak. 

“Secara nasional, kita bisa melihat polusi udara ini berdampak terhadap ekonomi. Di Jakarta, kita bisa menghitung jari seberapa banyak hari-hari di mana kita melihat langit berwarna biru dalam 10 tahun terakhir. Sayangnya, kita belum pernah melakukan studi nasional. Untuk itu, saya berharap hal tersebut bisa dilakukan pemerintah. Studi tersebut diharapkan bisa menunjukkan hari produktif yang hilang ketika orang sakit terpapar polusi udara dan dampak ekonominya,” terang Fabby Tumiwa dalam acara Special Stage berjudul Upaya Sinergis dalam Mengatasi Polusi Udara yang ditayangkan TV One pada Kamis (5/10/2023). 

Mengutip data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), lanjut Fabby, sumber polusi udara terdiri dari 44% kendaraan, 34% PLTU yang berada di sekitar Jakarta, dan sisanya termasuk pembakaran rumah tangga. Menurut Fabby, aktivitas tersebut menghasilkan polutan yang berbeda-beda. Misalnya saja Particulate Matter (PM2.5) ataupun PM 10 yang sumber terbesarnya dari transportasi. Aktivitas pertanian dan pembakaran terbuka juga berkontribusi cukup besar untuk PM tersebut.  Selain itu, ada juga sulfur dioksida (SO2) yang dihasilkan dari 93% pembangkit listrik.

“Jadi kalau mau kita bedah, kita bisa melihat polutan yang dihasilkan berbeda-beda. Tetapi, keseluruhan hal tersebut yang mempengaruhi kualitas udara. Kita perlu melihat akar masalah dari polusi udara seperti asap yang keluar dari knalpot kendaraan. Artinya apabila kita ingin menyelesaikan sumber polusi udara dari transportasi maka kita harus mengurangi bahan bakar tersebut agar polutan yang keluar semakin sedikit. Cara menguranginya yakni kita perlu mendorong masyarakat menggunakan transportasi umum dan menggunakan kendaraan yang tidak pakai bahan bakar minyak (BBM), seperti penggunaan sepeda ke kantor. Selain itu, kualitas bahan bakar juga perlu diperbaiki agar mengurangi polutan yang keluar. Indonesia masih di bawah EURO 4 dalam kualitas bahan bakarnya,” papar Fabby Tumiwa. 

Peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), Erlina Burhan menuturkan, angka kasus infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA dilaporkan meningkat seiring dengan peningkatan kadar polutan PM 2.5 di wilayah Jabodetabek. Erlina mengklaim, peningkatan tersebut juga dapat dilihat dari pasien yang dirawat di tempat ia bekerja di RS Persahabatan, di mana peningkatan sekitar 20%, bahkan bisa meningkat 30% dalam periode tertentu. Untuk itu, Erlina Burhan menekankan pentingnya kualitas udara yang bersih karena berkaitan langsung dengan kehidupan. 

“Kita tidak bisa memilih udara mana yang bisa dihirup sama yang tidak. Jika memang udara tersebut mengandung polutan tertentu, itu memang berdampak terhadap kesehatan. Sistem pernafasan kita sebenarnya bisa melakukan filter terhadap benda-benda yang tidak seharusnya masuk. Terkadang ada kotoran menumpuk di hidung, hal tersebut filter. Namun demikian, ada partikel meter yang ukurannya sangat kecil sekali dan tidak bisa terfilter sehingga bisa langsung masuk ke saluran pernafasan,” jelas  Erlina Burhan. 

Erlina Burhan menghimbau agar masyarakat lebih memperhatikan kesehatannya, terutama yang berkaitan dengan polusi udara. Seperti melihat indeks kualitas udara ketika akan beraktivitas di luar ruangan. Apabila indeks kualitas udara menunjukkan warna merah, sebaiknya menghindari aktivitas di luar ruangan. Dalam mengatasi polusi udara, kata Erlina Burhan, sebaiknya dilakukan secara menyeluruh. Hal ini mengartikan bahwa bukan hanya dari satu sektor saja, misalnya dari transportasi yang melakukan uji emisi ataupun mendorong penggunaan kendaraan listrik, tetapi juga kebijakan yang lebih konkret serta menggandeng seluruh pihak dalam mengatasi polusi udara. 

“Banyak regulasi yang sudah buat, tetapi implementasinya yang tidak konkret. Misalnya saja regulasi merokok yang sudah lama dibuat, namun demikian kita masih sering melihat masyarakat merokok di tempat umum. Hal ini menunjukkan monitoring dan evaluasi dari regulasi yang tidak berjalan,” ujar Erlina Burhan. 

