Butuh Dukungan Penuh Presiden

Jakarta, KOMPAS — Pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri butuh dukungan penuh kebijakan Presiden. Sampai saat ini, Peraturan Presiden yang disiapkan terkait pengembangan kendaraan listrik masih belum juga diteken. Tanpa dukungan Presiden, pengembangan kendaraan listrik diperkirakan bakal temui banyak kendala.

Dasar pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri sudah ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional. Dalam lampiran Perpres tersebut, pada 2025, target pengembangan kendaraan listrik roda empat sebanyak 2.200 unit, sedangkan untuk roda dua sebanyak 2,1 juta unit. Pemerintah juga menyebut tengah menyiapkan Perpres percepatan pengembangan kendaraan listrik di dalam negeri.

“Karena pengembangannya melibatkan lintas kementerian dan lembaga, maka diperlukan perangkat hukum yang pembahasannya sekarang dalam bentuk perpres. Harus ada arahan dalam perpres mengenai peta jalan pengembangan kendaraan listrik, serta tanggung jawab setiap kementerian dan lembaga,” ujar Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa saat dihubungi, Minggu (20/5/2018), di Jakarta.

Menurut Fabby, diperkirakan bakal ada tarik ulur pengembangan kendaraan listrik dengan industri kendaraan konvensional (berbahan bakar minyak) yang sudah terlanjur mapan. Oleh karena itu, pemerintah harus menyiapkan masa transisi. Harus ada target waktu pelarangan penjualan kendaraan konvensional, yaitu apakah mulai 2030 atau 2040 seperti yang diwacanakan dalam perpres.

“Juga perlu target yang jelas untuk instrumen pendukung, misalnya pemerintah mematok target pada 2022 pajak penjualan kendaraan konvensional dinaikkan. Seiring dengan itu, pajak kendaraan listrik diturunkan. Pemerintah juga harus mendorong tumbuhnya industri pendukung pengembangan kendaraan listrik mulai dari sekarang,” kata Fabby.

Pada Juli 2017, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan melempar wacana penyusunan perpres tentang kendaraan listrik di Indonesia. Dalam peraturan itu, penjualan kendaraan berbahan bakar minyak akan dilarang mulai 2040. Pemerintah juga menargetkan membangun setidaknya 1.000 stasiun pengisian listrik umum (SPLU).

Soal perkembangan perpres tersebut di atas, menurut Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama pada Kementerian ESDM Agung Pribadi, pembahasan isi perpres belum tuntas. Diskusi intensif dengan Kementerian Perindustrian terus berlangsung. Ia tidak dapat memastikan kapan perpres tersebut segera diteken Presiden.

Pekan lalu, dalam diskusi dengan Kompas, Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tsani Annafari mengatakan, pihaknya telah berikirim surat kepada Presiden terkait rencana pengembangan kendaraan listrik nasional. Menurut dia, surat tersebut pada intinya berupa dukungan mendorong hilirisasi hasil riset perguruan tinggi dan memperkuat industri dalam negeri terkait pengembangan kendaraan listrik nasional.

Dalam surat yang ditandatangani Ketua KPK Agus Rahardjo tersebut di atas, KPK mendorong segera disahkannya Perpres tentang Percepatan Kendaraan Listrik Nasional. Dalam surat itu juga disinggung bahwa Indonesia harus mempunyai kendaraan listrik bermerk nasional sebagai wujud kemandirian bangsa. Skema insentif pengembangan kendaraan listrik nasional, baik fiskal dan non fiskal, harus dapat menciptakan iklim kondusif bagi tumbuhnya industri kendaraan listrik di dalam negeri.

“Kebijakan ini membutuhkan sinergi lintas kementerian dan lembaga agar rencana kendaraan listrik nasional benar-benar bisa terwujud,” ujar Tsani.

Mengutip Bloomberg, China merupakan salah satu negara yang mengembangkan mobil listrik secara masif. Penjualan mobil listrik global yang tahun lalu mencapai 1 juta unit untuk pertama kalinya, lebih dari separuhnya terjual di China. China memberikan potongan harga untuk pembelian mobil listrik dan mengenakan denda kepada produsen mobil konvensional dengan emisi gas buang yang melampaui batas yang ditetapkan.

Sumber:Kompas.id

Pergerakan ICP ke depan Masih Dinamis, Pemerintah Harus Siap Opsi Kebijakan

Jakarta-Kontan.id. Indonesia Crude Price (ICP) kembali mengalami kenaikan pada bulan Maret 2018 naik sebesar US$ 0,26 per barel menjadi US$ 61,87 per barel. Sementara pada bulan Februari sebesar US$ 61,61 per barel.

Pengendara sepeda motor mengisi bbm jenis premium di SPBU Pertamina Ciputat Tangerang Selatan, Senin (2/4). Penyaluran premium di Jawa, Madura dan Bali turun 35% menjadi 1,32 juta kiloliter sepanjang kuartal I 2018 dibandingkan dengan periode sama pada 2017 sebanyak 2.03 juta kiloliter./pho KONTAN/carolus Agus Waluyo/02/04/2018.

 

Pengamat Ekonomi ADB Institute Eric Sugandi mengatakan, ICP merupakan harga patokan pemerintah dalam menyusun APBN, baik untuk sisi penerimaan maupun pengeluaran.

