Menepis Ragu Transisi Energi
Mengapa Indonesia Harus Bertransisi Energi?
Indonesia sudah terikat dengan Persetujuan Paris
Adanya Anggapan:
“Indonesia tidak perlu terpaku pada target transisi energi global, dan menjalankan transisi yang sesuai dengan kondisi Indonesia saja,”
Namun pada Faktanya:
Sebagai pihak yang ikut menandatangani Persetujuan Paris (Paris Agreement) 2015, Indonesia memiliki kewajiban untuk ikut mengupayakan pembatasan kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat celcius dan mencapai net zero emissions pada tahun 2050.

Penjelasan:
Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi Paris Agreement sejak 2015. Artinya, Indonesia juga berkomitmen untuk berkontribusi dalam upaya global membatasi kenaikan suhu bumi hingga tidak lebih dari 1,5°C dan mencapai net zero emissions (NZE) pada 2050. Mengikuti jadwal transisi energi global penting bagi Indonesia. Selain untuk berkontribusi pada komitmen global, juga untuk menyelamatkan negaranya sendiri dari situasi ketergantungan akut pada energi fosil (carbon-lock in), yaitu situasi infrastruktur berbasis energi fosil terlalu banyak sehingga menghambat proses peralihan ke energi yang lebih bersih.
- Mengikuti jalur dan target jadwal kesepakatan global tentang target-target transisi energi bukan berarti Indonesia “didikte” negara lain, namun menunjukkan bahwa Indonesia menepati janji yang telah dibuat.
- Studi Bappenas(2019) tentang Pembangunan Rendah Karbon, Low Carbon Development Indonesia tahun 2019, menunjukkan temuan bahwa jika Indonesia ingin menjadi negara maju dan keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income trap), maka pembangunan ke depan haruslah berbasis pembangunan rendah karbon. Hal ini berarti penggunaan energi fosil harus segera dibatasi dan diakhiri secara bertahap.
- Semakin lama penggunaan energi fosil, semakin rawan Indonesia berada dalam situasi carbon lock in, yang berarti infrastruktur energi fosil terlalu banyak dan akan membutuhkan biaya sangat besar untuk mentransformasikannya.
- Dengan semakin pendeknya waktu yang dimiliki untuk menggalakkan berbagai upaya mitigasi pemanasan global dan perubahan iklim, melakukan transformasi sistem energi dengan segera adalah suatu kebutuhan dan keharusan.

- “Indonesia saat ini tergabung dalam Persetujuan Paris. Meskipun negara-negara, termasuk Indonesia, diberi ruang untuk menentukan upaya aksi mitigasi dan waktunya-nya berdasarkan kemampuan sendiri, Indonesia memiliki modalitas yang besar untuk melakukan transformasi ekonomi dari berbahan dasar fosil ke energi terbarukan lebih cepat. Terutama dilihat dari potensi energi terbarukan yang melimpah. Hal ini tidak hanya berkontribusi terhadap kualitas lingkungan atau pengurangan emisi, namun juga memberi nilai tambah lainnya, seperti penciptaan lapangan kerja hijau (green job) baru dan menaikan persentase GDP (IRENA 2023).”
– Arief Rosadi, Manajer Program Diplomasi Iklim dan Energi, IESR
1. Target waktu untuk upaya iklim global merupakan keputusan bersama (collective) di mana Indonesia termasuk di dalamnya. Suatu kewajiban bagi Indonesia untuk patuh terhadap komitmen-komitmen yang sudah disampaikan di fora internasional. Paris Agreement secara jelas mengatakan bahwa umat manusia harus menjaga suhu bumi 2 derajat di tahun 2100 atau diusahakan 1.5 di tahun 2100 sejak pra-Industri. Bergabungnya Indonesia sebagai salah satu negara pihak (party) United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) menandakan bahwa timeline target komitmen iklim global merupakan cerminan kepentingan Indonesia.
2. Indonesia harus mempercepat agenda ekonomi hijaunya melalui penghentian penggunaan PLTU. Hal ini berkontribusi terhadap keunggulan komparatif Indonesia dan mampu bersaing di kancah global ketika memasuki era industri hijau yang mapan (studi kasus mengenai ini adalah bagaimana China unggul untuk industri EV dan manufacturing PV – Hilton, Isabel 2024)
Penjabaran untuk Anak (14-18 tahun):

