Jakarta, 28 Juli 2022- Transisi energi menjadi krusial dan urgen untuk dilakukan demi mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) dan membatasi suhu bumi di bawah 1,5 derajat Celcius pada 2050 sesuai Persetujuan Paris. Memperkuat transisi energi yang berkeadilan membutuhkan pendanaan yang berkelanjutan dan inovatif.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif dalam sambutannya pada seri seminar G20 berjudul “Unlocking Innovative Financing Schemes and Islamic Finance to Accelerate a Just Energy Transition In Emerging Economies” mengatakan Indonesia telah memiliki peta jalan transisi energi untuk mencapai neutral karbon pada 2060 atau lebih cepat.
“PLN melalui rencana bisnis penyediaan energi nasional pada tahun 2021-2023 juga telah menargetkan rencana bisnis yang lebih bersih dengan menambah pembangkit listrik yang dihasilkan dari energi terbarukan hingga 51,6%. Indonesia telah merencanakan untuk membangun nusantara super grid untuk mendorong pengembangan energi terbarukan dan juga menjaga stabilitas dan keamanan kelistrikan,” jelasnya.
Arifin juga menambahkan bahwa setidaknya Indonesia membutuhkan investasi untuk transisi energi sekitar 1 triliun USD pada tahun 2060.
“Oleh karena itu, Indonesia terus menjalin kerja sama yang lebih erat dengan negara-negara mitra dan lembaga keuangan internasional untuk menemukan mekanisme pendanaan yang inovatif,” ujarnya.
Senada, Yudo D. Priaadi, Chair of Energy Transition Working Group (ETWG) G20 2022 mengungkapkan pembiayaan inovatif dan pembiayaan syariah (Islamik) berpotensi membuka peluang untuk meningkatkan aksesibilitas dan inklusivitas menuju pembiayaan berkelanjutan.
“Kita harus mengembangkan platform yang efektif dan teruji serta dapat mengamankan investasi,” tandasnya.
Mahendra Siregar, Ketua Otoritas Jasa Keuangan menekankan selain pembiayaan berkelanjutan digunakan untuk membiayai transisi energi, namun perlu pula selaras dengan upaya pengentasan kemiskinan. Menurutnya, rencana transisi energi dengan pembiayaan berkelanjutan juga perlu memberikan keuntungan (profit).
“OJK berencana menyeimbangkan transisi dan ekonomi hijau, stabilitas sosial, dan pengentasan kemiskinan. OJK meyakinkan bank dan perusahaan kredit publik untuk mengatasi perubahan iklim,” jelasnya di kesempatan yang sama.
Kuki Soejachmoen, Direktur Eksekutif Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), mengungkapkan bahwa transisi energi tidak hanya berfokus pada transformasi penggantian sektor-sektor penghasil emisi GRK secara bertahap, tetapi juga terkait lapangan kerja baru, industri baru, keahlian baru, investasi baru dan peluang-peluang lainnya untuk menciptakan masyarakat yang tangguh.
“Itu sebabnya inklusivitas dan adil pada proses transisi energi menjadi bermakna bagi masyarakat, ekonomi, industri dan lingkungan,” tegas Kuki.
Transisi energi berkeadilan perlu pula memastikan akses energi yang berkualitas bagi semua orang terutama bagi masyarakat miskin.
“Bertransisi energi dengan salah satunya mempensiunkan PLTU batubara. Kebutuhan Indonesia untuk mempensiunkan PLTU batubara sebesar 9,2 GW seperti yang sedang dikaji oleh Kementerian ESDM, menurut laporan IESR memerlukan dana sekitar USD 4,3 miliar, namun akan memberikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat Indonesia,” jelas Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR).
Ia yakin dengan pendekatan yang berpusat pada kepentingan masyarakat akan memastikan manfaat dan biaya transformasi sistem energi didistribusikan secara adil, dan melindungi yang paling rentan di masyarakat.
Energy Transition Working Group (ETWG) Indonesia G20 2022 dan T20 Indonesia, berkolaborasi dengan Centre For Policy Development (CPD) Australia, Climateworks Centre, International Institute for Sustainable Development (IISD), Indonesia Research Institute for Decarbonization (IRID), dan the Institute for Essential Services Reform (IESR), serta didukung oleh Asia Investor Group on Climate Change (AIGCC), menyelenggarakan seminar series G20 bertajuk “Unlocking Innovative Financing Schemes and Islamic Finance to Accelerate a Just Energy Transition In Emerging Economies.”