Isu Status Arcandra Warga AS Hambat Kinerja Kementerian ESDM

Isu status Arcandra warga AS hambat kinerja Kementerian ESDMMerdeka.com – Ketidakjelasan status kewarganegaraan Menteri ESDM, Arcandra Tahar dinilai dapat menghambat penyusunan dan pelaksanaan agenda kerja pada Kementerian ESDM.

Beredarnya kabar yang menyebut Acandra menjadi warga negara Amerika Serikat dan melepaskan kewarganegaraan Indonesia berpotensi mempengaruhi penilaian publik dan pelaku usaha untuk keputusan yang melibatkan kepentingan perusahaan minyak dan mineral asal AS yang memiliki proyek di Indonesia, misalnya IDD oleh Chevron dan perpanjangan kontrak Freeport.

Direktur IESR, Fabby Tumiwa mengatakan, dengan situasi yang serba tidak jelas ini pemangku kepentingan dapat kehilangan kepercayaan terhadap integritas menteri ESDM, dan juga kepada Presiden.

“Selama status Menteri ESDM menggantung, arahan dan keputusan strategis menteri ESDM bisa kurang diterima oleh pemangku kepentingan dan oleh jajaran internal Kementerian ESDM,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (14/8).

Masyarakat dan pemangku kepentingan dapat mengartikan bahwa Menteri yg menjadi liabilitas Presiden rentan diganti sewaktu-waktu sehingga arahan kebijakannya tidak dinilai dengan serius.

Fabby mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera membuat klarifikasi tentang status kewarganegaraan menteri ESDM yg sebenarnya, dan mengambil tindakan yang sepatutnya sesuai peraturan perundangan, dalam rangka menyelamatkan kepercayaan publik, reformasi sektor ESDM, dan agenda-agenda prioritas presiden sendiri.

“Sektor ESDM memerlukan nakhoda yang berintegritas, cerdas, dan mumpuni untuk membawa sektor ini ke arah yang lebih baik,” tutupnya.

Sumber: merdeka.com.

Menimbang Untung dan Rugi Akuisisi PLN Atas PGE

Menimbang Untung dan Rugi Akuisisi PLN Atas PGEREPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rencana PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk mengakuisisi 50 persen saham PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) diminta untuk dikaji kembali. Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai, konsep akuisisi yang bakal dijalankan oleh PLN ditakutkan justru akan menghambat kinerja PGE ke depan dalam mengembangkan panas bumi.

“Apa tujuan strategis dari akusisi ini? Dari sisi kinerja bisnis, PGE cukup solid dan baik. Rencana bisnisnya cukup baik juga. PLN pasti diuntungkan dari akusisi tapi tidak bagi PGE dan Pertamina,” kata Fabby di Jakarta, Kamis (11/8). PLN, lanjut Fabby, selama ini justru dianggap belum berhasil dalam mengembangkan panas bumi.

Sebagai contoh ketika PLN masih mengelola perusahaan panas bumi yakni Geodipa Energy dan PLN Geothermal, Fabby menilai justru PLN tidak bisa memenuhi kebutuhan listrik dari pemanfaatan panas bumi secara optimal. “Bisa jadi nasib PGE juga tidak berkembang kalau diletakan di bawah PLN,” katanya.

Padahal, hingga 2025 mendatang pemerintah mengejar bauran pemanfaatan energi panas bumi hingga 7.000 megawatt (MW). Dengan pemanfaatan saat ini yang baru menyentuh angka 1.494 MW, maka pemerintah masih harus menambahkan paling tidak 5.000 MW dalam sepuluh tahun ke depan.

Fabby beranggapan, untuk mengejar capaian tersebut, pemerintah lebih baik memisahkan PGE dari induk usahanya untuk menjadi perusahaan tunggal. “Jadi, dari sisi kepentingan nasional dan pengembangan panas bumi, ide untuk mengakusisi PGE oleh PLN tidak feasible. Lebih baik PGE di-spin off,” ujarnya.

