Pemangkasan Anggaran Proyek EBT Dikhawatirkan Ganggu Iklim Investasi

Pemangkasan Anggaran Proyek EBT Dikhawatirkan Ganggu Iklim InvestasiiiREPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rencana Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memotong anggaran belanjanya sebesar Rp 900 miliar dikhawatirkan akan menganggu iklim investasi, khususnya untuk sektor energi baru terbarukan (EBT). Alasannya, pemangkasan terbesar akan dikenakan untuk proyek-proyek EBT seperti pemasangan panel surya di beberapa bandara, Program Indonesia Terang (PIT), dan sosilasiasi konservasi energi. Ia meminta Menteri ESDM untuk lebih memprioritaskan pengembangan EBT.

Pengamat kelistrikan sekaligus Direktur Institute for Essential Service Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai pemotongan anggaran yang dilakukan pada proyek energi terbarukan dan konservasi energi menunjukan Menteri ESDM baru tidak berpihak dan abai pada pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi. Dampaknya, langkah pemerintah ini justru bisa memberikan sinyal negatif kepada pelaku usaha dan investor. Padahal, ujarnya, pemerintah masih memiliki tugas besar untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan sampai 23 persen pada 2025 dari angka saat ini yang hanya lima persen.

“Untuk mencapai target yang ambisius ini, diperlukan stimulus dana publik dan instrumen kebijakan lainnya untuk menarik investasi,” ujar Fabby, di Jakarta, Jumat (5/8).

Selain itu, ia juga menilai bahwa pemotongan anggaran sosialisasi PIT juga dipastikan dapat menghambat implementasi PIT dan menunda pelaksanaaannya. Sebelumnya, KESDM merancang empat tahap program PIT dimana tahap satu berupa persiapan program, termasuk sosialisasi ke Pemda dilaksanakan hingga akhir 2016.

“Tahap persiapan ini sangat krusial untuk mendapatkan dukungan Pemda di 6 propinsi dan kabupaten kota di Indonesia Timur, termasuk persiapan lokasi, sosialusasi kepada masyarakat dan pelaku usaha di daerah yg bisa terlibat dalam program ini,” ujarnya.

Sebelumnya, Kementerian ESDM berencana memangkas anggaran belanja sebesar Rp 900 miliar setelah adanya arahan dari Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menghemat seluruh postur anggaran kementerian. Hal ini dilakukan untuk menjaga tekanan ekonomi dan beratnya penerimaan pajak saat ini.

Sumber: republika.co.id.

Arcandra Dinilai Tak Berpihak pada Pengembangan Energi Terbarukan

Arcandra Dinilai Tak Berpihak pada Pengembangan Energi TerbarukanJAKARTA, KOMPAS.com – Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menilai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar tidak berpihak terhadap pengembangan energi baru dan terbarukan, serta konservasi energi (EBTKE).

Hal itu dikarenakan Kementerian ESDM berencana memotong anggaran Rp 900 miliar.

Berdasarkan informasi, pemotongan terbesar dilakukan pada Direktorat Jenderal EBTKE.

Pemotongan anggaran pada Direktorat Jenderal EBTKE tersebut mencakup tiga kegiatan yakni pemasangan solar rooftop pada bandara, sosialisasi program potong 10 persen, dan Program Indonesia Terang (PIT).

“Pemotongan pada EBTKE ini menunjukkan Menteri ESDM yang baru tidak berpihak dan abai terhadap pengembangan EBTKE,” kaya Fabby dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Jumat (5/8/2016).

Fabby mengatakan, dikhawatirkan tindakan pemotongan ini akan memberikan sinyal negatif pada investor dan mitra pembangunan terhadap keseriusan pemerintah mendorong pengembangan EBT.

Padahal sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN), EBT diharapkan mencapai 23 persen dari bauran energi nasional pada 2025.

Adapun porsi EBT dalam baruan energi saat ini baru 5 persen.

“Pemotongan anggaran untuk PIT juga dapat berdampak pada kinerja Kementerian ESDM dan menghambat program prioritas Presiden, dalam hal meningkatkan akses dan pelayanan listrik,” imbuh Fabby.

Di dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) rasio elektrifikasi ditargetkan 96 persen pada 2019.

Penundaan pelaksanaan PIT akan berdampak pada penyediaan listrik di 12.600 desa sasaran PIT.