Kenaikan harga minyak di satu sisi meningkatkan tekanan terhadap pos subsidi APBN, di sisi lain bisa menaikkan penerimaan pemerintah.

“Net-net saya perkirakan dampaknya terhadap APBN masih positif, karena mekanisme penetapan harga BBM tidak lagi menggunakan fixed price yang mengharuskan pemerintah menjaga harga pada level tertentu,” ujarnya kepada kontan.co.id, Minggu (8/4).

Eric memprediksi, jika ICP terus naik, maka penerimaan pemerintah dari pajak migas ikut naik.

“Kelihatannya harga minyak dunia masih akan naik trennya seiring dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi global yang tingkatkan demand dan pembatasan produksi oleh OPEC dan Rusia,” jelasnya.

Sementara itu, pengamat Energi Fabby Tumiwa mengatakan, kenaikan harga ICP pekan ini lebih di pengaruhi oleh keputusan Saudi Aramco menaikkan harga minyak mentah.

Hal tersebut untuk konsumen dari Saudi Aramco di benua Asia dan untuk kontrak bulan mendatang.

Dia memprediksi, pergerakan ICP ke depan masih akan dinamis, dan bergerak pada kisaran US$ 60,5 hingga US$ 65 per barel.

“Masih akan dinamis bergerak, bisa naik dan turun. Tergantung pada kondisi-pasokan dan permintaan minyak, kondisi kilang, nilai dollar dan lainnya. Bisa jadi Mei harga minyak naik karena beberapa kilang lakukan perawatan,” jelasnya.

Untuk itu, Fabby memberikan saran bagi pemerintah dan Pertamina yang harus siap dengan opsi dan intervensi kebijakan yang tepat, sesuai situasi yang dihadapi.

Sumber : Kontan.co.id

Penugasan Blok Terminasi ke Pertamina Perlu Dikaji Ulang

Jakarta-iNEws. Penugasan yang diberikan pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) untuk mengelola blok minyak dan gas bumi (migas) yang habis masa kontraknya dinilai perlu dikaji ulang. Pasalnya, keputusan untuk melibatkan Pertamina sebagai operator blok terminasi akan merugikan Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) sebelumnya, sekaligus berpotensi memberatkan BUMN migas itu sendiri.

Anggota Komisi VII DPR Kardaya Warnika menilai, ada yang salah dengan mekanisme penugasan Pertamina sebagai operator blok terminasi. Hal tersebut menurutnya akan mengganggu iklim investasi di sektor hulu migas. Terlebih Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM melansir akan ada 26 blok migas yang akan habis kontraknya mulai tahun ini sampai 2026 mendatang.

Contoh terbaru adalah hilangnya nama China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) dan PT Saka Energi Indonesia dalam daftar pemegang hak partisipasi (PI) anyar blok Southeast Sumatra (SES) yang akan habis kontraknya tahun ini.

“Mundurnya CNOOC karena mereka tidak tertarik untuk menjalin kerja sama dengan Pertamina. Selain itu, ada dua penyebab lain seperti kapasitas minyak yang sudah habis dan iklim investasi yang tidak menarik,” kata Kardaya, Sabtu (7/4/2018).

Dia melihat, iklim investasi migas di Indonesia semakin tidak kondusif dengan ditetapkannya Pertamina secara otomatis sebagai operator blok migas terminasi. Pasalnya, KKKS memerlukan kepastian hukum sebelum memutuskan untuk menanamkan investasi berjumlah besar yang baru akan balik modal dalam jangka panjang.

“Ini masih menjadi masalah ditambah lagi revisi Undang-Undang (UU) Migas masih belum jelas, akibatnya investor menunggu dan bisa beralih ketempat lain,” kata dia.

Kardaya menambahkan, penunjukkan Pertamina sebagai operator blok terminasi juga berpotensi merugikan BUMN tersebut. “Kalau ternyata gagal mengelola blok tersebut, tentu akan mengganggu kinerja perseroan. Seharusnya mereka bisa menolak dan melakukan kajian dulu jika ditawarkan sebagai operator. Tapi kan sebagai BUMN, Pertamina mau tidak mau harus menerima perintah dari pemerintah,” tutur dia.

Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa meminta pemerintah untuk mengkaji kembali efektivitas kebijakan yang baru dibuatnya tersebut. “Tujuan awal menjadikan Pertamina operator blok terminasi kan agar ada produksi yang konstan. Produksi seperti ini tentu harus dibarengi dengan injeksi kapital. Kalau blok itu tidak ekonomis lalu dibebankan semuanya ke Pertamina, maka kapital dia bisa habis,” kata Fabby.

Ia juga mengatakan, tidak bisa dipastikan Pertamina bisa menjaga tingkat produksi blok migas yang dialihkan hak operatornya. “Jangan menjadi negara yang semuanya ingin dikerjakan oleh BUMN. Investasi swasta juga perlu, tujuannya untuk membagi risiko karena industri migas ini high risk, high capital, jadi jangan semua risikonya dikasih ke Pertamina,” kata Fabby.

Sumber : inews.id

DPR Berkomitmen Dukung Pengembangan Sektor EBT

JAKARTA-Antara News. Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Herman Khaeron mengungkapkan, pihaknya berkomitmen mendukung pengembangan sektor energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia, salah satu bentuknya ialah dengan merancang undang-undang energi terbarukan.