Selain itu terkait alasan PLN untuk mengakuisisi PGE agar mendapatkan efisiensi produksi listrik, Febby menilai alasan tersebut masih bisa diperdebatkan. Sebab, jumlah pembangkit PGE hingga saat ini baru 600 MW.

Sementara jumlah kapasitas pembangkit PLN jauh lebih besar, yakni mencapai 40 GW. “Jumlah kapasitas uap yang dinegosiasikan juga tidak terlalu besar jadi argumentasi PLN tidak sepenuhnya tepat. Memang dari sisi PLN, akusisi PGE akan lebih menguntungkan dia tapi apakah menguntungkan untuk kepentingan nasional yang lebih besar?” katanya.

Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan belum menerima surat resmi terkait aksi korporasi yang rencananya akan dilakukan oleh PLN tahun ini. Sekretaris Menteri BUMN Imam A Putro, enggan memberikan komentar lebih jauh soal hal ini.

“Sejauh ini kami belum mendapat surat formalnya,” ujar Imam. Menteri BUMN Rini Soemarno juga masih belum mau terbuka soal rencana pencaplokan PLN atas kepemilikan PGE.

Saat ditemui di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rini tidak mau memberikan tanggapan soal ini. Rini memilih memberikan penjelasan soal persiapan pembentukan holding BUMN.

Sumber: republika.co.id.

Pemangkasan Anggaran Proyek EBT Dikhawatirkan Ganggu Iklim Investasi

Pemangkasan Anggaran Proyek EBT Dikhawatirkan Ganggu Iklim InvestasiiiREPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memotong anggaran belanjanya sebesar Rp 900 miliar dikhawatirkan akan menganggu iklim investasi, khususnya untuk sektor energi baru terbarukan (EBT). Alasannya, pemangkasan terbesar akan dikenakan untuk proyek-proyek EBT seperti pemasangan panel surya di beberapa bandara, Program Indonesia Terang (PIT), dan sosilasiasi konservasi energi. Ia meminta Menteri ESDM untuk lebih memprioritaskan pengembangan EBT.

Pengamat kelistrikan sekaligus Direktur Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai pemotongan anggaran yang dilakukan pada proyek energi terbarukan dan konservasi energi menunjukan Menteri ESDM baru tidak berpihak dan abai pada pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi. Dampaknya, langkah pemerintah ini justru bisa memberikan sinyal negatif kepada pelaku usaha dan investor. Padahal, ujarnya, pemerintah masih memiliki tugas besar untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan sampai 23 persen pada 2025 dari angka saat ini yang hanya lima persen.

“Untuk mencapai target yang ambisius ini, diperlukan stimulus dana publik dan instrumen kebijakan lainnya untuk menarik investasi,” ujar Fabby, di Jakarta, Jumat (5/8).

Selain itu, ia juga menilai bahwa pemotongan anggaran sosialisasi PIT juga dipastikan dapat menghambat implementasi PIT dan menunda pelaksanaaannya. Sebelumnya, KESDM merancang empat tahap program PIT dimana tahap satu berupa persiapan program, termasuk sosialisasi ke Pemda dilaksanakan hingga akhir 2016.

“Tahap persiapan ini sangat krusial untuk mendapatkan dukungan Pemda di 6 propinsi dan kabupaten kota di Indonesia Timur, termasuk persiapan lokasi, sosialusasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di daerah yg bisa terlibat dalam program ini,” ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian ESDM berencana memangkas anggaran belanja sebesar Rp 900 miliar setelah adanya arahan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menghemat seluruh postur anggaran kementerian. Hal ini dilakukan untuk menjaga tekanan ekonomi dan beratnya penerimaan pajak saat ini.

Sumber: republika.co.id.

Arcandra Dinilai Tak Berpihak pada Pengembangan Energi Terbarukan

Arcandra Dinilai Tak Berpihak pada Pengembangan Energi TerbarukanJAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar tidak berpihak terhadap pengembangan energi baru dan terbarukan, serta konservasi energi (EBTKE).

Hal itu dikarenakan Kementerian ESDM berencana memotong anggaran Rp 900 miliar.

Berdasarkan informasi, pemotongan terbesar dilakukan pada Direktorat Jenderal EBTKE.