Sosialisasi Isu Transisi Energi Bersama Jurnalis Sumatera Selatan

Palembang, 26 September 2023 – Dalam upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan melindungi planet kita, Indonesia bersama dengan negara-negara lainnya menandatangani Persetujuan Paris pada tahun 2015. Persetujuan ini telah menetapkan landasan yang kuat untuk melawan perubahan iklim, dengan salah satu fokus utamanya adalah transisi energi, yang mengacu pada peralihan dari menggunakan energi fosil, yang terbatas dan merusak lingkungan, ke energi terbarukan yang bersih dan ramah lingkungan. Indonesia, sebagai negara yang telah menandatangani Persetujuan Paris, memiliki tanggung jawab besar untuk memimpin perubahan ini. Dalam menghadapi perubahan iklim global, transisi energi menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan sumber daya alam dan ekonomi Indonesia.

Sehubungan dengan hal tersebut, Institute for Essential Services Reform (IESR) mengadakan acara Media Briefing berjudul “Transisi Energi dan Studi IESR di Kabupaten Muara Enim” pada 26 September 2023. Dalam acara Media Briefing yang dihadiri oleh 18 jurnalis dari berbagai media cetak dan online di Sumatera Selatan tersebut, IESR memberi paparan mengenai hasil kajian di Kabupaten Muara Enim untuk memberi gambaran komprehensif mengenai dampak transisi energi di sektor sosial dan ekonomi.

Perwakilan program Akses Energi Berkelanjutan IESR, Reananda Permono menjelaskan kegiatan Media Briefing digelar untuk meningkatkan wawasan jurnalis di Sumatera Selatan terhadap isu transisi energi. Selain itu, IESR hendak mendekatkan jurnalis kepada para narasumber kompeten terkait isu energi terbarukan dengan menghadirkan empat panelis dari beragam latar belakang, yakni pemerintah provinsi (ESDM Sumsel), pemerintah kabupaten (Bappeda Muara Enim), akademisi (Unsri), dan CSO (HaKI). 

“Transisi energi tidak dapat berjalan sendiri, tetapi juga perlu melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan berbagai pihak, seperti jurnalis. Dengan menyampaikan informasi yang akurat, menyuarakan berbagai perspektif, dan menjaga akuntabilitas, mereka membantu membentuk pandangan masyarakat tentang energi dan memberikan dorongan yang diperlukan pada pemangku kepentingan untuk bergerak menuju masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan,” papar Reananda.  

Peneliti Bidang Sosial dan Ekonomi dari IESR, Martha Jessica Mendrofa menjelaskan, transisi energi global yang dilakukan oleh negara-negara tujuan ekspor batubara Indonesia, seperti China, India, dan Vietnam, akan berdampak pada perekonomian nasional karena lebih dari 70% batubara produksi batubara Indonesia diekspor. Perekonomian Sumatera Selatan, dengan cadangan batubara tertinggi kedua di Indonesia dengan 9.345,57 juta ton, juga akan terdampak mengingat sektor pertambangan batubara dan lignit menyumbang 15,78% PDRB provinsi di tahun 2022. Sehubungan hal tersebut, IESR telah melakukan kajian dampak transisi energi dan ekonomi di Muara Enim selama 2021-2023. Muara Enim menjadi sasaran kajian karena menjadi dua besar produsen batubara tertinggi di Sumatera Selatan dalam lima tahun terakhir, dengan produksi di atas 20 juta ton per tahun. 

“Berdasarkan analisis IESR, sektor pertambangan di Kabupaten Muara Enim tidak memberikan multiplier impact tertinggi dalam hal pendapatan dan tenaga kerja, dimana sektor jasa, perdagangan, dan pertanian masih memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap perekonomian. Selain itu, industri batubara tidak memberi nilai tambah tinggi pada upah tenaga kerja karena perusahaan meraup porsi pendapatan yang lebih besar, perbandingannya sekitar 20% banding 78%”, jelasnya.

Kepala Bidang Energi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumatera Selatan Dr. Aryansyah menerangkan tren transisi energi dunia akan berdampak ke kondisi dalam negeri.  Untuk itu, pihaknya telah melakukan beberapa hal untuk melanggengkan transisi energi seperti mengeluarkan Perda khusus pengembangan sektor energi terbarukan, Pergub kendaraan berbasis listrik, dan kajian energi terbarukan di seluruh kabupaten/kota Sumatera Selatan.

“Saat ini Sumsel menjadi lumbung energi. Kita surplus listrik 1,000 MW dan listrik itu diekspor ke provinsi-provinsi lain seperti Jambi dan Bengkulu. Harus ada sumber pembangkit untuk menggantikan itu. KIta sudah siap dengan transisi energi. Contohnya kita ada pembangkit listrik minihidro untuk supply listrik Pagar Alam,” terang Aryansyah. 