Mengatur seluruh spektrum pengembangan sektor EBT, dari hulu hingga ke hilir, UU ini nantinya diharapkan mampu mendukung upaya pemerintah menjadikan EBT sebagai salah satu komponen untuk mewujudkan kedaulatan dan ketahanan energi nasional. Hal ini sejalan dengan target pemerintah untuk meningkatkan porsi EBT pada bauran energi nasional sebesar 23 persen pada 2025.

“Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Energi Terbarukan telah dibentuk dan saya ditunjuk sebagai ketuanya,” ujar Herman saat ditemui di kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Selasa.

Dirinya menyampaikan, penyusunan UU telah sampai pada tahap evaluasi konsepsi naskah akademik. Selain itu, Panja juga telah menyusun dasar filosofis, sosiologis, dan yuridis. “Dalam waktu dekan, kami akan menggelar Focused Group Discussion yang melibatkan sejumlah pemangku kepentingan sektor EBT,” ungkapnya.

Herman menggarisbawahi, UU ini, tak kalah penting, diharapkan dapat menjadi solusi terhadap tantangan terkait harga listrik berbasis EBT di Indonesia yang masih cukup mahal bila dibandingkan dengan sejumlah negara yang telah akrab dengan EBT seperti Denmark dan Amerika Serikat.

“Di Denmark dan Amerika Serikat harga jual (EBT) hanya berkisar 4 sen/kWh. Oleh karena itu, ini tantangan, baik bagi DPR dan juga kementerian ESDM, untuk merancang UU yang dapat menjadi solusi terhadap tarif listrik berbasis EBT,” ungkapnya.

Nafas baru bagi pengembangan sektor EBT

Ditemui di tempat terpisah, pengamat energi Fabby Tumiwa mengatakan hadirnya UU Energi Terbarukan akan memberikan nafas baru terhadap pengembangan EBT di Indonesia, khususnya dalam hal penataan regulasi. Hal ini akan berdampak positif untuk menstimulasi laju investasi di sektor EBT, yang pada akhirnya membantu mencapai target EBT sebesar 23 persen dalam bauran energi pada 2025.

“Jelas, undang-undang ini akan memberikan nafas baru khususnya bagi industri dan investor. Pengembangan EBT jadi lebih pasti dan kebijakan insentif untuk energi terbarukan pun jadi lebih terjamin,” katanya.

Fabby menambahkan, UU energi terbarukan diharapkan akan memberi jalan terhadap terbentuknya lembaga khusus yang akan mengelola sektor EBT, mulai dari perancangan regulasi, pengelolaan hingga pendanaan proyek.

“Bisa juga dibuat badan pengembangan energi terbarukan, tapi bisa juga memperkuat peran Dirjen EBTKE, dalam hal perencanaan, sedangkan untuk pendanaan proyek ET diberikan ke lembaga lain,” pungkas Fabby.

Sumber Antaranews.com

Pemerintah Disarankan Bangun Jaringan Gas di Pemukiman Baru dan Hunian Vertikal

Jakarta-ANTARA News – Pengamat energi Fabby Tumiwa menyarankan untuk memprioritaskan pembangunan jaringan gas di kawasan permukiman baru dan komplek hunian vertikal.

“Membangun jaringan gas kota terkendala dengan persetujuan warga, pembangunan infrastruktur gas utama, dan stabiltas pasokan gas. Idealnya jaringan gas dibangun di kawasan permukiman baru dan kompleks hunian vertikal,” kata Fabby kepada Antara di Jakarta, Senin.

Fabby yang juga menjabat sebagai Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) ini menjelaskan bahwa jaringan gas primer tetap harus dibangun meskipun kendala ketersediaan lahan akan menjadi masalah utama.

“Kalau melihat target yang 1,9 juta sambungan baru plus realisasi dan rencana 2018 baru mencapai 300 ribu sambungan. Saya pikir target RPJMN tersebut sukar tercapai,” katanya.

Selain menyoroti ketersediaan lahan, Fabby melihat realisasi target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Sebelumnya, Mantan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ego Syahrial, menyatakan pembangunan jaringan gas dalam Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 menargetkan 1,9 juta sambungan rumah tangga terbangun sampai 2019.

Hal ini terkait dengan kegiatan pembangunan jaringan gas bumi rumah tangga tercantum dalam RPJMN 2015- 2019 untuk memenuhi energi bersih murah ramah lingkungan dan efisien, bahkan jadi perhatian presiden dan jadi proyek strategis nasional.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral melalui Ditjen Migas telah melaksanakan pembangunan jaringan gas, sejak 2009 sampai dengan tahun 2017 dengan jumlah sambungan sebesar 228.515 Sambungan Rumah (SR) di 15 Provinsi meliputi 32 Kabupaten Kota. Sedangkan 2018, pemerintah membangun 78.315 jargas di 16 kabupaten dan kota.

Sumber :Antaranews

Kebijakan Soal Mobil Listrik Ditunggu

JAKARTA, KOMPAS–Pengembangan kendaraan listrik kian mendesak di tengah situasi harga minyak yang terus menanjak. Sampai sekarang, rencana penerbitan peraturan presiden mengenai pemanfaatan tenaga listrik untuk transportasi belum ada titik terang.

Padahal, selain lebih ramah lingkungan, kendaraan listrik juga mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak.