Pemotongan anggaran pada Direktorat Jenderal EBTKE tersebut mencakup tiga kegiatan yakni pemasangan solar rooftop pada bandara, sosialisasi program potong 10 persen, dan Program Indonesia Terang (PIT).

“Pemotongan pada EBTKE ini menunjukkan Menteri ESDM yang baru tidak berpihak dan abai terhadap pengembangan EBTKE,” kaya Fabby dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat (5/8/2016).

Fabby mengatakan, dikhawatirkan tindakan pemotongan ini akan memberikan sinyal negatif pada investor dan mitra pembangunan terhadap keseriusan pemerintah mendorong pengembangan EBT.

Padahal sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN), EBT diharapkan mencapai 23 persen dari bauran energi nasional pada 2025.

Adapun porsi EBT dalam baruan energi saat ini baru 5 persen.

“Pemotongan anggaran untuk PIT juga dapat berdampak pada kinerja Kementerian ESDM dan menghambat program prioritas Presiden, dalam hal meningkatkan akses dan pelayanan listrik,” imbuh Fabby.

Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) rasio elektrifikasi ditargetkan 96 persen pada 2019.

Penundaan pelaksanaan PIT akan berdampak pada penyediaan listrik di 12.600 desa sasaran PIT.

“Sementara pemotongan anggaran untuk sosialisasi Gerakan Potong 10 Persen dapat menghilangkan momentum penghematan energi yang sedang dibangun ESDM,” kata Fabby.

Sumber: kompas.com.

Pemerintah Diingatkan tidak Pangkas Anggaran untuk Energi Baru Terbarukan

Pemerintah Diingatkan Tidak Pangkas Anggaran Untuk Energi Baru TerbarukanTRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani memutuskan memangkas Rp 133 triliun anggaran pemerintah pusat dan transfer daerah dalam APBN-P 2016.

Dari total pemangkasan anggaran itu, dikabarkan Kementerian ESDM berencana memotong anggaran sebesar Rp 900 milyar.

Berdasarkan informasi, pemotongan terbesar dilakukan pada Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE).

Pemotongan pada Ditjen EBTKE mencakup tiga kegiatan diantaranya pemasangan solar rooftop pada bandara, sosialisasi program potong 10 persen, dan Program Indonesia Terang (PIT).

Atas hal itu, Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyatakan bahwa pemotongan anggaran yang dilakukan pada proyek energi terbarukan dan konservasi energi menunjukan Menteri ESDM baru tidak berpihak dan abai pada pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi.

“Dikhawatirkan tindakan ini akan memberikan sinyal negatif kepada pelaku usaha dan investor, serta mitra pembangunan terhadap keseriusan pemerintah mendorong pengembangan energi terbarukan,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Jumat (5/8/2016).

Sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN), energi terbarukan diharapkan mencapai 23 persen dari bauran energi nasional pada 2025, dari 5 persen pada saat ini.

Untuk mencapai target yang ambisius tersebut, diperlukan stimulus dana publik dan instrumen kebijakan lainnya untuk menarik investasi.

Pemotongan anggaran sosialisasi PIT juga dipastikan dapat menghambat implementasi PIT dan menunda pelaksanaaannya.

Sebelumnya, Kementerian ESDM merancang 4 tahap program PIT dimana tahap 1 berupa persiapan program, termasuk sosialisasi kepada Pemda dilaksanakan hingga akhir 2016.

Tahap persiapan ini sangat krusial untuk mendapatkan dukungan Pemda di 6 propinsi dan kabupaten dan kota di Indonesia Timur, termasuk persiapan lokasi, sosialusasi kepada masyarakat, dan pelaku usaha di daerah yang bisa terlibat dalam program ini.

Pemotongan anggaran untuk PIT juga dapat berdampak pada kinerja Kementerian ESDM dan menghambat program prioritas Presiden dalam hal meningkatkan akses dan pelayanan listrik.

RPJMN mentargetkan rasio elektrifikasi mencapai 96 persen pada tahun 2019.

