Koalisi Bali Emisi Nol Bersih Menekankan Pentingnya Pendekatan Akar Rumput dalam Adaptasi dan Mitigasi Iklim di Bali

Ubud, 27 Oktober 2024 – Provinsi Bali, melalui peluncuran inisiatif Emisi Nol Bersih Bali pada Agustus 2023, telah mengukuhkan komitmen untuk menjadi provinsi terdepan dalam mencapai target emisi nol bersih pada 2045. Komitmen ini adalah upaya nyata dari Peraturan Gubernur Bali No. 45 Tahun 2019 tentang Energi Bersih Bali, sekaligus tonggak perjalanan pembangunan hijau di Provinsi Bali. Komitmen pemerintah ini juga mencerminkan berbagai inisiatif akar rumput di Bali, di mana kelompok masyarakat bersama mitra pembangunan berkolaborasi melakukan inovasi berbasis data, dan menerapkan strategi yang berakar dalam nilai-nilai budaya Bali.

Untuk memperkuat komitmen semua pihak di Provinsi Bali dalam mengurangi emisi karbon dan menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat, serta menekankan pentingnya kolaborasi dan keterlibatan masyarakat, Koalisi Bali Emisi Nol Bersih (Koalisi Bali ENB) melaksanakan diskusi dan talkshow publik, “Bali Net Zero Emissions Coalition: A Collaborative Effort to Transform Climate Ambition into Action,” di acara Ubud Writers & Readers Festival (UWRF) di Ubud, Bali (26/10/2024). 

Acara yang berlangsung di Taman Baca, Ubud ini, dihadiri oleh anggota Koalisi Bali ENB, yaitu World Resources Institute (WRI) Indonesia, Institute for Essential Services Reform (IESR), New Energy Nexus (NEX) Indonesia, dan CAST Foundation, beserta perwakilan dari komunitas dan aktor lokal, dan dipandu oleh wartawan dan aktivis perempuan Ni Ketut Sudiani sebagai moderator. 

Kepala Sekretariat Koalisi Bali Emisi Nol Bersih, Sofwan Hakim, mengungkapkan bahwa target Bali untuk mewujudkan Bali Emisi Nol Bersih pada 2045 membutuhkan dukungan dan partisipasi pemerintah, pemangku kepentingan, dan seluruh lapisan masyarakat Bali. Menurutnya, Koalisi Bali Emisi Nol Bersih mendukung upaya Bali dengan mendorong pemerintah untuk merumuskan kebijakan yang berpijak pada nilai lokal kehidupan Bali yang harmonis, dan pada saat bersamaan juga berkolaborasi dengan masyarakat untuk mencari solusi lokal yang berkelanjutan. 

“Koalisi Bali Emisi Nol Bersih berusaha mengembangkan dan menerapkan solusi-solusi lokal untuk teknologi rendah karbon, mendorong transisi yang adil, dan memposisikan Bali sebagai pilot model untuk penerapan kebijakan-kebijakan dan aksi-aksi emisi nol bersih di tingkat sub-nasional,” ungkap Sofwan Hakim.

Erlangga Bayu, selaku Pendiri dan Direktur BTI Energy and Electric Wheel, menjelaskan kolaborasi yang dilakukan bersama WRI Indonesia telah memungkinkan terbangunnya electric vehicle (EV) battery charging station yang terhubung solar panel di Desa Peliatan, sebagai salah satu bentuk nyata integrasi energi bersih di Ubud. Instalasi ini akan dikelola oleh Badan Usaha Milik Desa, dan melalui bisnis model yang dirumuskan bersama oleh WRI Indonesia dan BTI Energy and Electric Wheel, pendapatan yang dihasilkannya akan digunakan untuk perawatan fasilitas, dan lain-lain.