Wiebe Wakker (31) warga negara Belanda duduk di mobil listriknya ketika singgah di Banyuwangi, Rabu (14/3). Wiebe sedang dalam misi perjalanan dari Belanda ke Australia sejauh 70.000 km untuk membawa pesan pentingnya energi berkelanjutan dan kendaraan ramah lingkungan.

 

”Belum rampung. Saya tidak bisa memastikan apakah tahun ini bisa selesai,” ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi saat ditanya mengenai kemajuan penyusunan peraturan presiden (Perpres) tersebut, Senin (2/4/2018), di Jakarta.

Pada Juli 2017, Menteri ESDM Ignasius Jonan melempar wacana penyusunan Perpres tentang kendaraan listrik di Indonesia. Dalam peraturan itu, penjualan kendaraan berbahan bakar minyak akan dilarang mulai 2040. Pemerintah juga menargetkan membangun setidaknya 1.000 stasiun pengisian listrik umum (SPLU).

Direktur Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan, pengembangan kendaraan listrik di Indonesia sangat bergantung pada kebijakan pemerintah. Dalam kebijakan tersebut sebaiknya diatur soal insentif untuk pengguna kendaraan listrik, bukan pada produsen. Selain itu, infrastruktur berupa SPLU sebaiknya diperbanyak.

”Kebijakan itu akan terus ditunggu. Di sejumlah negara sudah ada pembatasan pemakaian kendaraan berbahan bakar minyak. Bagaimana di Indonesia? Bagaimana visi 20 atau 30 tahun ke depan? Apakah akan tetap membolehkan kendaraan berbahan bakar fosil atau mewajibkan pemakaian kendaraan listrik? Itu mesti diperjelas,” ujar Fabby.

Di Indonesia, PLN telah membangun 875 SPLU di sejumlah kota besar, seperti DKI Jakarta, Bandung, Makassar, Surabaya, Lampung, dan Pekanbaru. Menurut Kepala Satuan Komunikasi Korporat PT PLN I Made Suprateka, PLN tengah mengembangkan pengisian ulang daya listrik kendaraan secara cepat.

Mengutip Bloomberg, China merupakan salah satu negara yang mengembangkan mobil listrik secara masif. Penjualan mobil listrik global yang tahun lalu mencapai 1 juta unit untuk pertama kalinya, lebih dari separuhnya terjual di China. China memberikan potongan harga untuk pembelian mobil listrik dan mengenakan denda kepada produsen mobil dengan emisi gas buang yang melampaui batas yang ditetapkan.

90 Regulasi Penghambat Investasi Dicabut, Menteri ESDM: Kita Harus Business Friendly, Investment Friendly

Jakarta-Industry.co.id – Jakarta, Sejumlah aturan yang ada di sektor migas, mineral dan batubara, ketenagalistrikan, dan energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) dianulir oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Aturan-aturan tersebut dinilai telah menghambat masuknya investasi di sejumlah sektor tersebut.

Pemerintah terus mengupayakan pengembangan infrastruktur pembangkit listrik termasuk yang berbasis energi baru terbarukan (EBT), eksplorasi sektor minyak dan gas serta pertambangan mineral dan batubara, yang tentunya amat padat modal.

Sehingga masih sangat dibutuhkan peran serta dari pihak swasta untuk terlibat dalam pengembangan tersebut.

Masuknya investasi di sektor-sektor tersebut memang diharapkan bisa menciptakan lapangan kerja baru, termasuk ikut mendorong pertumbuhan ekonomi di Tanah Air.

Sayangnya sejumlah kendala menjadi alasan para investor ’emoh’ mengucurkan dana investasinya di sektor-sektor tadi.

Salah satunya adalah kendala berupa regulasi.

Dengan alasan inilah, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kembali melakukan penataan puluhan regulasi dan perizinan yang dinilai tumpang tindih dan sudah tidak relevan.

Sejauh ini, sebanyak 90 regulasi dan 96 sertifikasi atau rekomendasi serta perizinan di sektor ESDM telah dicabut.

Regulasi dan perizinan tersebut tersebar pada subsektor minyak dan gas bumi (migas), mineral dan batubara (minerba), ketenagalistrikan, energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) juga regulasi pada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Badan Pengatur Hilir Migas (BPH Migas).

“Regulasi yang dicabut atau direvisi totalnya adalah 90 dan sedangkan sertifikasi/rekomendasi perizinan sebanyak 96. Jadi, totalnya ada 186,” ujar Menteri ESDM Ignasius Jonan pada konferensi pers Penataan Regulasi Sektor ESDM di Kantor Kementerian ESDM Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurut Jonan, penyederhanaan perizinan merupakan amanat Presiden RI Joko Widodo agar menumbuhkan daya saing ekonomi buat dunia usaha.

“Sesuai arahan Bapak Presiden bahwa kita harus business friendly, investment friendly. Tujuannya supaya kita dapat menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi akan tetap bisa meningkat,” ujarnya.

Dari total 90 regulasi yang telah disederhanakan, rinciannya adalah sebagai berikut.

Sebanyak 18 regulasi dari migas, 20 regulasi ketenagalistrikan, 32 pada minerba, 5 regulasi EBTKE, 12 aturan pelaksanaan pada SKK Migas dan 3 regulasi pada BPH Migas.