Penundaan pelaksanaan PIT akan berdampak pada penyediaan listrik di 12600 desa yg menjadi sasaran dan setidaknya 2 juta rumah tangga yang belum terlistriki di 6 propinsi Indonesia Timur.

Pemotongan anggaran sosialisasi Gerakan Potong 10 persen dapat menghilangkan momentum penghematan energi yang sedang dibangun oleh KESDM.

Sosialisasi yang luas kepada Pemda dapat mendorong penghematan energi pada fasilitas publik yang dapat berakibat pada penghematan anggaran untuk biaya energi.

Untuk itu, Fabby Tumiwa menekankan agar Menteri ESDM untuk memberikan arahan yang tegas kepada jajarannya dalam memprioritaskan pengembangan energi terbarukan dan konsevasi energi.

Menteri ESDM juga diharapakan mendukung implementasi regulasi energi terbarukan, misalnya Permen 19/2016, serta insentif untuk energi terbarukan dan konservasi energi.

Sumber: tribunnews.com.

PLN Berniat Akuisisi Pertamina Geothermal

Kondisi mesin Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Arun di Desa Paloh, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Kamis (2/6). PLTMG Arun berkapasitas 184 Megawatt (MW) yang resmikan Presiden Joko Widodo itu dibangun PT PLN (Persero) dengan dana investasi sebesar Rp35,4 miliar dan 81,2 Juta Euro,dilaukan pembangunannya pada Juni 2014 oleh PT Wijaya Karya dengan menggunakan 19 mesin merupakan PLTMG terbesar di Indonesia menuju Aceh-Sumatera gemilang listrik pada tahun 2020. ANTARA FOTO/Rahmad/pd/16
Kondisi mesin Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Arun di Desa Paloh, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Kamis (2/6). PLTMG Arun berkapasitas 184 Megawatt (MW) yang resmikan Presiden Joko Widodo itu dibangun PT PLN (Persero) dengan dana investasi sebesar Rp35,4 miliar dan 81,2 Juta Euro,dilaukan pembangunannya pada Juni 2014 oleh PT Wijaya Karya dengan menggunakan 19 mesin merupakan PLTMG terbesar di Indonesia menuju Aceh-Sumatera gemilang listrik pada tahun 2020. ANTARA FOTO/Rahmad/pd/16

JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berencana mencaplok seluruh saham PT Pertamina Geothermal Energi (PGE). Rencana akuisisi ini sedang dibahas oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Direktur Utama PLN, Sofyan Basir membenarkan keinginan mengakuisisi anak usaha Pertamina di sektor kelistrikan itu. Hanya saja, hingga kini belum ada lampu hijau dari Kementerian BUMN. “Masih kami bahas bersama Menteri BUMN (Rini Soemarno) beserta stakeholder lainnya,” kata Sofyan kepada KONTAN, Senin (1/8).

Pertimbangan PLN mengakuisisi PGE menurut Sofyan, agar sektor energi dalam negeri khususnya dalam bidang kelistrikan energi baru dan terbarukan semakin berkembang. “Ini sinergi antar BUMN, untuk memperkuat ketahanan energi,” tandasnya.

Namun Sofyan belum bersedia menjelaskan berapa besar nilai akuisisi dan darimana pendanaan akuisisi ini. Namun berdasarkan catatan di Laporan Keuagan Pertamina per Desember 2015 yang lalu, nilai aset PGE sebesar US$ 1,58 miliar.

PGE mengelola empat area panas bumi dan sekitar 10 area pengembangan. Keempat area yang dikelola yakni Kamojang yang menghasilkan 235 megawatt (MW), Area Lahendong dengan kapasitas 80 MW, Area Sibayak sebesar 12 MW, dan Area Ulubelu dengan total kapasitas 110 MW.

Aloysius K. Ro Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN belum memberikan komentar saat KONTAN meminta anggapan atas rencana akuisisi itu.

Vice President Coorporte Comunication Pertamina, Wianda Pusponegoro menyatakan, saat ini PGE sudah mengerjakan tujuh proyek berbeda secara simultan dengan nilai investasi US$ 2,5 miliar. “Tolong berbagai pihak menunjukkan bukti kemampuan dan profesionalisme serta pendanaan juga komitmen dalam percepatan proyek-proyek panas bumi,” ujarnya diplomatis.