“Sementara pemotongan anggaran untuk sosialisasi Gerakan Potong 10 Persen dapat menghilangkan momentum penghematan energi yang sedang dibangun ESDM,” kata Fabby.

Sumber: kompas.com.

Pemerintah Diingatkan tidak Pangkas Anggaran untuk Energi Baru Terbarukan

Pemerintah Diingatkan Tidak Pangkas Anggaran Untuk Energi Baru TerbarukanTRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani memutuskan memangkas Rp 133 triliun anggaran pemerintah pusat dan transfer daerah dalam APBN-P 2016.

Dari total pemangkasan anggaran itu, dikabarkan Kementerian ESDM berencana memotong anggaran sebesar Rp 900 milyar.

Berdasarkan informasi, pemotongan terbesar dilakukan pada Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE).

Pemotongan pada Ditjen EBTKE mencakup tiga kegiatan diantaranya pemasangan solar rooftop pada bandara, sosialisasi program potong 10 persen, dan Program Indonesia Terang (PIT).

Atas hal itu, Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menyatakan bahwa pemotongan anggaran yang dilakukan pada proyek energi terbarukan dan konservasi energi menunjukan Menteri ESDM baru tidak berpihak dan abai pada pengembangan energi terbarukan dan konservasi energi.

“Dikhawatirkan tindakan ini akan memberikan sinyal negatif kepada pelaku usaha dan investor, serta mitra pembangunan terhadap keseriusan pemerintah mendorong pengembangan energi terbarukan,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Jumat (5/8/2016).

Sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN), energi terbarukan diharapkan mencapai 23 persen dari bauran energi nasional pada 2025, dari 5 persen pada saat ini.

Untuk mencapai target yang ambisius tersebut, diperlukan stimulus dana publik dan instrumen kebijakan lainnya untuk menarik investasi.

Pemotongan anggaran sosialisasi PIT juga dipastikan dapat menghambat implementasi PIT dan menunda pelaksanaaannya.

Sebelumnya, Kementerian ESDM merancang 4 tahap program PIT dimana tahap 1 berupa persiapan program, termasuk sosialisasi kepada Pemda dilaksanakan hingga akhir 2016.

Tahap persiapan ini sangat krusial untuk mendapatkan dukungan Pemda di 6 propinsi dan kabupaten dan kota di Indonesia Timur, termasuk persiapan lokasi, sosialusasi kepada masyarakat, dan pelaku usaha di daerah yang bisa terlibat dalam program ini.

Pemotongan anggaran untuk PIT juga dapat berdampak pada kinerja Kementerian ESDM dan menghambat program prioritas Presiden dalam hal meningkatkan akses dan pelayanan listrik.

RPJMN mentargetkan rasio elektrifikasi mencapai 96 persen pada tahun 2019.

Penundaan pelaksanaan PIT akan berdampak pada penyediaan listrik di 12600 desa yg menjadi sasaran dan setidaknya 2 juta rumah tangga yang belum terlistriki di 6 propinsi Indonesia Timur.

Pemotongan anggaran sosialisasi Gerakan Potong 10 persen dapat menghilangkan momentum penghematan energi yang sedang dibangun oleh KESDM.

Sosialisasi yang luas kepada Pemda dapat mendorong penghematan energi pada fasilitas publik yang dapat berakibat pada penghematan anggaran untuk biaya energi.

Untuk itu, Fabby Tumiwa menekankan agar Menteri ESDM untuk memberikan arahan yang tegas kepada jajarannya dalam memprioritaskan pengembangan energi terbarukan dan konsevasi energi.

Menteri ESDM juga diharapakan mendukung implementasi regulasi energi terbarukan, misalnya Permen 19/2016, serta insentif untuk energi terbarukan dan konservasi energi.

Sumber: tribunnews.com.

PLN Berniat Akuisisi Pertamina Geothermal

Kondisi mesin Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Arun di Desa Paloh, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Kamis (2/6). PLTMG Arun berkapasitas 184 Megawatt (MW) yang resmikan Presiden Joko Widodo itu dibangun PT PLN (Persero) dengan dana investasi sebesar Rp35,4 miliar dan 81,2 Juta Euro,dilaukan pembangunannya pada Juni 2014 oleh PT Wijaya Karya dengan menggunakan 19 mesin merupakan PLTMG terbesar di Indonesia menuju Aceh-Sumatera gemilang listrik pada tahun 2020. ANTARA FOTO/Rahmad/pd/16
Kondisi mesin Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) Arun di Desa Paloh, Kecamatan Muara Satu, Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Kamis (2/6). PLTMG Arun berkapasitas 184 Megawatt (MW) yang resmikan Presiden Joko Widodo itu dibangun PT PLN (Persero) dengan dana investasi sebesar Rp35,4 miliar dan 81,2 Juta Euro,dilaukan pembangunannya pada Juni 2014 oleh PT Wijaya Karya dengan menggunakan 19 mesin merupakan PLTMG terbesar di Indonesia menuju Aceh-Sumatera gemilang listrik pada tahun 2020. ANTARA FOTO/Rahmad/pd/16

JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) berencana mencaplok seluruh saham PT Pertamina Geothermal Energi (PGE). Rencana akuisisi ini sedang dibahas oleh Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Direktur Utama PLN, Sofyan Basir membenarkan keinginan mengakuisisi anak usaha Pertamina di sektor kelistrikan itu. Hanya saja, hingga kini belum ada lampu hijau dari Kementerian BUMN. “Masih kami bahas bersama Menteri BUMN (Rini Soemarno) beserta stakeholder lainnya,” kata Sofyan kepada KONTAN, Senin (1/8).

Pertimbangan PLN mengakuisisi PGE menurut Sofyan, agar sektor energi dalam negeri khususnya dalam bidang kelistrikan energi baru dan terbarukan semakin berkembang. “Ini sinergi antar BUMN, untuk memperkuat ketahanan energi,” tandasnya.

Namun Sofyan belum bersedia menjelaskan berapa besar nilai akuisisi dan darimana pendanaan akuisisi ini. Namun berdasarkan catatan di Laporan Keuagan Pertamina per Desember 2015 yang lalu, nilai aset PGE sebesar US$ 1,58 miliar.

PGE mengelola empat area panas bumi dan sekitar 10 area pengembangan. Keempat area yang dikelola yakni Kamojang yang menghasilkan 235 megawatt (MW), Area Lahendong dengan kapasitas 80 MW, Area Sibayak sebesar 12 MW, dan Area Ulubelu dengan total kapasitas 110 MW.

Aloysius K. Ro Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha Kementerian BUMN belum memberikan komentar saat KONTAN meminta anggapan atas rencana akuisisi itu.

Vice President Coorporte Comunication Pertamina, Wianda Pusponegoro menyatakan, saat ini PGE sudah mengerjakan tujuh proyek berbeda secara simultan dengan nilai investasi US$ 2,5 miliar. “Tolong berbagai pihak menunjukkan bukti kemampuan dan profesionalisme serta pendanaan juga komitmen dalam percepatan proyek-proyek panas bumi,” ujarnya diplomatis.

PT Pertamina juga menegaskan komitmennya untuk menjalankan bisnis panas bumi untuk penyediaan listrik nasional. Menurut Wianda, Pertamina sudah berkomitmen sampai tahun 2030 untuk menyiapkan dana senilai sekitar US$ 15,9 miliar bagi pengembangan bisnis panas bumi di Tanah Air.

Ragu PGE Diakuisisi

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mendukung rencana PLN yang akan mengakuisisi PGE. Sebab, usaha PGE akan terintegrasi dengan PLN. “Akuisisi ini bisa membuat proses-proses pembelian tenaga listrik dan uap panas bumi seharusnya lebih cepat, mudah serta ongkos PLN menjadi lebih murah,” terangnya kepada KONTAN, Selasa (2/8).

Namun sejauh ini dia melihat PLN belum terlihat serius mendorong investasi listrik panas bumi. Sebagai contoh, PLN juga punya anak usaha PLN Geothermal yang tidak bisa berkembang karena ternyata kurang modal. “Saat ini PLN cash strapped (kekurangan uang tunai), apalagi belanja modalnya perlu dialokasikan untuk pembangunan pembangkit dan transmisi listrik,” jelasnya.

Dalam catatan Fabby, hingga 2016, PGE berencana menambah kapasitas menjadi 607 MW. Sementara target tahun 2019 sebesar 907 MW. Tahun lalu 2015 penjualan PGE mencapai sekitar US$ 530 juta dengan laba US$ 85,10 juta. “Business plan PGE solid. Kalau di akuisisi oleh PLN, PLN yang diuntungkan. Tapi, apakah Pertamina mau melepas dan PLN punya dana?” katanya.

Sumber: kontan.co.id.