Sementara dari 96 sertifikasi/rekomendasi/perizinan yang dicabut adalah 23 datang dari migas, 64 dari minerba dan 9 dari EBTKE.

Beberapa contoh konkrit perizinan di bidang migas yang dihapus antara lain Rekomendasi Tenaga Kerja Asing (izin mempergunakan tenaga kerja asing/IMTA dan rencana penggunaan tenaga kerja asing/RPTKA), Surat keterangan penyalur BBM, Surat Keterangan Terdaftar (SKT) perusahaan penunjang migas, persetujuan design dan persetujuan penggunaan peralatan migas.

Di bidang ketenagalistrikan, dampak dari 20 regulasi yang dicabut antara lain memperlancar Dwelling Time Pemindahan inspeksi dari border ke post border dan memperjelas pengklasifikasian produk peralatan tenaga listrik sehingga lebih mudah dalam pengawasan.

Sedangkan di bidang mineral dan batubara, dari 64 perizinan yang dihapus antara lain tanda registrasi untuk perusahaan pengangkutan dan penjualan, izin prinsip pengolahan dan/atau pemurnian, SKT minerba, dan rekomendasi tenaga kerja asing.

Untuk bidang EBTKE, contoh konkrit perizinan yang dihapus misalnya izin penggunaan gudang bahan peledak panas bumi, rekomendasi Pembelian dan penggunaan bahan peledak panas bumi, rekomendasi pemusnahan bahan peledak Panas Bumi, Rekomendasi RPTKA dan IMTA, penerbitan Sertifikat Kelayakan Penggunaan Peralatan dan Instalasi Panas Bumi dan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) Jasa Penunjang Panas Bumi.

Sedangkan peraturan di SKK Migas yang dihapus sebanyak 12 regulasi atau Pedoman Tata Kelola (PTK) yang dampaknya mempersingkat proses birokrasi pengadaan tanah, pengawasan pengelolaan Kesehatan, Keselamatan Kerja dan Lindungan Lingkungan (K3LL), monitoring dan evaluasi keandalan fasilitas operasi hulu migas.

Mengomentari langkah deregulasi di ESDM ini, Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menyebut bahwa sejumlah aturan yang dicabut di antaranya memang sudah tidak relevan lagi karena ada aturan baru yang mengubahnya.

Sedangkan untuk sektor migas ada beberapa peraturan yang nantinya akan digabung dalam Peraturan Menteri (Permen) yang sedang disusun.

Namun ia menilai dampak pada investasi migas masih belum bisa diukur.

Menurutnya pencabutan dari peraturan baru yang disusun beserta implementasinya itu bisa berpengaruh besar terhadap investasi, jika kualitas aturan itu mampu membuat investor tertarik.

“Para pelaku usaha memang berharap proses perizinan bisa ringkas, transparan dan cepat, sehinga bisa mendukung peningkatan keekonomian migas, serta memberikan kepastian investasi jangka panjang dengan proses yang terukur,” paparnya.

Berikut,Peraturan yang dicabut di Ketenagalistrikan (Digabung dalam Permen ESDM No 2 Tahun 2018 Tentang Pemberlakuan Wajib SNI di Bidang Ketenagalistrikan):

1.Permen 38 Tahun 2005 Peranti Listrik Rumah Tangga dan Sejenisnya : Persyaratan Umum.

2.Permen 34 Tahun 2005 SNI Frekuensi Standar.

3.Permen 36 Tahun 2014 PUIL.

4.Permen 9 Tahun 2007 SNI Wajib MCB.

5.Permen 10 Tahun 2007 SNI Wajib Saklar.

6.Permen 12 Tahun 2007 SNI Wajib Tusuk-Kontak Dan Kotak-Kontak.

7.Permen 19 Tahun 2012 Perubahan Permen15 Tahun 2009 SNI Wajib Kendali Lampu (Ballast).

8.Permen 20 Tahun 2012 Perubahan Permen16 Tahun 2009 SNI Wajib CCB.

9.Permen 21 Tahun 2012 Perubahan Permen017 Tahun 2009 SNI Wajib Luminer.

10.Permen 11 Tahun 2007 SNI Kipas Angin.

11.Kepmen 207 K/30/MEM/2003 Th 2003 SNI Wajib Tanda Keselamatan Pemanfaat Listrik.

Berikut,5 Kepmen ESDM Terkait Ketenagalistrikan yang Dicabut:

1.Keputusan Mentamben No 996K/43/M.PE/1999 (Telah diatur dalam Permen ESDM No 50 tahun 2017).

2.Keputusan Menteri ESDM No 1455K/40/MEM/2000 (Telah diatur dalam UU No. 30/2009 & PP No. 14/2012 jo. PP No. 62/2012, Permen ESDM No 35 /2013 dan Permen ESDM No 29/2012).

3.Keputusan Menteri ESDM No 1122K/30/MEM/2002 (Telah diatur dalam Permen ESDM No 35 /2013 dan Permen ESDM No 50/2017).

4.Keputusan Menteri ESDM No 813K/30/MEM/2003.

5.Keputusan Menteri ESDM No 865K/30/MEM/2003 (Telah diatur dalam Permen ESDM No. 24/2015).

Sumber : Industry.co.id

Rencana Penyediaan Tenaga Listrik 2018-2027, Energi Terbarukan Banyak Terpangkas daripada Batubara

Jakarta-MONGABAY INDONESIA. Pemerintah sudah mengeluarkan revisi rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) 2018-2027 yang disetujui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 13 Maret lalu.