Adi dan Budi adalah kakak beradik. Mereka sepakat untuk membersihkan halaman dari daun-daun yang jatuh sore ini. Tapi sampai matahari mulai turun, Budi belum juga datang. Ternyata, Budi malah asyik bermain dan mengejar kupu-kupu. Adi pun akhirnya membersihkan halaman sendirian. Ia tak sadar, daun-daun terus jatuh dan makin lama makin menumpuk sampai hampir menutupi badannya! Halaman tetap berantakan, dan Mama pun menasihati mereka panjang lebar. Nah, itu akibatnya kalau tidak menepati janji! Bisa bikin segalanya jadi lebih repot.

Begitu pula dengan Indonesia. Keputusan Indonesia untuk ikut dalam perjanjian global harus ditepati. Janji-janji dalam kesepakatan ini, jika dijalankan justru akan membawa manfaat jangka panjang bagi Indonesia. Keuntungan tersebut antara lain terjaganya keberlanjutan sumber daya, pengendalian emisi, dan ketahanan energi yang lebih andal sebab ketergantungan pada sumber energi fosil, seperti impor BBM, semakin berkurang. Dengan menepati janji pada kesepakatan global, Indonesia juga akan memperkuat posisi dan hubungannya di dunia internasional.
Penjabaran untuk Dewasa (19 tahun ke atas):
Kesepakatan global seperti Persetujuan Paris adalah hasil dari negosiasi. Dalam proses pembuatannya, tentu negara-negara termasuk Indonesia ikut menyuarakan kepentingan negaranya. Jadi, ketika Indonesia memutuskan untuk menandatangani dan berkomitmen untuk mencapai target iklim yang disepakati dalam Persetujuan Paris, itu bukan karena Indonesia didikte negara lain. Tapi karena Indonesia ikut mengambil tanggung jawab global untuk melindungi bumi. Tujuannya jelas, supaya generasi mendatang masih mewarisi dan hidup di bumi yang kayak dan memiliki sumber daya yang cukup.
Indonesia punya beban emisi yang harus diturunkan
Adanya Anggapan:
Tanggungjawab pengurangan emisi global harus lebih banyak ditanggung negara maju. Toh, mereka telah lebih dulu mengotori bumi sejak masa revolusi industri.
Namun pada Faktanya:
Dunia saat ini sedang berusaha menurunkan tingkat pelepasan emisi dan Indonesia masuk dalam 10 besar negara penghasil emisi terbanyak memiliki tanggungjawab untuk mengurangi emisinya secara signifikan.

Penjelasan
- Tanggung jawab untuk mengurangi emisi global adalah tanggung jawab semua negara, terutama yang telah meratifikasi Persetujuan Paris termasuk Indonesia.
- Sebagai pihak yang menandatangani serta meratifikasi Persetujuan Paris, Indonesia terikat pada sejumlah kewajiban untuk memitigasi krisis iklim. Hal ini termasuk mengadopsi kebijakan nasional yang sesuai untuk mengurangi perubahan iklim, dengan membatasi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia (antropogenik) dan melindungi serta meningkatkan kemampuan alam dalam menyerap emisi tersebut.

“Meski negara maju memiliki beban historis yang lebih tinggi untuk menurunkan emisi, hal tersebut tidak berarti Indonesia bebas dari tanggung jawab terhadap perubahan iklim. Faktanya, dunia saat ini sedang berusaha untuk menurunkan tingkat pelepasan emisi ke atmosfer dan Indonesia masuk dalam sepuluh besar penghasil emisi terbesar di dunia. Karena itu, Indonesia tetap memiliki kewajiban untuk menekan emisi ke atmosfer, khususnya yang berasal dari PLTU.”
– Arief Rosadi, Manajer Program Diplomasi Iklim dan Energi, IESR
Penjabaran untuk Anak (14-18 tahun):

