Komitmen Jawa Tengah Menuju Industri Rendah Emisi

Jakarta, 15 September 2025 – Sektor industri merupakan salah satu penggerak utama perekonomian Indonesia sekaligus kontributor emisi terbesar ketiga setelah pembangkit listrik dan transportasi. Pada 2024, emisi industri di Indonesia mencapai 452 juta ton setara karbon dioksida per tahun. Di tengah tren pasar global yang menuntut produk dan jasa berjejak karbon rendah, industri Indonesia perlu bertransformasi menuju industri hijau dan rendah karbon agar tetap berdaya saing di pasar internasional dan domestik. Transformasi ini juga menjadi kontribusi krusial sektor industri untuk mencapai dekarbonisasi di 2050.

Jawa Tengah menyumbang 8,5% PDRB Nasional. Pada kuartal II 2025, ekonomi Jawa Tengah tumbuh 5,28 persen dibanding periode yang sama tahun 2024, di atas rata-rata pertumbuhan nasional. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh industri pengolahan yang menyumbang 96,25 persen kenaikan. Selain itu, selama enam bulan pertama 2025, Jawa Tengah mencatat realisasi investasi sebesar Rp48,58 triliun dari Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Rp10,6 triliun dari investasi mikro dan kecil.

Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi dalam acara Jateng Green Industry Summit 2025 yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Tengah menegaskan komitmen pemerintah provinsi dalam mendorong kemandirian ekonomi hijau. Ia bahkan telah menerbitkan surat Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah Nomor 500.9/0006073 Tahun 2025 tentang “Akselerasi Transisi Energi Melalui Pemanfaatan Energi Terbarukan Pada Sektor Industri. Jawa Tengah bahkan menjadi satu-satunya provinsi yang memberikan insentif pajak bagi pelaku usaha dan industri yang menerapkan ekonomi hijau.

“Sesuai dengan arah kebijakan perencanaan pembangunan Jawa Tengah, pada tahun 2028 arah kebijakannya adalah peningkatan dan pemerataan ekonomi berbasis potensi desa dan industri hijau. Kemandirian ekonomi hijau dan ekonomi biru menjadi basis keunggulan sebagaimana roadmap dan dilaksanakan di berbagai wilayah termasuk kabupaten,” ungkapnya dalam sambutannya.

Fabby Tumiwa Chief Executive Officer (CEO) IESR, mengatakan bahwa Jawa Tengah memiliki posisi yang unik dan menarik. Jawa Tengah memiliki basis manufaktur yang beragam dan industri menyumbang sepertiga dari perekonomian provinsi ini. Namun, aktivitas ekonominya masih bergantung pada energi fosil seperti batubara dan minyak, sehingga industri manufaktur di Jawa Tengah menghadapi tekanan global, terutama dari negara-negara tujuan ekspor. Salah satunya, Uni Eropa, yang telah menerapkan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) dan standar keberlanjutan yang menuntut produk beremisi rendah. Jika industri, terutama di Jawa Tengah, tidak segera bertransformasi, maka daya saing di pasar global akan terancam.

“Pemanfaatan energi terbarukan, efisiensi energi dan penerapan sirkular ekonomi dapat diterapkan oleh industri-industri di Jawa Tengah. Alih-alih dipandang sebagai beban, tuntutan untuk dekarbonisasi dan mewujudkan industri hijau seharusnya menjadi strategi untuk menurunkan biaya operasi, memperkuat daya saing, membuka akses pasar dan menarik investasi hijau, serta meningkatkan keuntungan bagi pelaku usaha, sekaligus menciptakan lapangan kerja baru di sektor industri,” jelas Fabby.

Fabby juga menekankan bahwa peran pemerintah pusat dan daerah sangat penting dalam mengarahkan dan mendorong transformasi industri hijau melalui kebijakan, regulasi, serta pemberian insentif. Dengan demikian, industri pun terpacu  melakukan upaya-upaya penurunan emisi gas rumah kaca dan limbah serta pemanfaatan material secara efisien. 

“Pemerintah juga perlu memperkuat ekosistem industri hijau agar kolaborasi antara industri, lembaga keuangan, masyarakat, konsumen, dan pemerintah sendiri dapat berjalan lebih efektif,” kata Fabby.

Pada Jateng Green Industry Summit 2025 dilakukan juga penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) tentang kolaborasi pendampingan untuk percepatan transformasi industri hijau melalui komunitas Industrial Assessment Center (IAC) serta pengembangan kawasan industri hijau dan pemanfaatan energi baru terbarukan antara IESR dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah, Universitas Diponegoro, Universitas Sebelas Maret, dan Kawasan Terpadu Batang.

Share on :

Leave a comment