Dalam RUPTL itu, pemerintah menurunkan total rencana pembangunan pembangkit dari 78.000 megawatt jadi 56.024 megawatt, dengan hanya 5.000 megawatt PLTU batubara di Jawa, terpangkas termasuk ekspansi PLTU Cilacap dan Indramayu.

Sedangkan kapasitas pembangkit energi terbarukan terpangkas 14.912 megawatt dari sebelumnya 21.500 megawatt. . Pembangkit listrik tenaga air dikurangi 1.000 megawatt.

Pemerintah kemudian menetapkan target bauran energi pembangkit akhir 2025, batubara 54,4%, energi terbarukan 23%, gas 22,2 % dan BBM 0,4%.

Total rencana pembangunan transmisi berubah jadi 63.855 kms, gardu induk 151.424 MVA, jaringan distribusi 526.390 kms, dengan total rencana pembangunan gardu distribusi 50.216 MVA.

Perubahan ini berdasarkan proyeksi rata-rata pertumbuhan kebutuhan listrik 6,86%, turun dari proyeksi tahun lalu, 8%.

Ignasius Jonan, Menteri ESDM mengatakan, perubahan itu berdasarkan proyeksi, intinya commercial operation date (COD) dicocokkan pada proyeksi kebutuhan listrik setiap wilayah di Indonesia.

Perubahan RUPTL ini, katanya, karena realisasi indikator makro ekonomi yang berdampak pada pertumbuhan penjualan tenaga listrik PLN tahun 2017 lebih rendah dari target RUPTL PLN 2017-2026. Dengan begitu, perlu penyesuaian jadwal beroperasi pembangkit baru.

Dalam RUPTL terbaru, pemerintah menyatakan telah mengakomodasi percepatan elektrifikasi lebih 2510 desa belum berlistrik, peningkatan sumber energi setempat untuk pembangkit tenaga listrik yaitu batubara mulut tambang, gas wellhead, biogas, biomassa, tenaga air, sinar matahari dan tenaga angin.

KESDM, katanya, terus mendorong pengembangan energi terbarukan dengan harga terjangkau. “RUPTL revisi ini telah mengakomodasi pemanfaatan energi terbarukan dalam perencanaan pembangunan pembangkit listrik.”

Rasio elektrifikasi

Meski mengurangi kapasitas pembangkit, pemerintah optimis target rasio elektrifikasi 99,9% pada 2019 tercapai. Syofvi Felienty Roekman, Direktur Perencanaan Korporat PLN, mengatakan, akan berusaha memenuhi target rasio elektrifikasi desa akhir 2018.

“Kalau dibilang ini berat, kami bilang ini sangat menantang,” katanya dalam energy talk di Jakarta awal Maret.

Saat ini, dalam catatan PLN, ada 3.660 desa belum berlistrik. Berbeda dari data sebelumnya menyebutkan sekitar 2.500 desa masih gelap.

Menurut Syofvi, jumlah desa berkembang karena pemekaran dan beberapa desa yang tak mau masuk listrik, seperti Desa Badui Dalam.

Tantangan berat PLN, katanya, salah satu penurunan permintaan rata-rata 4% setiap tahun pada minimal tiga tahun terakhir. Sebelumnya, permintaan bisa 5%, bahkan pernah 11%.

Konsumsi listrik rumah tangga juga menurun, salah satu karena pelanggan kini tak hanya konsumsi listrik juga produksi, misal pembangkit listrik tenaga surya di rumah mereka.

Alih-alih menambah konsumsi, ada pelanggan bahkan bisa tagihan minus karena memproduksi listrik.

Kalau tahun lalu pemerintah fokus menerangi desa, pada 2018, PLN fokus pada jumlah rumah. Sasaran utama, katanya, rumah-rumah di daerah terpencil, terdepan dan terisolasi.

“Ini jadi tantangan lain bagi PLN.”

Menurut Syofvi, jika biaya pemasangan listrik baru di Jawa hanya Rp1,5-2 juta, di area terpencil bisa Rp100-Rp200 juta per rumah. Biaya besar terutama untuk pembangunan infrastruktur. Terlebih sejak 2015, infrastruktur ditanggung penuh PLN.

Tahun ini, katanya, PLN perlu Rp1 triliun hanya untuk melistriki desa. Investasi PLN per tahun mencapai Rp120 triliun, dimana 15,59% untuk listrik.

Pembangkit listrik biomassa dari bambu di Mentawai. Foto: dari presentasi Jaya Wahono/ Mongabay Indonesia

Tarif tetap

Pemerintah juga berkomitmen, tak akan menaikkan tarif listrik sampai 2019. Pemerintah menampik kebijakan ini karena tahun politik.

“Ini untuk menjaga daya beli masyarakat,” kata Jonan.

Lantas bagaimana cara menjaga kesehatan keuangan PLN kala harus menembus daerah terpencil tetapi tak menaikkan tarif dasar?

Andy Noorsaman Someng, Direktur Ketenagalistrikan mengakui ada trilema dalam membangun sektor energi. Trilema antara keamanan pasokan listrik, harga dan keberlanjutan.