PT Pertamina juga menegaskan komitmennya untuk menjalankan bisnis panas bumi untuk penyediaan listrik nasional. Menurut Wianda, Pertamina sudah berkomitmen sampai tahun 2030 untuk menyiapkan dana senilai sekitar US$ 15,9 miliar bagi pengembangan bisnis panas bumi di Tanah Air.

Ragu PGE Diakuisisi

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mendukung rencana PLN yang akan mengakuisisi PGE. Sebab, usaha PGE akan terintegrasi dengan PLN. “Akuisisi ini bisa membuat proses-proses pembelian tenaga listrik dan uap panas bumi seharusnya lebih cepat, mudah serta ongkos PLN menjadi lebih murah,” terangnya kepada KONTAN, Selasa (2/8).

Namun sejauh ini dia melihat PLN belum terlihat serius mendorong investasi listrik panas bumi. Sebagai contoh, PLN juga punya anak usaha PLN Geothermal yang tidak bisa berkembang karena ternyata kurang modal. “Saat ini PLN cash strapped (kekurangan uang tunai), apalagi belanja modalnya perlu dialokasikan untuk pembangunan pembangkit dan transmisi listrik,” jelasnya.

Dalam catatan Fabby, hingga 2016, PGE berencana menambah kapasitas menjadi 607 MW. Sementara target tahun 2019 sebesar 907 MW. Tahun lalu 2015 penjualan PGE mencapai sekitar US$ 530 juta dengan laba US$ 85,10 juta. “Business plan PGE solid. Kalau di akuisisi oleh PLN, PLN yang diuntungkan. Tapi, apakah Pertamina mau melepas dan PLN punya dana?” katanya.

Sumber: kontan.co.id.

Menteri Arcandra Didesak Tuntaskan Regulasi DKE untuk EBT

Mantan Menteri ESDM Sudirman Said (kanan) berbincang dengan Menteri ESDM Arcandra Tahar (kiri) saat serah terima jabatan di gedung Kementerian ESDM di Jakarta, Rabu (27/7). Arcandra Tahar telah resmi menggantikan Sudirman Said sebagai Menteri ESDM usai dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (27/7). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/pd/16
Mantan Menteri ESDM Sudirman Said (kanan) berbincang dengan Menteri ESDM Arcandra Tahar (kiri) saat serah terima jabatan di gedung Kementerian ESDM di Jakarta, Rabu (27/7). Arcandra Tahar telah resmi menggantikan Sudirman Said sebagai Menteri ESDM usai dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (27/7). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar diingatkan agar tidak larut dalam eforia kekuasaan. Sebagai sosok baru dalam Kabinet Kerja didesak menjawab kendala pembangunan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang mempunyai persoalan kompleksitas.

Institute for Essential Service Reform (IESR) mengatakan setidaknya pengembangan EBT haru mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah, PLN dan dorongan minat investor. Untuk itu diperlukan kerangka regulasi yang transparan dan konstruktif.

“Kejelasan mekanisme subsidi untuk pembelian listrik dari energi terbarukan untuk PLN sebagai off-taker perlu segera diputuskan pada tahun ini. Ketiadaan mekanisme subsidi ini disinyalir sebagai salah satu faktor keengganan PLN mengimplemerntasikan kebijakan harga beli energi terbarukan dari pengembang,” kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa. Minggu (1/8).

Lebih lanjut, menurut Fabby, Pengembangan EBT memerlukan dukungan pendanaan langsung, selain skema insentif fiskal. Untuk mencapai target 23 persen EBT hingga tahun 2025, memerlukan investasi senilai Rp1.600 triliun atau Rp200 triliun per tahun.

Sementara kemampuan dana publik dan capex BUMN diperkirakan hanya Rp20-40 triliun pertahun. Untuk menutup kebutuhan pendanaan ini diperlukan eskalasi dana publik, sekaligus stimulus finansial untuk memobilisasi investasi swasta dan pendanaan dari lembaga keuangan.