Menteri Arcandra Didesak Tuntaskan Regulasi DKE untuk EBT

Mantan Menteri ESDM Sudirman Said (kanan) berbincang dengan Menteri ESDM Arcandra Tahar (kiri) saat serah terima jabatan di gedung Kementerian ESDM di Jakarta, Rabu (27/7). Arcandra Tahar telah resmi menggantikan Sudirman Said sebagai Menteri ESDM usai dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (27/7). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/pd/16
Mantan Menteri ESDM Sudirman Said (kanan) berbincang dengan Menteri ESDM Arcandra Tahar (kiri) saat serah terima jabatan di gedung Kementerian ESDM di Jakarta, Rabu (27/7). Arcandra Tahar telah resmi menggantikan Sudirman Said sebagai Menteri ESDM usai dilantik oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (27/7). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/pd/16

Jakarta, Aktual.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar diingatkan agar tidak larut dalam eforia kekuasaan. Sebagai sosok baru dalam Kabinet Kerja didesak menjawab kendala pembangunan Energi Baru Terbarukan (EBT) yang mempunyai persoalan kompleksitas.

Institute for Essential Service Reform (IESR) mengatakan setidaknya pengembangan EBT haru mendapat dukungan dari Pemerintah Daerah, PLN dan dorongan minat investor. Untuk itu diperlukan kerangka regulasi yang transparan dan konstruktif.

“Kejelasan mekanisme subsidi untuk pembelian listrik dari energi terbarukan untuk PLN sebagai off-taker perlu segera diputuskan pada tahun ini. Ketiadaan mekanisme subsidi ini disinyalir sebagai salah satu faktor keengganan PLN mengimplemerntasikan kebijakan harga beli energi terbarukan dari pengembang,” kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa. Minggu (1/8).

Lebih lanjut, menurut Fabby, Pengembangan EBT memerlukan dukungan pendanaan langsung, selain skema insentif fiskal. Untuk mencapai target 23 persen EBT hingga tahun 2025, memerlukan investasi senilai Rp1.600 triliun atau Rp200 triliun per tahun.

Sementara kemampuan dana publik dan capex BUMN diperkirakan hanya Rp20-40 triliun pertahun. Untuk menutup kebutuhan pendanaan ini diperlukan eskalasi dana publik, sekaligus stimulus finansial untuk memobilisasi investasi swasta dan pendanaan dari lembaga keuangan.

Namun demikian, Presiden telah menyetujui pembentukan Dana Ketahanan Energi (DKE) dan APBN-P 2016 telah mengalokasikan Rp1,6 triliun untukdikelola. Fabby memperkirakan DKE dapat menjadi instrumen penting untuk mendorong investasi EBT dan mewujudkan ketahanan energi.

“Karenanya penyelesaian aturan yang menjadi dasar hukum DKE dan aturan pelaksanaannya sangat mendesak untuk diselesaikan dalam 2 sampai 3 bulan kedepan,” pungkasnya.(Dadangsah)

Sumber: aktual.com.

Menunggu Hasil Belajar Arcandra Tahar

Ditunjuk sebagai menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bukanlah akhir, melainkan awal dari perjuangan Arcandra Tahar. Malang melintang di sektor minyak dan gas (migas) selama puluhan tahun tidak serta-merta membuat Candra jemawa. Sebuah sikap yang patut dicontoh para pejabat manapun. “Oil and gassangat luas sekali,” ujarnya di Jakarta, Jumat (29/7).

Menurut Candra, selepas dilantik sebagai menteri ESDM menggantikan Sudirman Said, pada Rabu (27/7), mempelajari semua isu strategis sektor ESDM semisal migas, mineral, dan batu bara (minerba), ketenagalistrikan serta energi baru dan terbarukan, adalah keniscayaan.

Pun kebijakan-kebijakan yang telah dan akan dibuat.

“Rangeilmu itu satu sampai sepuluh. Setengah saja mungkin enggak. Minerba juga sama. Belum lagi masalah teknis. Saya lebih banyak enggakpunya ilmu lagi. Insya Allah saya akan belajar sekuat tenaga,”

katanya. Pria asal Padang, Sumatra Barat, ini bahkan menyebut tidak ada manusia seperti Superman yang bisa menguasai beragam kompetensi dalam waktu singkat. Meski begitu, Candra akan berusaha keras agar dalam tempo cepat memahami isu dan kebijakan.