Penambahan kapasitas batubara disadari Andy menghadapi masalah lingkungan. Sedang pembangkit ramah lingkungan, harus menghadapi tantangan akses dan kewajaran harga, alias mahal.

Di wilayah timur, seperti Papua, rasio elektrifikasi baru 62,1% dan Nusa Tenggara Timur 61,2%, akses sulit dan pembangunan infrastruktur mahal.

“Listrik ini dari dulu sudah satu harga, jauh sebelum BBM satu harga.”

Mengenai keberlanjutan, dia meyakinkan, kalau pemerintah punya komitmen mengembangkan energi terbarukan dan konservasi energi. “Hanya harga listrik harus wajar. Sustain kalau tidak terjangkau nggak bisa juga.”

Untuk itu, katanya, pemerintah bikin aturan soal harga batubara guna keperluan listrik dalam negeri. Ia mempertimbangkan permintaan PLN karena tren harga batubara naik sejak awal 2018. Bulan ini, katanya, harga batubara mencapai US$105 per ton.

Harga jual batubara

Dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 1359K/30/MEM/2018 pada 9 Maret 2018 soal harga jual batubara untuk penyediaan tenaga listrik buat kepentingan umum, pemerintah menetapkan harga jual untuk PLTU US$70 per ton. Ini untuk nilai kalori 6.322 GAR atau gunakan harga batuara acuan (HBA) apabila HBA di bawah US$70.

Untuk harga batubara kalori lain, katanya, dikonversi pada harga batubara nilai kalori 6.332 GAR, berdasarkan perhitungan sesuai ketentuan berlaku. Mulanya, aturan ini dibuat berlaku surut hingga 1 Januari 2018. Sehari setelah penetapan, pemerintah membatalkan ketentuan berlaku surut.

Dalam kepmen, pemerintah juga menetapkan volume maksimal pembelian batubara untuk pembangkit listrik 100 juta ton per tahun atau sesuai kebutuhan batubara untuk pembangkit listrik.

Besaran royalti dan pajak dihitung berdasarkan harga transaksional. Perusahaan yang menjual batubara untuk kepentingan listrik nasional dapat tambahan produksi 10% apabila memenuhi syarat sesuai ketentuan. Penetapan harga ini hanya beraku bagi penjualan kelistrikan nasional.

Jonan menegaskan, penetapan harga jual batubara untuk PLTU agar tarif tenaga listrik tetap terjaga demi melindungi daya beli masyarakat dan industri yang kompetitif.

Ulangi kesalahan lama?

Hindun Mulaika, Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, menilai, PLN mengulangi kesalahan lama merevisi RUPTL berdasarkan pertumbuhan permintaan yang berlebihan.

Kondisi ini, katanya, memicu kapasitas berlebihan dan membuat anggaran negara berisiko. Proyeksi pertumbuhan permintaan 6.86%, katanya, masih terlalu tinggi mengingat pertumbuhan rata-rata 4,4% dalam lima tahun terakhir.

“Dengan fakta pengurangan batubara hanya 5.000 megawatt atau kurang dari permintaan Koalisi Break Free yakni 13.000 megawat, dapat diasumsikan tak cukup menjawab masalah kapasitas berlebih di jaringan Jawa-Bali,” katanya.

Dalam porsi campuran energi, porsi batubara meningkat jadi 54,4% dari sebelumnya hanya 50,4%. Pengurangan lebih besar terjadi pada energi terbarukan seperti hidro dan panas bumi. Meski pangsa energi terbarukan lain naik seperti solar, biomassa dan angin.

Pengurangan tenaga batubara, kata Hindun, tidak cukup mencegah bencana pencemaran udara dan melindungi konsumen dari kenaikan harga energi.

Yang tak kalah penting, katanya, RUPTL baru tak akan membantu PLN mengatasi krisis keuangan karena masih ada investasi signifikan terhadap batubara. Sementara PLN kesulitan menghadapi banyak pinjaman dan obligasi yang harus dilunasi.

“RUPTL ini kemenangan industri batubara karena mendapat keuntungan dari polusi udara dan kenaikan harga listrik. PLN sekali lagi telah membiarkan masyarakat menanggung dampak kesehatan dari polusi udara, menyianyiakan modal dan subsidi untuk pembangkit batubara yang tak dibutuhkan.”

Tak hanya Greenpeace, Faby Tumiwa Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) juga menyesalkan pemangkasan porsi energi terbarukan dalam RUPTL. Menurut dia, pengurangan kapasitas pembangkit energi terbarukan dengan alasan penurunan proyeksi permintaan listrik tak tepat.

Menurut dia, biaya investasi pembangkit terdistribusi seperti sel surya dan baterai penyimpan membuat teknologi ini dapat berpeluang jadi disruptive technology untuk pembangkit skala besar seperti PLTU.

Artinya, teknologi solar rooftop dan baterai dapat jadi ancaman bagi PLN. Aplikasinya di skala rumah tangga dan komersial dengan harga kompetitif dalam 5-10 tahun dapat memangkas kebutuhan dan permintaan listrik dari PLN.

“Akibatnya kapasitas PLTU yang terbangun akan idle,” kata Fabby.

Pasokan berlebih pembangkit listrik PLN dan swasta (IPP), katanya, dapat memicu aset mangkrak karena listrik tak terbeli pelanggan. Dampaknya, beban keuangan harus ditanggung PLN dan IPP meningkat dan memicu kerugian finansial PLN.