Bayangkan sebuah rumah yang memiliki beberapa ruang misal teras, ruang tamu, kamar orangtua, kamar anak, dapur, teras belakang. Setiap orang di rumah, bertanggungjawab untuk satu ruangan. Dengan kegiatan masing-masing orang yang beragam, kebutuhan untuk membersihkan tiap ruangan tidak perlu saling menunggu. Karena sudah sepakat untuk menjaga kebersihan rumah, dan tiap anggota keluarga bersedia menerima tanggungjawab per ruangan maka harus dijalankan. Saat rumah bersih dan rapi para penghuni rumah juga yang akan merasa nyaman untuk tinggal di dalamnya.
Penjabaran untuk Dewasa (19 tahun ke atas):
Referensi video dokumenter How coal made us rich — and why it needs to go | TED-Ed
- Dalam video dijelaskan bahwa pembakaran batubara melalui PLTU batubara membawa dampak pada polusi udara dan meningkatnya emisi gas rumah kaca di dunia. Untuk mengurangi emisi GRK secara signifikan, dan menjaga kenaikan suhu bumi tidak melebihi ambang batas 1,5 derajat, penggunaan batubara harus dihentikan.
- Transisi energi harus terjadi secara cepat dan adil. Keputusan untuk segera bertransisi akan berimplikasi pada biaya transisi yang lebih murah serta memberi warga komunitas yang hidup pada ekonomi batubara waktu adaptasi yang lebih panjang.


Penjelasan:
Selama ini masyarakat dilayani oleh PLN. Mereka tidak tahu proses perawatan PLTU batubara karena dikerjakan langsung oleh PLN. Sementara, jika ingin menggunakan PLTS secara pribadi atau komunal, maka perlu melakukan perawatan secara mandiri.
Ditinjau dari segi perawatan, PLTU batubara jauh lebih rumit dibandingkan dengan PLTS.
Perawatan PLTU batubara mencakup:
- Pemeliharaan boiler, turbin, sistem pendingin, pengolahan air, dan penanganan abu
- Pengecekan dan penggantian berkala komponen yang rusak
- Perawatan rutin sistem kontrol emisi, seperti scrubber, electrostatic precipitator (Muhammad Nandi Rofandi dan Irwanto, 2022)
Tidak hanya itu, PLTU batubara bertanggung jawab terhadap naiknya emisi GRK yang menyebabkan meningkatnya intensitas bencana iklim.
Sementara, perawatan PLTS hanya pada:
- Pembersihan panel, dilakukan secara rutin. Alat pembersihnya hanya berupa sabun cair, seperti membersihkan motor atau mobil (Sun Energy, 2021). Lalu seka hingga kering.
- Perawatan PLTS dapat dilakukan oleh robot baik robot manual maupun robot otomatis. Pasar robot pembersih panel surya diperkirakan akan naik tajam dalam 10 tahun ke depan, dan robot otomatis akan menjadi pilihan utama dalam pembersihan panel surya secara global. Ini sejalan dengan pertumbuhan industri energi surya dan kebutuhan akan efisiensi operasional di lapangan.
- Tidak ada bagian yang bergerak, sehingga risiko kerusakan rendah. Namun tetap harus memastikan air tidak masuk pada sistem instalasi.
Penggunaan PLTS tidak melibatkan pembakaran apapun, sehingga tidak mengeluarkan emisi GRK, dan baik untuk lingkungan.

“Dengan semakin berkembangnya standar keamanan teknologi PLTS (baik modul surya dan inverter), pemasangan dan pemeliharaannya menjadi semakin mudah, sama seperti dengan peralatan elektronik lainnya. Banyak perusahaan yang menawarkan jasa pemasangan PLTS. Selain itu, merawat PLTS hanya perlu dibersihkan secara berkala, dan mengecek kondisi perkabelan dalam jangka waktu menengah. Terkait harga, komponen terbesar dari sebuah PLTS adalah pada modul surya, dan harganya sudah turun sebesar 66% dalam 5 tahun terakhir, dan diyakini masih akan turun dalam beberapa tahun ke depan.”
– Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan, IESR
Penjabaran untuk Anak (14-18 tahun):