“Tim dan saya sudah identifikasi permasalahan yang ada. Untuk kelistrikan misalnya ini program presiden. Saya sebagai pembantu presiden akan mengamankan program 35 ribu Megawatt. Kendala yang muncul dengan kementerian lain akan kita cari solusi dalam waktu singkat,” ujarnya. Candra juga merencanakan untuk mengumpulkan seluruh stake holdersektor energi, termasuk para kontraktor, operator, dan investor pada pekan depan.

Tujuannya antara lain untuk menghimpun aspirasi serta keluhan yang ada di lapangan terkait hambatan-hambatan investasi.

Meski masih dalam tahap belajar, Arcandra diminta tidak kehilangan momentum dalam melanjutkan reformasi tata kelola sektor energi dan akselerasi pembangunan infrastruktur energi.

Pengamat energi, Fabby Tumiwa, menyebutkan, terdapat tiga aspek yang perlu mendapatkan perhatian menteri ESDM, yakni reformasi institusi dan kelembagaan sektor migas dan minerba, percepatan penyediaan akses energi, dan inovasi kebijakan dan teknologi.

Reformasi sektor migas dan minerba, lanjut Fabby, meliputi penyusunan RUU Migas untuk menggantikan UU Nomor 22/2001 yang dibatalkan tiga kali oleh Mahkamah Konstitusi (MK). UU Migas yang saat ini masih berlaku dipandang tidak lagi efektif sebagai payung hukum regulasi sektor migas yang semakin kompleks dan berisiko.

“Ketiadaan perangkat hukum dan peraturan yang pasti telah terbukti menyurutkan minat investasi di sektor hulu migas yang semakin turun dalam sepuluh tahun terakhir ini,” kata Fabby.

Kepala Kajian Kebijakan dan Keuangan Publik Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Khoirunurrofik optimis Arcandra mampu membenahi sektor energi.

Rofik, sapaan akrabnya, menjelaskan, langkah pertama yang krusial adalah produksi migas yang sudah diamanatkan dalam APBNP 2016. Kemudian membenahi dan melakukan penataan di industri pertambangan umum terutama masalah perizinan dan divestasi.

“Dan terakhir masalah kelistrikan dalam upaya meningkatkan elektrifikasi dan akses bagi masyarakat luas, menyiapkan kebutuhan energi listrik bagi industri terutama di kawasan-kawasan industri dan mendukung kebijakan pembangunan smelter yang merupakan industri lahap energi,” kata Rofik. Oleh Sapto Andika Candra, ed: Muhammad Iqbal

Sumber: republika.co.id.

IESR : Menteri ESDM Hilangkan ‘Bagi-Bagi’ Proyek Sektor Listrik

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Archandra Tahar (kiri) memimpin rapat internal di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (29/7). Menteri ESDM pengganti Sudirman Said tersebut mempersiapkan tiga kebijakan yang akan dijalankan dalam membenahi sektor energi, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, membangun kedaulatan energi guna menjamin pasokan kebutuhan, dan memberikan jaminan kepastian hukum bagi investor luar dan dalam negeri. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww/16.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Archandra Tahar (kiri) memimpin rapat internal di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (29/7). Menteri ESDM pengganti Sudirman Said tersebut mempersiapkan tiga kebijakan yang akan dijalankan dalam membenahi sektor energi, yaitu pemanfaatan sumber daya alam, membangun kedaulatan energi guna menjamin pasokan kebutuhan, dan memberikan jaminan kepastian hukum bagi investor luar dan dalam negeri. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Menteri baru di sektor ESDM, Arcandra Tahar disambut segudang tumpukan masalah yang selama ini tak kunjung teratasi. Karenanya Arcandra dituntut bekerja secara cekatan dan terukur terutama untuk penyediaan akses energi bersih berkelanjutan dan terjangkau bagi rakyat Indonesia.

Secara spesifik Institute for Essential Service Reform (IESR) memaparkan hal yang penting untuk diperhatikan yakni pemerataan akses listrik bagi 9 juta rumah tangga yang belum terjangkau listrik hingga hari ini, serta penyediaan bahan bakar dan teknologi memasak yang bersih bagi 22-24 juta rumah tangga yang bergantung pada biomassa tradisional. Upaya ini perlu diterjemahkan dalam kerangka kerja yang jelas.

