Jakarta, 15 Desember 2023 – Dalam tiga tahun terakhir, terdapat sejumlah kemajuan dalam transisi energi di Indonesia. Sejak 2020, Pemerintah Indonesia mulai memasukkan agenda transisi energi dalam agenda pemerintah.
Dalam peluncuran laporan utama tahunan Indonesia Energy Transition Outlook 2024, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) menekankan kemajuan ini merupakan suatu hal yang penting.
“Dalam 3 tahun terakhir, Indonesia berupaya untuk konsolidasi kebijakan insentif energi terbarukan. Hasilnya belum banyak terlihat, namun isu transisi energi semakin dibicarakan, menjadi isu penting, dan menjadi agenda utama. Tahap selanjutnya, dengan adanya kebijakan yang terkonsolidasi, langkah transisi energi Indonesia dapat lebih cepat,”
Fabby menambahkan dalam menyusun laporan IETO 2024, tim IESR menggunakan empat kerangka untuk menganalisis perkembangan transisi energi di Indonesia meliputi (1) kerangka kebijakan dan regulasi, (2) dukungan pendanaan dan investasi, (3) aplikasi dari teknologi, serta (4) dampak sosial dan dukungan masyarakat.
Dalam kesempatan yang sama, Dadan Kusdiana, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), menyatakan bahwa konsolidasi yang dilakukan pemerintah saat ini tidak hanya dilakukan dari sisi regulasi, tetapi juga dilakukan dari sisi tekno ekonomi.
“Menurut kami, salah satu kunci suksesnya NZE (net zero emission) di sektor pembangkitan listrik adalah adanya super grid yang menyambungkan pulau-pulau di Indonesia,” kata Dadan.
Capaian dekarbonisasi Indonesia selama tahun 2023, dinilai kurang menggembirakan di mana dalam kurun waktu satu tahun ini penambahan kapasitas energi terbarukan hanya bertambah sekitar 1 GW, jauh dari target RUPTL 2021-2030 yang menetapkan 3,4 GW pada periode yang sama.
Alvin Sisdwinugraha, Analis Sektor Ketenagalistrikan IESR mengungkapkan Indonesia perlu segera berbenah untuk mengejar target dekarbonisasinya, terutama dalam pengembangan proyek energi terbarukan.
“Pemerintah dapat melakukan sejumlah strategi meliputi peninjauan ulang fase persiapan proyek, meningkatkan daya tarik proyek, meningkatkan rantai pasok energi terbarukan dalam negeri, dan segera meningkatkan infrastruktur jaringan ketenagalistrikan.”
Alvin juga menyoroti strategi pengembangan biomassa, yang terkait erat dengan ketersediaan lahan untuk tanaman bahan baku (feedstock). Mengingat ketersediaan lahan yang terbatas, ia mengungkapkan. baik jika penggunaan biomassa difokuskan pada sektor-sektor yang sulit untuk didekarbonisasi (hard-to-abate).
Selain sektor ketenagalistrikan, sektor lain yang mengkonsumsi energi adalah industri dan bangunan. Sektor industri merupakan pemicu peningkatan konsumsi energi yang signifikan di Indonesia, atau sekitar 81%. Pada tahun 2022, terdapat penambahan 5 unit smelter komersil, yang dapat berdampak pada potensi peningkatan konsumsi energi sebanyak 2 kali lipat pada tahun 2023.
Fathin Sabbiha Wismadi, Analis Energi Efisiensi pada Bangunan, IESR, mengungkapkan adanya regulasi yang mengikat akan menjadi salah satu akselerasi efisiensi energi.
“Kita memiliki 6 hal yang dapat berkontribusi untuk menurunkan intensitas energi di Indonesia, pertama, elektrifikasi. Kedua, efisiensi energi, ketiga, regulasi mengenai konsumsi energi dan efisiensi energi, keempat ekosistem dan infrastruktur seperti lokasi pengisian daya, kelima, insentif dan keenam, meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia,” ungkap Fathin.
Dari sisi suplai, pada level sub-nasional, sejumlah daerah di Indonesia telah menyelesaikan Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Anindita Hapsari, Analis Agrikultur, Kehutanan,
Penggunaan Lahan dan Perubahan Iklim IESR menyoroti kebutuhan asistensi pada tiap-tiap daerah dalam mengakselerasi adopsi energi terbarukannya.
“Kemampuan setiap daerah yang berbeda, memerlukan adanya asistensi dalam bentuk regulasi dan skema, baik finansial dan non finansial,” kata Anin.
Ketersediaan pembiayaan menjadi salah satu isu yang menghambat akselerasi energi terbarukan. Salah satu penyebabnya adalah persepsi investasi energi terbarukan masih terbilang rendah. Martha Jessica, Analis Sosial Ekonomi IESR, menyampaikan investasi pada pembangkit energi terbarukan masih dianggap sebagai investasi berisiko tinggi (high risk).
“Realisasi investasi di renewables juga masih rendah. Tren sangat jauh dari kata ideal di mana tahun ini dan tahun lalu tidak mencapai targetnya, yaitu target investasi sebesar USD 1,8 miliar pada 2023, namun semester kemarin hanya tercapai sekitar 30% saja,” katanya.
Sektor ketenagalistrikan merupakan sektor terdepan dalam agenda dekarbonisasi Indonesia, karena sudah memiliki peta jalan dekarbonisasi nya. Meskipun demikian, target di sektor ketenagalistrikan tetap tidak mudah untuk dicapai.
His Muhammad Bintang, Analis Teknologi Penyimpanan Energi dan Baterai, IESR, menyebutkan setidaknya terdapat tiga hal yang perlu didorong untuk memastikan tercapainya target dekarbonisasi sektor ketenagalistrikan.
“Pertama, kita perlu membangun clean energy ecosystem, kedua physical and non-physical infrastructure, dan prioritaskan intervensi yang sudah teruji,” katanya.