Perwakilan Bappeda Kabupaten Muara Enim, Fajrin Ulinnuha menuturkan, pihaknya telah menyiapkan Kawasan Industri Muara Enim (KITE), untuk menghadapi pengurangan produksi batubara di masa depan, yang perkembangannya telah mencapai 80% per Juni 2023. Kawasan industri ini melingkupi usaha CPO (crude palm oil atau minyak kelapa sawit) dan industri hilirisasi batubara. Muara Enim juga memiliki PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) milik Supreme dan Pertamina.

“Kita perlu memastikan ketersediaan akses energi bersih bagi semua kalangan, khususnya di sektor elektrifikasi karena mayoritas sumber listrik berasal dari batubara. Sumber pendanaan juga menjadi isu penting karena transisi energi membutuhkan banyak proyek baru, sehingga perlu dana besar. Pemerintah daerah juga butuh dukungan riset dan teknologi dari lembaga lain, serta pelatihan SDM handal agar siap menghadapi transisi energi,” ujar Fajrin.

Dosen ekonomi pembangunan Universitas Sriwijaya Dr. Muhammad Subardin mengingatkan kembali tujuan pembangunan adalah untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Sehingga, perlu dipastikan apakah sebuah sektor industri bisa mengangkat perekonomian sebuah wilayah atau tidak. Subardin memperkenalkan istilah Dutch Disease (penyakit Belanda, red), dimana wilayah yang memiliki kekayaan alam tinggi cenderung mempunyai tingkat perekonomian rendah. Melalui riset yang dilakukannya sendiri, kondisi ini berhasil Subardin buktikan di Sumatera Selatan dengan membandingkan kondisi perekonomian di “kabupaten mineral” dan “kabupaten non-mineral”.

“Saya identifikasi ada delapan kabupaten mineral di Sumatera Selatan, termasuk Muara Enim. Hampir seluruh daerah Muara Enim itu termasuk dalam area konsesi batubara. Berdasarkan riset yang saya lakukan, terbukti tingkat perekonomian kabupaten mineral tidak lebih baik dari kabupaten non-mineral di Sumatera Selatan. Hal ini membuktikan industri pertambangan tidak bisa meningkatkan kesejahteraan sebuah wilayah karena industri ini padat modal, bukan padat karya,” jelas Subardin.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Hutan Kita Institute (HaKI) Deddy Permana menyatakan, selain masalah perekonomian, kesenjangan pengetahuan dan informasi menjadi hal penting dalam aktivitas transisi energi. Disinilah jurnalis bisa memainkan peran untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat luas.

“Seringkali terjadi kesenjangan informasi antara masyarakat lokal dan kalangan elite karena masyarakat hanya tahu kondisi yang terjadi di lapangan. Contohnya, perusahaan sebenarnya sudah memahami tren transisi energi ini karena beberapa dari mereka sudah fokus mengembangkan bisnis di luar batubara. Masalah lain adalah kadang dana CSR tidak tersalurkan pada pos-pos yang bisa menunjang aktivitas transisi energi,” terang Deddy.

Menuju Masa Depan Hijau, Rencana Aksi Sumatera Selatan untuk Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Palembang, 25 September 2023 – Untuk mencapai target ambisius dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai Perjanjian Paris, Indonesia merilis dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) yang menyebutkan target pengurangan emisi sebesar 31,89% (dengan upaya sendiri) dan 43,2% (dengan dukungan internasional) pada tahun 2030. Secara lebih detail, Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) juga mendukung target ini dengan menyatakan Indonesia bisa mencapai penurunan emisi GRK sebesar 27,3% pada 2024.

Sebagai provinsi pengguna dan pemakai batubara skala besar, hingga mampu mengekspor listrik ke provinsi di sekitarnya, Sumatera Selatan menjadi salah satu penyumbang GRK terbesar secara nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, Institute for Essential Services Reform (IESR) mengadakan acara peningkatan kapasitas berjudul Lokakarya (Workshop) Perhitungan Emisi GRK dan Budget Tagging bersama Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan pada 25 September 2023.

Dalam lokakarya yang dihadiri sekitar 25 perwakilan Bappeda Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan tersebut, IESR menghadirkan dua narasumber yang berasal dari Badan Kebijakan Fiskal dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Mewakili tim Akses Energi Berkelanjutan IESR, Reananda Permono menjelaskan bahwa IESR berkomitmen untuk mengadakan empat kali event lokakarya dalam rangka capacity building Bappeda Sumatera Selatan dalam menghadapi isu transisi energi berkeadilan dan transformasi ekonomi di Sumatera Selatan. Dalam konteks daerah, kegiatan peningkatan kapasitas ini dibutuhkan karena Bappeda merupakan salah satu stakeholder penting dalam kegiatan transisi energi.