“RPJMN 2015-2019 mentargetkan 96 persen rasio elektrifikasi pada akhir 2019, untuk itu Menteri ESDM hanya punya waktu 3 tahun untuk menyediakan listrik bagi 6 juta rumah tangga dan meletakan dasar-dasar yang kokoh untuk mencapai elektrifikasi 100 persen sebelum 2025,” kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, Sabtu (30/7).

Sementara pada saat yang bersamaan, Menteri ESDM tidak boleh lalai untuk memastikan ketersediaan pasokan listrik nasional dalam pemenuhan kebutuhan energi listrik yang terus meningkat dan memenuhi target konsumsi listrik sebesar 1200 kWh/kapita pada 2019, sebagaimana target RPJMN.

Oleh karenanya pembangunan dan pemenuhan kebutuhan energi merupakan satu kesatuan untuk keberhasilan pelaksanaan program 35 ribu MW. Dalam hal ini menteri ESDM harus memastikan bahwa PLN mampu membangun pembangkit 10 ribu MW hingga 2019 dan jaringan transmisi dan distribusi yang dibutuhkan dengan tepat waktu.

Kemudian juga memastikan agar realisasi pembangunan pembangkit listrik swasta (IPP) sebesar 25 ribu MW tidak mengalami keterlambatan. Penyediaan tenaga listrik untuk daerah terpencil tidak boleh ditunda, dan diperlukan pendekatan yang inovatif.

“Menteri ESDM harus memastikan PLN melaksanakan seluruh proses pengadaan dan pembangunan sesuai prinsip-prinsip good corporate governance, menetapkan standar kualitas pembangkit dan jaringan yang dibangun, dan mencegah terjadinya praktek-praktek transaksional dan ‘bagi-bagi’ proyek kepada politisi atau partai politik. Menteri ESDM harus mendesak PLN menerapkan ‘zero tolerance’ atas praktek-praktek korupsi,” pungkasnya. (Dadang Sah)

Sumber: aktual.com.

Menteri ESDM Arcandra Akan Prioritaskan Revisi UU Migas

menteri-esdm-arcandra-akan-prioritaskan-revisi-uu-migas-3jSJAKARTA – Kedatangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar menggantikan Sudirman Said di sambut baik segenap keluarga besar Kementerian ESDM. Di hari pertamanya kerja, Arcandra langsung menggelar rapat pimpinan dan di hadiri segenap jajaran pejabat eselon I di lingkungan Kementerian ESDM.

Hadir dalam rapat pimpinan diantaranya, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Teguh Pamudji, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmadja Puja, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Ridha Mulyana dan Direktur Jenderal Mineral dan Barubara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono. Rapat pimpinan bertujuan untuk mendalami tugas pokok dari setiap sub direktorat serta membahas program-program utama yang di jalankan di Kementerian ESDM.

“Terdapat 30 program strategis yang di bahas dari hulu sampai hilir. Dan yang paling atas berkaitan dengan revisi rancangan undang-undang migas. Tapi belum ada arahan secara spesifik masih umum sekali,” ujar Wiratmadja.

Menurut Wirat revisi undang-undang migas merupakan prioritas strategis yang harus segera disahkan tahun ini bersama DPR. Ia beralasan pengesahan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas sebagai kunci keberhasilan pemerintah menggairahkan kembali industri migas di tengah kelesuan harga minyak dunia. “Sebab itu kita ingin tahun ini sudah selesai,” ujar dia.

Dalam serah terima jabatan yang di selenggarakan Rabu malam (27/7), Arcandra juga menegaskan bahwa revisi UU Migas jadi prioritas utama. Ia beranggapan revisi UU Migas disesuaikan dengan dinamika industri migas global saat ini.

UU migas yang baru, kata Arcandra, harus mampu menjawab masalah migas saat ini. Pasalnya saat ini ketersediaan migas tidak lagi berada dalam kondisi geologi yang mudah dijangkau. Namun saat ini mencari energi yang bersumber dari migas semakin sulit. Eranya bergeser ke lapangan marjinal, lepas pantai termasuk laut dalam, tight dan shale oil dan gas serta enhanced oil recovery.

“Kesulitan diperparah dengan minimnya infrastruktur. Padahal produksi migas terus menurun dan rasio pengembalian cadangan yang sangat rendah,” ujarnya.

Menurut dia terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, membuat proses bisnis yang lebih efisien, transparan dan terukur. Kedua, sumber daya manusia yang kompeten yang ditunjang dengan skill, pengetahuan dan pengalaman. Ketiga, memanfaatkan teknologi yang tepat guna dan tepat sasaran.

