Mendorong Palembang Menjadi Kota Hijau

Palembang, 3 Juni 2024 – Palembang, ibu kota Provinsi Sumatera Selatan, perlu bertransformasi menjadi kota hijau untuk mengantisipasi dampak krisis iklim yang tengah dirasakan. Dengan populasi yang terus bertambah dan urbanisasi yang pesat, tantangan lingkungan di Palembang semakin kompleks.

Dalam mendorong kota hijau di Indonesia, salah satu langkah yang perlu diambil yakni pemanfaatan energi terbarukan. Namun demikian, berdasarkan data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, pada tahun 2022, energi fosil masih mendominasi bauran energi daerah. Batubara menyumbang sebesar 31,59 persen, gas bumi 22,68 persen, dan minyak bumi 21,88 persen. Sementara itu, energi terbarukan mencapai 23,85 persen dari total bauran energi.

Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Holda memaparkan, Sumatera Selatan memiliki potensi energi terbarukan yang menjanjikan, khususnya energi biomassa karena sebagian besar wilayahnya berupa perkebunan. Sumber energi dari air terjun, surya, dan angin juga melimpah. Sumatera Selatan juga memiliki titik-titik panas bumi yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi listrik.

“Titik panas bumi ada di Kabupaten Lahat, Kota Pagar Alam, dan sebagian dari Kabupaten Empat Lawang, seperti di Kecamatan Pasemah Air Keruh. Pemanfaatan potensi-potensi energi terbarukan tersebut perlu dukungan dari pemerintah, salah satunya dengan mempermudah perizinan usaha untuk membantu peningkatan investasi di sektor industri energi terbarukan”, ucap Holda dalam Live Podcast RMOL Sumsel bertajuk Palembang Menuju Green City pada Selasa (28/5/2024).

Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan, Institute for Essential Services Reform (IESR), Marlistya Citraningrum memaparkan, saat ini terdapat program pengembangan kota hijau (P2KH) yang dikembangkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat bekerjasama dengan pemerintah kabupaten/kota. Dalam program tersebut, disebutkan bahwa konsep kota hijau bukan hanya sekadar banyaknya ruang terbuka hijau. Namun juga masif tersedia  transportasi publik,  baiknya pengelolaan air, dan sebagainya. 

“Desain kota bukan sekadar bangunan atau infrastruktur, tetapi juga sosial dan budaya, perilaku masyarakat. Untuk menuju kota hijau, pemanfaatan energi terbarukan menjadi salah satu indikator yang dapat didorong.  Sumatera Selatan ini memiliki sejumlah potensi energi terbarukan, yang utamanya juga didominasi biomassa karena banyaknya pertanian dan perkebunan di daerah ini,” imbuh Marlistya. 

Lebih lanjut, Marlistya mengatakan, tantangan untuk mewujudkan konsep kota hijau di kota besar seperti Palembang adalah ketersediaan lahan. Untuk itu, solusinya yakni memaksimalkan penggunaan PLTS atap. Misalnya saja memanfaatkan atap-atap bangunan pemerintah untuk dipasangi PLTS. Kemudian, perbaikan tata kota juga menjadi kunci dalam mewujudkan kota hijau. Selain itu, Marlistya juga memberikan contoh peraturan kota 15 menit yang diterapkan salah satu kota di Swiss dalam mewujudkan konsep kota hijau.

“Melalui peraturan kota 15 menit, artinya setiap masing-masing perjalanan ke sekolah, kantor, dan tempat-tempat lain harus bisa dicapai dalam waktu 15 menit. Peraturan ini tentu akan memangkas durasi perjalanan dan produksi emisi kendaraan. Hal ini bisa menjadi inspirasi mengingat Palembang masih jadi kota berkembang. Jika mau menerapkan green city, tata kotanya perlu diperbaiki kembali dan perhatikan juga model perjalanan masyarakat dari sekitar Palembang. Jika model perjalanannya seperti yang terjadi Jabodetabek, ini perlu penyesuaian lagi,” kata Marlistya.

 

Share on :

Leave a comment

Related Article