Merawat PLTS mirip dengan merawat ponsel atau tablet kita. Kita hanya perlu membersihkan layar dan menjaga agar tidak terkena air. Mirip dengan PLTS, yang tidak memerlukan pemeliharaan yang rumit seperti perangkat besar lainnya. Yang perlu kita pastikan adalah pengecekan terhadap PLTS dilakukan secara rutin. Kita hanya perlu membersihkan panel-panel surya dengan sabun cair dan memastikan tidak ada masalah kecil seperti air yang masuk ke sistem.
Hal yang menarik lainnya, PLTS tidak menggunakan pembakaran seperti PLTU batubara, sehingga tidak mengeluarkan gas rumah kaca yang bisa mempengaruhi lingkungan. Ini membuat PLTS menjadi pilihan yang ramah lingkungan untuk masa depan kita.
Bandingkan dengan PLTU batubara seperti mengurus satu pabrik besar. Perawatannya memerlukan pemahaman mendalam tentang berbagai sistem kompleks seperti boiler, turbin, sistem pendingin, dan pengolahan limbah. Perawatan melibatkan pemeriksaan rutin, perbaikan komponen yang rusak, dan pemantauan kontrol emisi untuk mengurangi dampak lingkungan.
Penjabaran untuk Dewasa (19 tahun ke atas):
Perawatan PLTS tidak sekomplek PLTU batubara. Selain itu, memberikan kontribusi positif bagi lingkungan karena PLTS tidak melibatkan pembakaran bahan bakar yang menghasilkan emisi gas rumah kaca. Berbeda dengan PLTU batubara yang kompleks dan dikelola secara terpusat oleh PLN, PLTS menawarkan solusi yang lebih sederhana dan ramah lingkungan. Anda dapat mengelola perawatannya dengan membersihkan panel-panel surya secara rutin, mirip seperti merawat perangkat rumah tangga lainnya.
Seberapa Efektif Variabel Energi Terbarukan Hasilkan Listrik?
Adanya Anggapan:
“Efektivitas variable energi terbarukan seperti energi surya (PLTS) dan energi angin (PLTB) sangat tergantung pada cuaca. Jadi tidak andal jika dibandingkan dengan fosil.”
Namun pada Faktanya:
Negara seperti China, India dan Australia melihat tantangan intermitensi sebagai sesuatu yang bisa diatasi. Misalnya dengan penyimpanan energi, jaringan yang canggih dan integrasi sistem energi. China bahkan punya 887 GW kapasitas energi surya, 521 GW angin, dan PLTA mencapai 436 GW (Enerdata, 2025). Mereka menjadikan variabel energi terbarukan menjadi tulang punggung sistem energi nasionalnya.

