Membangun Produksi dan Pasar Hidrogen Hijau Indonesia

Jakarta, 15 September 2025 –  Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai hidrogen hijau dapat berkontribusi pada upaya pemangkasan emisi dan dekarbonisasi global. Hidrogen dapat menggantikan bahan bakar fosil di sektor-sektor yang sukar untuk dipangkas emisinya seperti transportasi, manufaktur besi dan baja, petrokimia, dan penyimpan energi. Selain itu, hidrogen hijau juga dapat meningkatkan ketahanan energi dengan menyediakan energi terbarukan yang stabil dari sumber energi terbarukan setempat, khususnya angin dan surya, serta menurunkan ketergantungan pada impor energi fossil.       

IESR menilai pemanfaatan hidrogen hijau sejalan dengan visi Asta Cita Indonesia Emas 2045. Pemanfaatan energi terbarukan untuk memproduksi hidrogen hijau akan mengurangi ketergantungan pada impor energi fosil dan mencapai kemandirian energi. 

Chief Executive Officer (CEO) IESR, Fabby Tumiwa menyatakan secara global produksi hidrogen tumbuh pesat, melampaui permintaan dalam lima tahun terakhir. Berdasarkan data Hydrogen Council, hingga 2025 kapasitas hidrogen bersih yang sudah dikomitmenkan mencapai lebih dari 6 juta ton per tahun, sementara permintaan baru sekitar 3,6 juta ton per tahun.  Sementara dari sisi investasi lebih dari USD 110 miliar telah dikomitmenkan untuk lebih dari 500 proyek hidrogen di dunia, baik yang ada dalam tahap final investment decision (FID), tahap konstruksi maupun operasi. Jumlah proyek hidrogen sejak 2020 meningkat 7,5 kali lipat. Meski begitu, sekitar 3 persen proyek dibatalkan dalam 18 bulan terakhir akibat ketidakpastian kebijakan dan pasar yang belum terbentuk.

“Kondisi ini adalah bagian dari dinamika pasar yang sehat. Sama seperti energi surya, angin, atau baterai di masa awal, pertumbuhan sektor hidrogen juga melalui fase turbulensi di awal. Proyek yang berkelanjutan adalah yang memiliki model bisnis jelas, dan dukungan kebijakan yang kuat,” ujar Fabby dalam Webinar “Road to Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD): Menilik Perkembangan Hidrogen Hijau Global dan Indonesia” yang diselenggarakan oleh IESR dan turut didukung oleh British Embassy Jakarta melalui proyek Green Energy Transition Indonesia (GETI)  pada Jumat (12/9). 

Fabby menuturkan, untuk itu fokus pengembangan hidrogen hijau tidak hanya pada membangun kapasitas produksi, melainkan juga memastikan bertumbuhnya permintaan dan pasar, dan model bisnis yang menarik untuk mendapatkan pembiayaan (bankable) dengan kebijakan dan regulasi serta insentif yang memadai.

Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang melimpah, energi surya, angin, air, hingga biomassa yang dapat menjadi modal utama untuk produksi hidrogen hijau. Berdasarkan Peta Jalan Hidrogen dan Ammonia Nasional, permintaan hidrogen Indonesia diproyeksikan mencapai 11,7 juta ton per tahun pada 2060, sementara potensi produksinya bisa menembus 17,5 juta ton per tahun. Ini menempatkan Indonesia bukan hanya sebagai konsumen, tetapi juga berpeluang menjadi eksportir hidrogen bersih.

Juniko Nur Pratama, Manajer Program Dekarbonisasi Industri, IESR menyebut dua sektor utama yang diperkirakan menjadi pengguna terbesar yakni ketenagalistrikan dan industri. Sektor industri yang paling siap untuk menggunakan hidrogen hijau adalah ammonia dan pupuk, besi dan baja, kimia serta metanol.

“Dalam industri amonia dan pupuk, hidrogen hijau berpotensi menjadi bahan baku utama pengganti hidrogen dari gas alam. Pada industri besi dan baja, hidrogen hijau bisa menggantikan batubara untuk mengolah bijih besi. Sementara itu, di sektor kimia dan metanol, hidrogen hijau membuka peluang besar untuk menghasilkan biofuel serta berbagai bahan kimia ramah lingkungan,” jelas Juniko. 

IESR menekankan pentingnya tiga hal untuk mempercepat ekosistem hidrogen hijau di Indonesia. Pertama, kebijakan dan regulasi yang jelas untuk menurunkan biaya teknologi termasuk insentif fiskal dan non-fiskal agar proyek hidrogen lebih bankable. Kedua,  membangun permintaan domestik terutama di sektor industri dan listrik, agar tercipta kepastian pasar. Ketiga,  pembangunan proyek hidrogen di lokasi strategis, dekat dengan sumber energi dan pasar, sehingga efisien dari sisi ekonomis dan teknis serta layak secara bisnis. Harapannya, banyaknya inisiatif pembangunan proyek hidrogen dapat mendorong pembiayaan hijau yang mempercepat penurunan emisi industri dan meningkatkan adopsi hidrogen hijau di sektor industri. Praktik terbaik adopsi hidrogen ini dapat mempercepat pengembangan teknologi rendah emisi, menurunkan harga produksi hidrogen hijau dan memperkuat posisi hidrogen hijau sebagai teknologi kunci untuk pengurangan emisi di sektor industri.

Pembahasan mengenai hidrogen hijau akan dibahas lebih lanjut Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2025 yang akan berlangsung pada 6-8 Oktober 2025. Pada hari ketiga IETD 2025 akan diselenggarakan Green Hydrogen Forum bertema Establishing Indonesia’s Green Hydrogen Ecosystem untuk mendukung pencapaian Strategi Hidrogen Nasional yang telah diluncurkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada Desember 2023.

Green Hydrogen Forum akan memfasilitasi sesi pemaparan singkat bagi perusahaan yang berperan dalam pengembangan ekosistem hidrogen hijau, baik sebagai penyedia teknologi maupun pengguna akhir. Dalam sesi ini, perusahaan terpilih akan mempresentasikan profil dan rencana pemanfaatan hidrogen hijau kepada lembaga keuangan yang berpotensi mendanai proyek energi terbarukan. Pendaftaran dapat diakses https://www.ietd.info/.

hidrogen hijau, energi terbarukan, IESR, IETD 2025, dekarbonisasi, transisi energi, ekonomi rendah karbon, investasi hijau, hidrogen Indonesia, Green Hydrogen Forum, Strategi Hidrogen Nasional, energi bersih, ketahanan energi, ramah lingkungan, industri, transportasi.

Share on :

Leave a comment