Namun demikian, Presiden telah menyetujui pembentukan Dana Ketahanan Energi (DKE) dan APBN-P 2016 telah mengalokasikan Rp1,6 triliun untukdikelola. Fabby memperkirakan DKE dapat menjadi instrumen penting untuk mendorong investasi EBT dan mewujudkan ketahanan energi.

“Karenanya penyelesaian aturan yang menjadi dasar hukum DKE dan aturan pelaksanaannya sangat mendesak untuk diselesaikan dalam 2 sampai 3 bulan kedepan,” pungkasnya.(Dadangsah)

Sumber: aktual.com.

Menunggu Hasil Belajar Arcandra Tahar

Ditunjuk sebagai menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bukanlah akhir, melainkan awal dari perjuangan Arcandra Tahar. Malang melintang di sektor minyak dan gas (migas) selama puluhan tahun tidak serta-merta membuat Candra jemawa. Sebuah sikap yang patut dicontoh para pejabat manapun. “Oil and gassangat luas sekali,” ujarnya di Jakarta, Jumat (29/7).

Menurut Candra, selepas dilantik sebagai menteri ESDM menggantikan Sudirman Said, pada Rabu (27/7), mempelajari semua isu strategis sektor ESDM semisal migas, mineral, dan batu bara (minerba), ketenagalistrikan serta energi baru dan terbarukan, adalah keniscayaan.

Pun kebijakan-kebijakan yang telah dan akan dibuat.

“Rangeilmu itu satu sampai sepuluh. Setengah saja mungkin enggak. Minerba juga sama. Belum lagi masalah teknis. Saya lebih banyak enggakpunya ilmu lagi. Insya Allah saya akan belajar sekuat tenaga,”

katanya. Pria asal Padang, Sumatra Barat, ini bahkan menyebut tidak ada manusia seperti Superman yang bisa menguasai beragam kompetensi dalam waktu singkat. Meski begitu, Candra akan berusaha keras agar dalam tempo cepat memahami isu dan kebijakan.

“Tim dan saya sudah identifikasi permasalahan yang ada. Untuk kelistrikan misalnya ini program presiden. Saya sebagai pembantu presiden akan mengamankan program 35 ribu Megawatt. Kendala yang muncul dengan kementerian lain akan kita cari solusi dalam waktu singkat,” ujarnya. Candra juga merencanakan untuk mengumpulkan seluruh stake holdersektor energi, termasuk para kontraktor, operator, dan investor pada pekan depan.

Tujuannya antara lain untuk menghimpun aspirasi serta keluhan yang ada di lapangan terkait hambatan-hambatan investasi.

Meski masih dalam tahap belajar, Arcandra diminta tidak kehilangan momentum dalam melanjutkan reformasi tata kelola sektor energi dan akselerasi pembangunan infrastruktur energi.

Pengamat energi, Fabby Tumiwa, menyebutkan, terdapat tiga aspek yang perlu mendapatkan perhatian menteri ESDM, yakni reformasi institusi dan kelembagaan sektor migas dan minerba, percepatan penyediaan akses energi, dan inovasi kebijakan dan teknologi.

Reformasi sektor migas dan minerba, lanjut Fabby, meliputi penyusunan RUU Migas untuk menggantikan UU Nomor 22/2001 yang dibatalkan tiga kali oleh Mahkamah Konstitusi (MK). UU Migas yang saat ini masih berlaku dipandang tidak lagi efektif sebagai payung hukum regulasi sektor migas yang semakin kompleks dan berisiko.

“Ketiadaan perangkat hukum dan peraturan yang pasti telah terbukti menyurutkan minat investasi di sektor hulu migas yang semakin turun dalam sepuluh tahun terakhir ini,” kata Fabby.

Kepala Kajian Kebijakan dan Keuangan Publik Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Khoirunurrofik optimis Arcandra mampu membenahi sektor energi.

Rofik, sapaan akrabnya, menjelaskan, langkah pertama yang krusial adalah produksi migas yang sudah diamanatkan dalam APBNP 2016. Kemudian membenahi dan melakukan penataan di industri pertambangan umum terutama masalah perizinan dan divestasi.