Kepala Bidang Perekonomian dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Provinsi Sumatera Selatan, Hari Wibawa, mengingatkan pentingnya wawasan emisi GRK dan budget tagging bagi rekan-rekan Bappeda. Terlebih lagi, perekonomian Sumatera Selatan banyak ditunjang oleh industri pertambangan, dibuktikan dengan banyaknya kabupaten di Sumatera Selatan yang menggantungkan PDRB dari sektor pertambangan batubara.

Analis Kebijakan dari Badan Kebijakan Fiskal, M. Zainul Abidin menjelaskan pentingnya Penandaan Anggaran (Budget Tagging) dalam memantau dampak perubahan iklim di Indonesia. Aktivitas penandaan anggaran langsung terkoneksi dengan APBN, sehingga dapat mendukung agenda pembangunan dan kebijakan fiskal nasional. Zainul juga menyebutkan tiga fungsi APBN sebagai instrumen stimulus ekonomi, yakni sebagai shock absorber (fungsi stabilisasi), agen pembangunan  (fungsi alokasi), dan solusi kesejahteraan rakyat (fungsi distribusi).

“Hasil penandaan anggaran dimanfaatkan dalam sistem pemantauan pencapaian NDC (Nationally Determined Contribution) dalam Sistem Registri Nasional (SRN) KLHK, dan diupayakan mampu mendukung sistem pemantauan pembangunan rendah karbon dalam sistem AKSARA Bappenas. Pemanfaatan budget tagging cukup banyak, misalnya dijadikan sebagai dasar untuk membentuk kerja sama dalam aksi perubahan iklim dan sebagai landasan bagi pemerintah daerah untuk memperoleh pembiayaan inovatif,” terang Zainul.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rohmadi Ridlo menyatakan pentingnya menyusun strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim untuk mengurangi emisi GRK di Provinsi Sumatera Selatan. Informasi mengenai GRK selanjutnya dapat digunakan dalam identifikasi strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, merumuskan kebijakan lingkungan yang berkelanjutan, bahkan sebagai landasan dalam menyusun anggaran khusus untuk mengurangi GRK di level provinsi.

“Secara umum, ada lima sektor penghasil emisi GRK, yakni energi, limbah, IPPU (Industrial Process and Product Uses), agrikultur, dan FOLU (Forestry and Other Land Uses). Sektor energi masih menjadi sumber penghasil emisi GRK terbesar secara nasional dengan 453,2 Mton CO2. Untuk kasus Sumatera Selatan, salah satu contoh strategi penurunan emisi GRK di sektor energi adalah teknologi co-firing biomassa untuk menghasilkan listrik di PLTU batubara,” jelas Ridlo.

Mengatasi Permasalahan Sampah dan Lingkungan: Peran Bisnis dan Solusi Berkelanjutan

Jakarta, 27 September 2023 – Permasalahan lingkungan semakin menjadi sorotan utama dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu isu yang semakin mendesak adalah permasalahan sampah. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),  jumlah timbunan sampah nasional mencapai angka 21,1 juta ton  pada 2022. Dari total produksi sampah nasional tersebut, 65,71% (13,9 juta ton) dapat terkelola, sedangkan sisanya 34,29% (7,2 juta ton) belum terkelola dengan baik. Untuk itu, perlu peran serta pelaku bisnis dan masyarakat dalam mengatasinya. 

Roni Pramaditia, Head of Medco Foundation menuturkan, sampah akan menjadi hal yang tak lepas dari kehidupan manusia. Pengelolaan sampah plastik masih jauh dari ideal di beberapa kota Indonesia. Banyak plastik hanya dibuang begitu saja ke sungai atau lautan, yang selanjutnya akan terbawa arus dan mencemari ekosistem perairan. Sampah plastik yang terbawa arus juga mengancam keberlangsungan hidup hewan laut yang salah satunya adalah penyu, yang seringkali memakan plastik yang mereka salah artikan sebagai makanan. Selain itu, sampah seringkali dibakar begitu saja yang bisa menghasilkan emisi gas rumah kaca seperti CO2 dan CH4, yang justru memperburuk perubahan iklim.

“Untuk itu, kami bekerja sama dengan Ecoxyxtem, Institute for Essential Services Reform (IESR), dan Kopi Nako Daur Baur menggelar acara Standup4Sustainability. Acara ini bertujuan untuk mengumpulkan para pelaku bisnis di Jakarta dan sekitar serta membuka peluang kerjasama dengan para penyedia solusi berkelanjutan seperti penyedia jasa angkut sampah, energi terbarukan, dan bangunan hijau,” terang Roni pada acara Stand4upSustainability pada Rabu (27/9/2023).