“Dengan skema ini, kami berharap otoritas di desa-desa lain mau mengadopsi teknologi serupa, agar manfaatnya dapat dirasakan masyarakat lebih luas, dalam upaya bersama untuk mencari solusi dan melaksanakan aksi mengurangi kemacetan, serta mewujudkan kawasan rendah emisi di Ubud,” ungkap Erlangga Bayu. 

Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR, menjelaskan pemanfaatan energi terbarukan yang tersedia melimpah di Bali merupakan salah satu langkah strategis dalam mewujudkan inisiatif Bali Emisi Nol Bersih 2045. Berdasarkan data IESR, potensi teknis energi terbarukan di Bali mencapai 143 gigawatt (GW). IESR dalam Koalisi Bali ENB, mendukung upaya pemerintah Bali menjadikan Nusa Penida sebagai wilayah yang memanfaatkan 100 persen energi terbarukan pada 2030. Saat ini, Nusa Penida masih mengandalkan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) untuk menjalankan aktivitas ekonominya.

“Pada 2024, IESR telah menyelesaikan peta jalan untuk merealisasikan Nusa Penida sebagai pulau ikonis yang memanfaatkan 100 persen energi terbarukan pada 2030. Upaya selanjutnya adalah mendorong investasi dan sumber daya, serta memobilisasi dukungan dari semua pihak, terutama PLN, pihak swasta dan aktor lokal di Bali. Selain itu, pelibatan masyarakat juga penting untuk mendorong narasi emisi nol bersih, serta aksi nyata untuk memasang PLTS di atap rumah, di hotel dan fasilitas publik. Kami juga berharap isu energi dan lingkungan menjadi prioritas pemimpin daerah untuk memperkuat komitmen dan aksi menuju Bali Emisi Nol Bersih 2045,” tandas Marlistya.

NEX Indonesia, bersama Ni Nyoman Rida Bimastini (Ima), Co-founder & CMO MagiFarm, saat ini berkolaborasi mendorong komunitas akar rumput mengadopsi solusi & inovasi iklim – salah satunya di sektor food waste management di Bali. 

“Mayoritas sampah di Bali adalah sampah organik, yang jika tidak terolah bisa memproduksi gas metan. Dengan dukungan dari New Energy Nexus, kami dapat bekerja sama dengan perangkat desa untuk mengelola sampah organik di TPS3R Kertalangu Kesiman, menggunakan siklus hidup maggot BSF (black soldier fly) untuk mengolah limbah organik secara efisien. Harapan besar kami adalah bisa memiliki fasilitas pengelolaan sampah skala kecil di desa-desa Bali yang dapat diakses masyarakat. Ini adalah solusi skala desa yang kami harap bisa berkembang secara masif ke depan. Namun, kita tidak bisa berjalan sendirian, solusi lokal perlu berkembang dan didukung masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan berbagai pemangku kepentingan,” ujar Ima. 

Tafia Sabila Khairunnisa, Design Researcher di Fab Lab Bali, menekankan pentingnya kolaborasi erat dengan masyarakat untuk mengubah paradigma dari konsumen menjadi produsen, terutama dalam mendukung transisi energi bersih yang berlandaskan kebutuhan lokal.

“Melalui kegiatan di Serangan bersama CAST Foundation, kami menggunakan pendekatan kolaboratif dalam pengembangan teknologi, di mana komunitas berperan sebagai co-creator. Kami mendampingi anggota masyarakat dalam proses problem-solving, capacity building, serta membangun budaya inovasi yang berakar pada potensi lokal dan nilai-nilai tradisional. Dengan memperkenalkan konsep fabrikasi digital dan pendekatan learning through making, teknologi tidak hanya sekadar sarana, tetapi ruang eksperimentasi bagi komunitas untuk berinovasi. Melalui pendekatan ini, kami berharap setiap desa dan komunitas dapat menjadi laboratorium inovasi berkelanjutan yang memanfaatkan teknologi untuk memperkuat kemandirian dan ketahanan menuju ekonomi yang regeneratif,” ungkap Tafia Sabila.

Share on :

Leave a comment