Penjelasan:
Setiap energi mempunyai sisi ketidakandalannya masing-masing. Ketidakandalan energi fosil terletak pada pasokannya yang terbatas, volatilitas (perubahan) harga, ketergantungan pada impor dan mempunyai pengaruh lingkungan yang negatif. Di sisi lain, energi terbarukan mempunyai sifat intermiten yang berarti produksi energinya berfluktuasi tergantung pada faktor alamiah seperti cuaca dan waktu (siang hari).
Karena sifatnya yang intermiten, maka pemasangan panel surya perlu pula memperhatikan intensitas matahari di suatu wilayah. Paparan sinar matahari sepanjang tahun akan meningkatkan produktivitas panel surya. Meskipun cuaca mendung ataupun hujan salju dapat mengurangi produktivitas panel surya, tetapi musim dingin seharusnya tidak mempengaruhi pembangkitan energi tahunan sistem secara signifikan (Blueraven.com, 2023).
Beberapa cara untuk meningkatkan efisiensi panel surya dalam memproduksi listrik, di antaranya dengan (Sistinesolar.com, 2024):
- Memilih panel surya dengan efisiensi tinggi (~20%) adalah langkah kunci untuk meningkatkan produktivitas energi dari sinar matahari menjadi listrik yang lebih efisien dibandingkan dengan panel standar.
- Untuk memaksimalkan efisiensi panel surya, pastikan diatur dengan orientasi dan kemiringan yang tepat. Di Belahan Bumi Utara, arahkan panel ke Selatan untuk menangkap sinar matahari maksimum sepanjang hari. Di Belahan Bumi Selatan, arahkan panel ke Utara.
- Pastikan untuk menjaga panel surya tetap bersih untuk memaksimalkan efisiensinya. Debu, kotoran, dedaunan, dan puing-puing lainnya dapat menumpuk di permukaan panel, mengurangi kemampuannya menyerap energi matahari. Tidak membersihkan panel dapat mengakibatkan kehilangan efisiensi hingga 25-30%.
- Gunakan cermin untuk meningkatkan efisiensi panel surya dengan sistem reflektor. Tempatkan cermin secara strategis di sekitar panel untuk mengarahkan dan memusatkan sinar matahari ke permukaan panel, meningkatkan paparan cahaya dan kinerja panel.
Selain itu, untuk meningkatkan keandalan energi surya, saat ini inovasi teknologi telah mampu mengatasi masalah intermitensi seperti teknologi penyimpanan energi atau baterai.
Secara waktu, sistem solar panel dapat menghasilkan energi dalam kurun waktu 30 tahun, sementara sistem penyimpanan energi seperti baterai dapat bertahan hingga 15 tahun. Berikut beberapa jenis baterai yang bisa disandingkan untuk mengatasi masalah intermitensi pada energi surya adalah:
- Baterai: Sistem penyimpanan energi menggunakan baterai adalah salah satu solusi paling umum. Baterai dapat mengumpulkan energi yang dihasilkan oleh panel surya saat produksi berlebih dan menyimpannya untuk digunakan saat dibutuhkan, seperti saat cuaca buruk atau di malam hari.
- Sistem Penyimpanan Termal (energy.gov, 2024): Sistem ini menggunakan panas yang dihasilkan oleh energi surya untuk memanaskan fluida atau media lainnya. Panas ini kemudian dapat disimpan dalam wadah isolasi termal dan digunakan nanti untuk menghasilkan listrik melalui turbin uap atau mesin uap.
- Flywheel (atoenergi.com, 2024): Flywheel adalah perangkat mekanis yang menggunakan energi kinetik untuk menyimpan energi. Energi dari panel surya dapat digunakan untuk memutar flywheel, yang kemudian dapat melepaskan energi ini kembali saat diperlukan.
- Superkapasitor (milkenreview.org, 2024): Superkapasitor adalah perangkat penyimpanan energi yang dapat menampung dan melepaskan energi dengan cepat dalam jumlah besar. Mereka cocok untuk aplikasi di mana energi perlu disimpan dan dilepaskan dengan cepat, seperti dalam situasi di mana ada fluktuasi tiba-tiba dalam produksi energi surya.
- Hidrogen dan Bahan Bakar Sintetis (fscec.ucf.edu, 2024): Proses elektrolisis dapat digunakan untuk menghasilkan hidrogen dari air menggunakan energi surya. Hidrogen ini kemudian dapat disimpan dan digunakan untuk menghasilkan listrik melalui bahan bakar sel saat energi surya tidak tersedia.

“Kerap kali orang sering salah kaprah dalam memandang pembangkit secara individu dan sistem pembangkitan listrik secara keseluruhan. Apabila melihat pembangkit listrik secara individu, memadukan energi terbarukan yang bersifat variabel dengan penyimpanan baterai memang belum menjadi solusi yang andal dan ekonomis. Namun apabila melihat sistem secara keseluruhan, sifat variabilitas dari energi terbarukan tersebut menjadi lebih tidak signifikan, dikarenakan economic of scale dari fasilitas penyimpanan energi dan adanya ancillary services (biaya layanan) dari sumber-sumber fleksibilitas lainnya.”
– Alvin Putra Sisdwinugraha, Analis Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan, IESR
Penjabaran untuk Anak (14-18 tahun):