Rizqi Mahfudz Prasetyo, Staf Program Akses Energi Berkelanjutan, IESR menjelaskan, solusi berkelanjutan untuk menjaga lingkungan lainnya yang bisa didorong yakni pemanfaatan energi surya. Dalam era di mana perubahan iklim menjadi masalah global yang semakin mendesak, pemanfaatan energi surya telah muncul sebagai langkah kunci dalam upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan menjaga keseimbangan lingkungan alam. Berdasarkan data IESR, potensi teknis energi surya mencapai 20.000 GW. 

Acara Stand4upSustainability pada Rabu (27/9/2023).

“Studi pasar yang dilakukan oleh IESR di beberapa provinsi memperlihatkan potensi PLTS atap (gabungan early adopters dan early followers) umumnya di atas 10%, bahkan mencapai 25% untuk kelompok target tertentu. Meski demikian, pemanfaatan energi surya di Indonesia masih minim.  Berdasarkan data Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, realisasi kapasitas terpasang PLTS pada 2022 ialah 271,6 MW atau jauh di bawah rencana 893,3 MW,” papar Rizqi. 

Upaya lain untuk menjaga lingkungan dan mengurangi emisi adalah daur ulang. Robert Wanasida, Founder of Kopi Nako menuturkan, kedai kopi yang banyak digandrungi anak muda tersebut melakukan gerakan inisiatif Daur Baur untuk mengaplikasikan sustainable design atau desain berkelanjutan dalam arsitektur, furniture hingga branding Kopi Nako. Hal ini bisa dilihat, salah satunya, dari  susunan gelas plastik bekas di elemen dinding dan pagar (PanelDaur) kedai Kopi Nako Alam Sutera. Pemanfaatan susunan gelas plastik kemasan bekas yang ditata membentuk desain yang eye catching dan instagrammable untuk diabadikan. 

“Konsep daur baur ini dilatarbelakangi ketika kita ingin mengelola sampah plastik demi mengatasi lingkungan. Namun sulit bagi Kopi Nako untuk mengurangi sampah plastik ataupun zero waste. Hingga tercetus gerakan inisiatif daur baur serta kita juga melakukan edukasi terhadap karyawan untuk setidaknya memahami pengelolaan sampah plastik untuk peduli lingkungan. Kita juga bekerja sama dengan bank sampah dalam pengelolaannya,” jelas Robert Wanasida. 

Ratna Kartadjoemena, Founder of Paloma Sjahrir Foundation menceritakan perjalanannya dalam membangun sebuah hotel dengan  penggunaan bahan bekas, khususnya untuk membangun langit-langit dengan 1,7 ton plastik. Dalam proses pembangunan tersebut, Ratna mengakui pihaknya bekerjasama dengan arsitek yang paham karakteristik Indonesia apabila menggunakan seni yang ramah lingkungan. 

“Tidak hanya dalam proses pembangunan yang menerapkan ramah lingkungan, dalam operasional hotel tersebut juga menerapkannya dengan mengelola kebutuhan hotel melalui pemanfaatan daur ulang seperti pembuatan lilin dan, botol minum yang dapat diberikan secara cuma-cuma untuk tamu hotel. Kami juga memiliki lab daur ulang sampah yang bereksperimen dengan cara-cara baru untuk meregenerasi sampah seperti plastik dan styrofoam yang terdampar dari laut dan sungai, bahkan cangkang tiram dari restoran untuk menjadi produk baru seperti keranjang, furniture dan fasilitas tertentu,” kata Ratna. 

Road to ISEW 2023: Ajak Masyarakat Untuk Berpartisipasi Dalam Pengurangan Emisi Karbon di Indonesia

Melihat Indonesia yang bebas emisi melalui cermin masa depan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat melalui Kalkulator Karbon, Program CASE for Southeast Asia yang merupakan konsorsium antara Kementerian PPN/Bappenas, GIZ Indonesia dan Institute for Essential Services Reform (IESR) menggelar kampanye publik Road to Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2023 di Car Free Day (CFD) Jakarta (17/09/2023). 

“Program CASE bertujuan untuk merubah narasi transisi energi di Indonesia. Salah satu caranya adalah melalui peningkatan pemahaman publik terhadap isu transisi energi dan perubahan iklim. Melalui kampanye publik #IniMasaDepanKita, CASE ingin masyarakat lebih mengetahui bahwa Indonesia yang bebas emisi, akan lebih menguntungkan untuk semua pihak,” kata Agus Tampubolon, Manajer Program Clean, Affordable and Secure Energy (CASE) for Southeast Asia. 