“Dan terakhir masalah kelistrikan dalam upaya meningkatkan elektrifikasi dan akses bagi masyarakat luas, menyiapkan kebutuhan energi listrik bagi industri terutama di kawasan-kawasan industri dan mendukung kebijakan pembangunan smelter yang merupakan industri lahap energi,” kata Rofik. Oleh Sapto Andika Candra, ed: Muhammad Iqbal

Sumber: republika.co.id.

IESR : Menteri ESDM Hilangkan ‘Bagi-Bagi’ Proyek Sektor Listrik

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Archandra Tahar (kiri) memimpin rapat internal di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (29/7). Menteri ESDM pengganti Sudirman Said tersebut mempersiapkan tiga kebijakan yang akan dijalankan dalam membenahi sektor energi, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, membangun kedaulatan energi guna menjamin pasokan kebutuhan, dan memberikan jaminan kepastian hukum bagi investor luar dan dalam negeri. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww/16.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Archandra Tahar (kiri) memimpin rapat internal di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (29/7). Menteri ESDM pengganti Sudirman Said tersebut mempersiapkan tiga kebijakan yang akan dijalankan dalam membenahi sektor energi, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, membangun kedaulatan energi guna menjamin pasokan kebutuhan, dan memberikan jaminan kepastian hukum bagi investor luar dan dalam negeri. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Menteri baru di sektor ESDM, Arcandra Tahar disambut segudang tumpukan masalah yang selama ini tak kunjung teratasi. Karenanya Arcandra dituntut bekerja secara cekatan dan terukur terutama untuk penyediaan akses energi bersih berkelanjutan dan terjangkau bagi rakyat Indonesia.

Secara spesifik Institute for Essential Service Reform (IESR) memaparkan hal yang penting untuk diperhatikan yakni pemerataan akses listrik bagi 9 juta rumah tangga yang belum terjangkau listrik hingga hari ini, serta penyediaan bahan bakar dan teknologi memasak yang bersih bagi 22-24 juta rumah tangga yang bergantung pada biomassa tradisional. Upaya ini perlu diterjemahkan dalam kerangka kerja yang jelas.

“RPJMN 2015-2019 mentargetkan 96 persen rasio elektrifikasi pada akhir 2019, untuk itu Menteri ESDM hanya punya waktu 3 tahun untuk menyediakan listrik bagi 6 juta rumah tangga dan meletakan dasar-dasar yang kokoh untuk mencapai elektrifikasi 100 persen sebelum 2025,” kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, Sabtu (30/7).

Sementara pada saat yang bersamaan, Menteri ESDM tidak boleh lalai untuk memastikan ketersediaan pasokan listrik nasional dalam pemenuhan kebutuhan energi listrik yang terus meningkat dan memenuhi target konsumsi listrik sebesar 1200 kWh/kapita pada 2019, sebagaimana target RPJMN.

Oleh karenanya pembangunan dan pemenuhan kebutuhan energi merupakan satu kesatuan untuk keberhasilan pelaksanaan program 35 ribu MW. Dalam hal ini menteri ESDM harus memastikan bahwa PLN mampu membangun pembangkit 10 ribu MW hingga 2019 dan jaringan transmisi dan distribusi yang dibutuhkan dengan tepat waktu.

Kemudian juga memastikan agar realisasi pembangunan pembangkit listrik swasta (IPP) sebesar 25 ribu MW tidak mengalami keterlambatan. Penyediaan tenaga listrik untuk daerah terpencil tidak boleh ditunda, dan diperlukan pendekatan yang inovatif.

“Menteri ESDM harus memastikan PLN melaksanakan seluruh proses pengadaan dan pembangunan sesuai prinsip-prinsip good corporate governance, menetapkan standar kualitas pembangkit dan jaringan yang dibangun, dan mencegah terjadinya praktek-praktek transaksional dan ‘bagi-bagi’ proyek kepada politisi atau partai politik. Menteri ESDM harus mendesak PLN menerapkan ‘zero tolerance’ atas praktek-praktek korupsi,” pungkasnya. (Dadang Sah)

Sumber: aktual.com.