Energi surya lebih andal karena tidak hanya bersumber dari sinar matahari yang tak terbatas, tetapi juga lebih ramah lingkungan daripada energi fosil yang menghasilkan polusi. Meskipun energi surya terkadang dipengaruhi oleh cuaca seperti awan atau hujan, teknologi terbaru seperti penyimpanan energi dan panel surya yang lebih efisien telah membuatnya semakin handal dalam menghasilkan listrik. Ini berbeda dengan energi fosil yang memiliki pasokan terbatas, harga yang tidak stabil, dan dampak lingkungan negatif seperti polusi udara dan perubahan iklim.
Bisakah Kalian Menjawab Pertanyaan Ini?
- Apa yang menurut Anda energi yang baik untuk menerangi pulau?
- Apa dampak energi fosil pada lingkungan?
- Apakah cadangan batubara tersedia selamanya?
- Apakah pengaruhnya jika cadangan batubara habis/sulit diekstraksi?
- Apakah yang terjadi jika harga batubara impor semakin tinggi?
Pertanyaan Tentang Energi Bersih:
- Apa dampak energi surya pada lingkungan?
- Apakah energi surya tersedia selamanya?
- Apakah pengaruhnya jika hujan/mendung?
- Apakah yang terjadi jika energi surya dilengkapi dengan penyimpan daya?
Penjabaran untuk Dewasa (19 tahun ke atas):
Setiap jenis energi memiliki kelebihan dan kelemahannya sendiri. Energi fosil, seperti batubara, memiliki kelemahan dalam pasokan yang terbatas, volatilitas harga, ketergantungan pada impor, dan dampak lingkungan yang negatif. Di sisi lain, energi terbarukan, seperti energi surya, memiliki sifat intermiten karena produksinya dipengaruhi oleh faktor-faktor alamiah seperti cuaca dan waktu hari.
Energi surya dianggap intermiten karena fluktuasi produksinya tergantung pada paparan sinar matahari. Namun, intensitas matahari yang tinggi sepanjang tahun dapat meningkatkan produktivitas panel surya secara signifikan. Meskipun cuaca buruk seperti mendung atau hujan salju dapat mengurangi produktivitasnya, pengaruh musim dingin pada pembangkitan energi tahunan dari sistem panel surya seharusnya tidak signifikan.
Untuk mengatasi tantangan intermitensi energi surya, inovasi teknologi seperti penyimpanan energi atau baterai telah dikembangkan. Sistem ini memungkinkan penyimpanan energi berlebih dari panel surya pada siang hari untuk digunakan saat dibutuhkan, sehingga meningkatkan keandalan pasokan energi.
Pemilihan energi untuk masa depan harus mempertimbangkan tidak hanya keandalan, tetapi juga keberlanjutan dan dampak lingkungan jangka panjang.
Apakah PLTB Menyebabkan Polusi Suara?
Adanya Pertanyaan:
“Apakah PLTB Berisik?”
Namun:
Kebisingan PLTB lebih rendah dibandingkan kegiatan industri atau jalan raya.

Penjelasan:
Dari awalnya PLTB sendiri biasanya dibangun pada area yang mempunyai kecepatan angin yang relatif lebih tinggi sehingga dari suara angin latarnya memang sudah bising sebelum PLTB dibangun. Dengan adanya turbin-turbin angin yang banyak, kebisingan memang akan terjadi dan sebenarnya kebisingan akibat turbin sendiri relatif rendah (sekitar 55 desibel kurang lebih sama dengan suara exhaust AC) jika dibandingkan dengan suara mobil yang sekitar 80 desibel. Walaupun relatif rendah, kebisingan PLTB selalu dipertimbangkan pengembang dalam studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan/ESIA-nya dan dimitigasi sejak pra-studi kelayakan dengan dengan diberikan buffer atau jarak minimum dari pemukiman sehingga gangguan sudah terminimalisir, yang mana kebisingan suara merupakan fungsi dari jarak terhadap sumber. Terkait besarnya jarak, pada beberapa negara maupun daerah memiliki standarnya masing-masing.
Selain itu, teknologi turbin angin terkini pada umumnya telah menerapkan desain blade dengan disertai serration atau gerigi pada bagian trailing edge ujung bilah untuk mereduksi kebisingan maupun mencegah suara tersebar.
Sumber: Siemens (2018)
Rata-rata, turbin angin skala utilitas (besar) yang berbasis di darat menghasilkan suara yang berada pada kisaran 35-45 dB ketika didengar dari jarak 300 meter (jarak terdekat turbin angin biasanya ditempatkan di rumah atau bangunan). Itu artinya, suara yang dihasilkan tidak lebih keras dari kulkas biasa (50 dB) dan menghasilkan polusi suara yang jauh lebih kecil daripada rata-rata lalu lintas mobil kota (70 dB).
Secara teknis, berikut beberapa hal yang sudah dilakukan untuk mengurangi suara PLTB (Windexchange.energy.gov, 2024):
- Memberikan jarak/buffer minimal antara turbin angin dengan pemukiman.
- Menggunakan turbin dengan desain blade yang disertai serration (gerigi) untuk mengurangi pusaran-pusaran angin dengan noisenya.
Memastikan pada analisis dampak mengenai lingkungan (Amdal) dan Environmental and Social Impact Assessment (ESIA) sebelum proyek didanai dan dilanjutkan.