Kampanye ini ingin menggaungkan penggunaan energi bersih di Indonesia, menuju Indonesia bebas emisi di tahun 2050. IESR melalui  Kalkulator Karbon yang dapat diakses di jejakkarbonku.id memperkenalkan pada masyarakat bahwa kegiatan sehari-hari yang kita lakukan juga menghasilkan emisi, sehingga dengan mengetahui jejak karbon diri sendiri, masyarakat bisa ikut mengurangi emisi karbon di Indonesia.

“Anak muda serta keluarga yang datang ke CFD ini punya semangat menjaga kesehatan, menjaga lingkungan. Lewat www.jejakkarbonku.id, mereka dengan mudah menghitung emisi karbon masing-masing kemudian mendapatkan saran pengurangan serta kesempatan berkomitmen langsung melakukan pengurangan,” jelas Irwan Sarifudin, Koordinator Generasi Energi Bersih IESR. 

Sekaligus juga mempromosikan acara Indonesia Sustainable Energy Week yang akan diselenggarakan di Hotel Kempinski, 10-13 Oktober 2023. ISEW 2023 mengambil tema “Bersatu menuju Sistem Energi yang Rendah Emisi” yang akan menjembatani dialog antara Pemerintah dengan akademisi, organisasi masyarakat sipil, orang muda dan pemangku kepentingan non-energi lainnya. Pendaftaran ISEW 2023 bisa dilakukan melalui: www.isew.energy-transition.id.

Metodologi Evaluasi Implementasi Kebijakan: Mekanisme yang Sangat Dibutuhkan

New York, 21 September 2023 – Komunitas global mendesak para pemimpin dunia untuk mengambil tindakan serius guna mengatasi dampak perubahan iklim. Menjelang COP 27 di Mesir tahun lalu, beberapa negara memperbarui komitmen mereka untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai status emisi nol bersih. Namun demikian, masih terdapat kesenjangan antara komitmen dan implementasi kebijakan serta tindakan untuk mencapai target yang telah ditentukan.

Untuk mengamati, menilai, dan memantau kemajuan suatu negara dalam implementasi kebijakan, Climate Transparency, sebuah kemitraan global antara organisasi penelitian dan Organisasi Masyarakat Sipil di negara-negara G20, telah mengembangkan metodologi untuk meninjau implementasi kebijakan dalam empat kategori: status hukum, institusi & tata kelola, sumber daya, dan pengawasan.

Yvonne Deng, Pakar Strategi Energi dan Iklim dari 7Gen Consulting, menekankan pentingnya memiliki instrumen pemantauan untuk meninjau kebijakan saat ini dan perannya dalam mencapai target iklim.

“Kami (Climate Transparency) menganalisis kesenjangan dan mendalami pendekatan sektoral untuk merekomendasikan kebijakan sektoral apa yang harus diambil suatu negara untuk mencapai ambisi tersebut,” kata Yvonne.

Afrika Selatan, salah satu negara yang mendapat perhatian global akhir-akhir ini sebagai penerima pertama pendanaan Just Energy Transition Partnership. Guy Cunliffe, Peneliti Sistem Energi di Universitas Cape Town menjelaskan bahwa sebagai negara yang menerima bantuan internasional, Afrika Selatan perlu menunjukkan akuntabilitas dalam pelaksanaan proyeknya.

“Pemantauan implementasi sangat penting untuk menunjukkan keberhasilan implementasi dan sebagai negara penerima, hal ini juga merupakan cara untuk menampilkan kemajuan proyek yang berkomitmen,” katanya.

Guy menambahkan bahwa sebagai penerima JETP pertama, Afrika Selatan telah meningkatkan ambisi iklimnya dan mencoba mengintegrasikan kapasitas energi terbarukan secara signifikan ke dalam jaringan listriknya. Namun dalam implementasinya, negara tersebut mengalami kendala dalam hal pasokan listrik. Kendala ini ‘memaksa’ mereka untuk menyesuaikan rencana dan kebijakan sekaligus mengubah struktur pasar energi dengan cepat. Hal ini hanya mungkin terjadi dengan pemantauan kebijakan yang berkelanjutan.

Mirip dengan Afrika Selatan, Indonesia, sebagai salah satu produsen batubara terbesar, pembangkit listriknya didominasi oleh batubara. Pada tahun 2022, Indonesia memperbarui target penurunan emisi dalam enhanced NDC, dari 29% menjadi 31,89% (unconditional) dan 41% menjadi 43,2% (conditional).