Ia juga akan menghapus beberapa peraturan yang tidak sejalan dengan upaya membangun kedaulatan energi. Disamping itu pihaknya juga akan menerapkan regulator atau Kementerian ESDM sebagai mitra dari pelaku bisnis sehingga regulator bukan dianggap sebagai sumber masalah dari sebuah proses bisnis.

Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menyarankan supaya Arcandra tidak kehilangan momentum melanjutkan reformasi tata kelola sektor energi dan akselerasi pembangunan infrastruktur energi.

Menurut Fabby, terdapat tiga aspek yang perlu mendapatkan perhatian di sektor ESDM, yaitu reformasi institusi dan kelembagaan sektor migas dan minerba, percepatan penyediaan akses energi, dan inovasi kebijakan dan teknologi. Reformasi sektor migas dan minerba, meliputi penyusunan revisi UU Migas menggantikan UU No. 22/2001 yang dibatalkan tiga kali oleh Mahkamah Konstitusi.

UU Migas yang saat ini masih berlaku, kata Fabby, tidak efektif sebagai payung hukum regulasi sektor migas, yang semakin kompleks dan beresiko. “Tidak adanya perangkat hukum dan peraturan yang pasti telah terbukti menyurutkan minat investasi di sektor hulu migas yang semakin turun dalam 10 tahun terakhir ini,” kata dia.

Selain itu, lanjutnya, keputusan investasi migas dilakukan secara terukur, proses yang transparan, berdasarkan aturan main dan regulasi yang jelas. Preseden kasus perubahan rencana pengembangan Lapangan Abadi di Blok Masela menjadi contoh adanya ketidak pastian proses keputusan investasi sektor migas dan ketidak jelasan regulasi.

“Berbagai faktor ini membuka politisasi yang menyebabkan keputusan pengembangan lapangan Abadi dilakukan melalui proses politik yang tidak transparan dan prudent serta menyampingkan perhitungan teknis-ekonomis,” kata dia.

Sumber: ekbis.sindonews.com.

Menteri ESDM Baru Harus Banyak Belajar dari Preseden Lapangan Abadi di Blok Masela

blok-masela_20160628_195138TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Preseden kasus perubahan plan of development (PoD) Lapangan Abadi di Blok Masela menjadi contoh nyata ketidakpastian proses pengambilan keputusan investasi sektor migas dan ketidakjelasan regulasi oleh Pemerintah.

Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru, Archandra Tahar, harus menaruh perhatian serius terhadap hal ini.

Fabby menilai, ada hal yang harus jadi perhatian Archandra. Antara lain, reformasi institusi dan kelembagaan di internal Kementerian ESDM, reformasi kebijakan sektor migas dan minerba, percepatan penyediaan akses energi dan inovasi kebijakan dan teknologi.

Reformasi di sektor migas dan minerba, kata dia, harus dilakukan lewat penyusunan UU Minyak dan Gas untuk menggantikan UU No. 22/2001 yang dibatalkan tiga kali oleh Mahkamah Konstitusi.

Dia menilai, UU Migas yang saat ini masih berlaku dipandang tidak lagi efektif sebagai payung hukum regulasi sektor migas yang semakin kompleks dan beresiko.

Lemahnya regulasi, menurut Fabby, terbukti menyurutkan minat investasi di sektor hulu migas dalam 10 tahun terakhir.ini.

Karena itu, Menteri ESDM harus memastikan keputusan investasi migas dilakukan secara terukur, proses yang transparan, berdasarkan aturan main dan regulasi jelas.

“Berbagai faktor ini membuka politisasi yang menyebabkan keputusan pengembangan lapangan Abadi dilakukan melalui proses politik yang tidak transparan dan prudent serta menyampingkan perhitungan teknis-ekonomis,” katanya kepada Tribunnews.com, Kamis (28/7/2016).

Penyempurnaan UU Mineral dan Batubara menurutnya juga mendesak dilakukan demi memastikan pengusahaan minerba dilakukan secara bertanggung jawab, transparan dan berkelanjutan.

Penyempurnaan pelaksanaan kebijakan clean and clear atas izin-izin pertambangan perlu terus dilakukan, termasuk keberanian memutus praktek-praktek tidak sehat dalam pemberian izin dan pengusahaan pertambangan.

Sumber: www.tribunnews.com.