Risiko peningkatan biaya pembangkit listrik karena kenaikan biaya energi primer, khusus batubara dan BBM, seperti terjadi saat ini, katanya, dapat dicegah dengan membangun lebih banyak pembangkit terbarukan dengan biaya listrik tak terpengaruh harga bahan bakar.

Pembangunan pembangkit energi terbarukan skala besar di sistem Jawa-Bali, katanya, memungkinkan secara teknis, asalkan PLN dan KESDM bisa keluar dari dogma perencanaan listrik konvensional dengan memberi penetrasi energi terbarukan lebih besar.

Walaupun biaya teknologi energi terbarukan di dunia turun drastis dalam 10 tahun terakhir, biaya investasi energi ini di Indonesia relatif tinggi. Hal itu, katanya, karena faktor risiko masih dinilai tinggi dan mempengaruhi bankability project, tingginya biaya pengadaan lahan dan suku bunga dalam negeri.

“Pendekatan dan strategi inilah yang tak tampak dalam penyusunan RUPTL 2018-2027. Menteri Jonan berkali-kali mendesak harga listrik energi terbarukan turun, bahkan lebih murah dari PLTU. “Sejauh ini (pemerintah) tak memiliki kerangka kebijakan komprehensif dan strategi terarah bagaimana mencapai harga energi terbarukan yang kompetitif,” ucap Fabby.

Sumber: http://www.mongabay.co.id/2018/03/20/rencana-penyediaan-tenaga-listrik-2018-2027-energi-terbarukan-banyak-terpangkas-daripada-batubara/

Patokan Harga Berdampak

 

JAKARTA, KOMPAS — Keputusan pemerintah mematok harga batubara untuk pasokan dalam negeri memengaruhi pergerakan saham perusahaan pertambangan yang terdaftar di bursa. Keputusan pemerintah tersebut dilatarbelakangi harga batubara dunia yang tinggi, sementara tarif listrik diputuskan tidak naik.

PT Bukit Asam Tbk, salah satu emiten tambang batubara dengan kode PTBA, mengakui dampak dari kebijakan pemerintah tersebut. Pada penutupan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (8/3), saham Bukit Asam ditutup melemah 130 poin atau minus 4,44 persen. Kebijakan penetapan harga batubara dalam negeri diperkirakan turut memengaruhi perolehan laba perusahaan.

”Saya kira pasti ada kaitannya dan ini sebuah reaksi pasar yang wajar. Pembatasan harga ini sedikitnya akan berpengaruh pada laba perusahaan,” kata Sekretaris Perusahaan Bukit Asam Suherman.

Sebagai respons atas kebijakan pemerintah tersebut, lanjut Suherman, perusahaan akan menerapkan efisiensi operasi sembari meningkatkan kinerja keuangan. Menurut dia, pengaruh kebijakan pemerintah tersebut hanya akan berdampak sebesar volume kewajiban memasok batubara ke pasar dalam negeri. Tahun ini, pasokan batubara domestik Bukit Asam diperkirakan sekitar 55-60 persen dari total produksi.

”Mudah-mudahan pasar bisa memahami dan pengaruhnya tidak terlalu besar terhadap harga saham PTBA,” ujar Suherman.

Sementara itu, Head of Corporate Communication PT Adaro Energy Tbk Febriati Nadira menolak berkomentar soal dampak kebijakan penetapan harga batubara di dalam negeri. Pihaknya masih menunggu keputusan resmi pemerintah mengenai penetapan harga tersebut. Saham Adaro ditutup menguat 30 poin atau naik sebesar 1,39 persen pada kemarin sore.

Sebelumnya, di sela-sela rapat dengar pendapat Komisi VII DPR dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono, mengatakan, untuk kepentingan nasional, Menteri ESDM dapat menentukan harga batubara di dalam negeri. Kebutuhan batubara di dalam negeri diperuntukkan bagi pembangkit listrik yang dioperasikan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

”Keputusannya nanti setelah ditetapkan dalam peraturan pemerintah akan diterbitkan Keputusan Menteri ESDM. Tunggu saja,” kata Bambang.

Berdampak

Direktur Institute for Essential Services Reform Fabby Tumiwa mengatakan, dalam jangka pendek, penetapan harga batubara dalam negeri bakal berdampak terhadap saham perusahaan tambang batubara. Sentimennya adalah perbedaan harga batubara di dalam negeri yang lebih rendah ketimbang harga batubara dunia.

”Perusahaan bakal mengalami apa yang disebut dengan kehilangan potensi pendapatan,” kata Fabby.

Fabby menambahkan, kebijakan penetapan harga batubara dalam negeri juga bakal berpengaruh terhadap cadangan batubara perusahaan. Dengan harga batubara yang tinggi, perusahaan akan giat melakukan eksplorasi.

Sementara itu, harga batubara acuan pada Maret 2018 naik menjadi 101,86 dollar AS per ton. Pada periode Februari 2018, harga acuannya 100,69 dollar AS per ton. Kenaikan harga tersebut ditopang kenaikan permintaan negara-negara Asia, seperti China, Vietnam, dan India. ”Curah hujan yang tinggi juga berpengaruh terhadap produksi yang tidak optimal, termasuk gangguan pada pengiriman batubara,” kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi. (APO)

Sumber: Kompas.id