Wira Agung Swadana, Manajer Program Ekonomi Hijau di Institute for Essential Services Reform (IESR), mencatat bahwa selama masa transisi dari batubara, masih terdapat konflik kepentingan di antara para pemangku kepentingan, terutama karena kurangnya panduan yang jelas dari pemerintah mengenai transisi meliputi indikator dan arahan strategi.

“Meskipun Indonesia telah meningkatkan ambisinya dan tertuang dalam target NDC-nya, ekosistem pendukung (enabling environment) bagi para pengembang energi terbarukan masih belum cukup menarik. Masih belum ada insentif yang jelas bagi investor serta prosesnya yang masih cukup panjang,” jelas Wira.

RUU Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) yang sedang dalam proses, meskipun diyakini akan memberikan kerangka kebijakan yang kuat, sampai batas tertentu masih berupaya untuk memperpanjang penggunaan bahan bakar fosil dengan memasukkan teknologi CCS ke dalam opsi energi terbarukan.

Reformasi Kebijakan dan Kebutuhan Pembiayaan Lunak untuk Capai Target JETP

 

Jakarta, 6 September 2023-Draf dokumen perencanaan dan kebijakan investasi komprehensif (comprehensive investment and policy plan, CIPP) dalam kerja sama transisi energi yang adi (Just Energy Transition Partnership/JETP) sedang ditinjau oleh pemerintah Indonesia. Peninjauan ini dipandang sebagai upaya untuk memastikan bahwa pencapaian target JETP sejalan dengan realita yang ada. Hal ini disampaikan oleh Rachmat Kaimuddin Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi. Kemenko Marves pada Bloomberg CEO Forum at ASEAN (6/9).

“Sekretariat JETP telah menyerahkan peta jalan JETP, hasil dari 4 kelompok kerja yakni kelompok kerja teknis, pembiayaan, kebijakan, dan transisi berkeadilan. Saat ini masih dalam peninjauan untuk melihat kecocokan antara jenis energi dan teknologi yang dibutuhkan serta penurunan emisi di Indonesia, dan memastikan peta jalan JETP tersebut bisa dilaksanakan secara nyata,” jelas Rahmat.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) pada kesempatan yang sama menuturkan bahwa ketersediaan data yang terbatas menjadi salah satu kendala dalam penyusunan dokumen CIPP, terutama mengenai PLTU captive atau pembangkit yang dioperasikan oleh perusahaan tertentu untuk menyuplai pasokan listriknya sendiri.

“Dalam dua tahun terakhir, Indonesia mendorong kebijakan hilirisasi batubara yang akhirnya meningkatkan jumlah industri yang membangun fasilitas pengolahan mineral atau smelter, sehingga memperbanyak pembangkit PLTU batubara captive untuk melistriki smelter tersebut. Sementara saat JETP disepakati pada 2022, data yang digunakan masih menggunakan data tanpa penambahan PLTU captive tersebut,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Fabby menyampaikan untuk menciptakan ruang yang lebih besar bagi pengembang energi terbarukan, pemerintah perlu mengevaluasi kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) pada batubara yang membuat harga batubara seolah-olah rendah. Ia menilai, reformasi kebijakan ini perlu pula dibicarakan hingga ke tataran legislatif. Selain itu, ia juga menyoroti tarif listrik dari PLTU batubara yang relatif lebih rendah dibandingkan energi terbarukan. Hal ini membuat perusahaan utilitas Indonesia, PLN, memiliki pilihan yang terbatas untuk mendorong pemanfaatan energi terbarukan. Padahal, tambahnya, tarif listrik yang setara antara energi fosil dan energi terbarukan akan membuat perusahaan utilitas mempunyai cukup modal untuk berinvestasi di energi terbarukan.

Dari sisi pembiayaan, Fabby menuturkan Indonesia membutuhkan masif investasi untuk mempercepat pembangunan energi terbarukan.

“Untuk mencapai target JETP yakni 34% bauran energi terbarukan pada 2030, setidaknya Indonesia perlu membangun sekitar 40 GW kapasitas energi terbarukan. Hal ini tentu saja menantang dari perspektif rantai pasok maupun dalam proses penyediaannya sehingga Indonesia sangat membutuhkan instrumen pembiayaan yang tepat. Di JETP sendiri, Indonesia membutuhkan pembiayaan lunak dengan bunga yang rendah,” tutupnya.

Melangkah Lebih Hijau: Upaya Jawa Tengah dalam Menarik Investasi Berkelanjutan

Jateng Investment

Magelang, 21-22 Agustus 2023 – Jawa Tengah ditargetkan bisa meraih investasi hijau hingga Rp 65 triliun di tahun 2023 (berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan demi mencapai target nol emisi karbon (net zero emission/NZE). Untuk itu, kebutuhan investasi hijau harus dilakukan secara ramah lingkungan, berkomitmen mendidik tenaga kerja lokal, melakukan transfer teknologi, dan melakukan hilirisasi produk. Selain itu, di dalam penyusunan proyek investasi hijau di dalamnya harus memperhatikan aspek-aspek yang berkelanjutan.

Selaras dengan upaya peningkatan ekonomi berkelanjutan daerah, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) berkolaborasi dengan Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah menyelenggarakan kegiatan Central Java Investment Business Forum (CJIBF) 2023. Kegiatan ini menjadi wujud sinergitas Pemerintah Daerah, Bank Indonesia dan pelaku usaha dalam rangka meningkatkan pertumbuhan investasi di Jawa Tengah dan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. CJIBF 2023 menjadi salah satu sarana bagi para investor untuk berinvestasi di Jawa Tengah.  Selama kegiatan CJIBF berlangsung,  kepeminatan investasi berhasil mencapai Rp 18.5 triliun.

Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah menuturkan, realisasi investasi hijau tidak hanya fokus pada investasinya saja tetapi juga perlu membangun ekosistem investasi baik di tingkat masyarakat maupun di tingkat pemerintahan daerah. Jika ekosistem investasi sudah terbentuk dengan baik, pemerintah harus ikut membantu dalam kemudahan perizinan dan pelayanan, pemberian insentif (kecepatan pelayanan, komitmen, pemenuhan kewajiban), hingga peningkatan sumber daya manusia (SDM) atau tenaga kerja yang unggul di daerah-daerah Jawa Tengah.

“Salah satu upaya penting yang direncanakan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam rangka mekanisme/pemetaan peningkatan SDM untuk meningkatkan investasi hijau di Jawa Tengah yaitu  pembangunan sekolah-sekolah vokasi atau sekolah menengah kejuruan (SMK) dan membuka jurusan khusus tentang energi terbarukan,” papar Ganjar Pranowo. 

Selain itu, Ganjar menyatakan, pemerintah perlu mensinergikan dan mengintegrasikan antara kebutuhan tenaga kerja di dunia usaha atau industri dengan kurikulum dan pembelajaran di sekolah menengah kejuruan (SMK). Dengan demikian, daerah berkomitmen dalam mendidik tenaga kerja lokal sesuai dengan spesifikasi/ tenaga kerja yang diinginkan oleh perusahaan sehingga mampu bersaing.

Di sisi lain, Staf Ahli Bidang Ekonomi Makro Kementerian Investasi/BKPM, Imam Soejoedi, mengungkapkan bahwa Provinsi Jawa Tengah merupakan lokasi yang sangat bagus untuk berinvestasi. Melalui gelaran CJIBF 2023, prospek investasi dan daya saing ekonomi Jawa Tengah diharapkan dapat menjadi semakin solid dan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan berkelanjutan. 

Imam menilai, para investor melihat investasi di Jawa Tengah (Jateng) itu lebih efektif dan efisien. Jateng juga memiliki nilai incremental capital-output ratio (ICOR) yang rendah, ini menandakan semakin rendah ICOR maka investasi juga semakin efisien. Keberhasilan investasi di Jateng juga didukung oleh kepercayaan investor terhadap pemerintah daerah. 

“Sudah banyak investor yang masuk ke Jawa Tengah, masuk pabrik kaca terbesar di Asia Tenggara, industri Nestle dan industri baterai di Batang, ada juga industri makanan di Kendal. Investasi itu terkait dengan kepercayaan (trust). Sehebat apapun lokasinya, kalau pemerintah pusat dan daerahnya tidak dipercaya oleh investor, mereka pasti akan pindah ke provinsi atau daerah lain,” ucap Imam. 

Sementara itu, Hendri Saparini, Founder dan Ekonom Senior CORE Indonesia mengatakan bahwa Jawa Tengah perlu bersiap-siap dan bersaing dalam segi investasi hijau dan berkelanjutan di tingkat nasional maupun internasional. Pergerakan investasi hijau menuju ke sektor berkelanjutan dan ke arah global, perlu diimbangi dengan pemahaman edukasi dan mendorong terciptanya ekosistem investasi di tingkat masyarakat hingga pemerintah daerah. 

“Untuk itu, Jawa Tengah memerlukan peta jalan (roadmap) hijau yang jelas yang telah didukung oleh legislatif masing-masing kabupaten/kota. Selain itu, komitmen yang tinggi dalam pemberian insentif kepada perusahaan dan investor juga menjadi hal penting dalam pertumbuhan investasi hijau di Jawa Tengah. Hal ini bertujuan untuk menarik para investor dan memudahkan jalan bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Jawa Tengah,” jelas Hendri Saparini.