“Walaupun kebisingan pada PLTB relatif rendah, hal ini tetap menjadi perhatian utama dalam studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (ESIA). Mitigasi dilakukan sejak pra-studi kelayakan dengan menetapkan buffer atau jarak minimum dari pemukiman, karena kebisingan adalah fungsi dari jarak terhadap sumber. Standar jarak ini berbeda-beda di setiap negara atau daerah. Selain itu, teknologi turbin angin terkini telah mengadopsi desain blade dengan serration pada trailing edge untuk mereduksi dan mencegah penyebaran suara.”
– Pintoko Aji, Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan, IESR
Penjabaran untuk Anak (14-18 tahun):

IESR: “Coba bayangkan, kamu sedang berdiri di pinggir jalan raya yang ramai. Kamu pasti mendengar suara mobil, motor, dan truk yang lewat setiap saat. Suara dari lalu lintas ini sangat keras dan terus-menerus, kan?”
Peserta: “Iya, suara jalan raya memang berisik banget.”
IESR: “Nah, sekarang bayangkan kamu berada di ladang yang jauh dari jalan raya, di mana ada PLTB yang berputar. Suara PLTB modern itu kayak suara lemari es di rumah, kira-kira 35-45 desibel. Jadi, meskipun ada suara, suaranya jauh lebih pelan dan lembut dibandingkan suara lalu lintas di jalan raya.”
Peserta: “Oh, jadi suara turbin angin sebenarnya nggak terlalu berisik ya, kalau dibandingkan dengan suara jalan raya.”
IESR: “Betul. Suara dari PLTB itu lebih pelan dan nggak mengganggu seperti suara mobil-mobil di jalan raya. Makanya, turbin angin bisa jadi pilihan yang bagus untuk menghasilkan listrik tanpa bikin berisik.”
IESR selain itu Penempatan setiap sumber energi perlu mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan, demikian juga dengan pembangunan PLTB perlu untuk memperhatikan jarak penempatannya.
PLTB biasanya ditempatkan jauh dari rumah-rumah. Misalnya, PLTB ditempatkan minimal 300 meter dari rumah sehingga suara turbin hampir tidak terdengar dari rumah. Selain itu, saat ini PLTB dibuat dengan teknologi terbaru yang lebih canggih dan lebih sunyi daripada yang dulu. Bilah turbin dirancang khusus untuk mengurangi suara yang dihasilkan saat berputar.
Penjabaran untuk Dewasa (19 tahun ke atas):
Penempatan setiap sumber energi perlu mempertimbangkan aspek sosial dan lingkungan, demikian juga dengan pembangunan PLTB perlu untuk memperhatikan jarak penempatannya.
PLTB biasanya ditempatkan jauh dari rumah-rumah. Misalnya, PLTB ditempatkan minimal 300 meter dari rumah sehingga suara turbin hampir tidak terdengar dari rumah. Selain itu, saat ini PLTB dibuat dengan teknologi terbaru yang lebih canggih dan lebih sunyi daripada yang dulu. Bilah turbin dirancang khusus untuk mengurangi suara yang dihasilkan saat berputar.
Suara PLTB jauh lebih pelan dibandingkan dengan suara jalan raya atau bandara. Jadi, dalam kehidupan sehari-hari, suara turbin angin tidak akan lebih berisik daripada suara kendaraan yang biasa kita dengar.
Benarkan PLTN Aman?
Adanya Anggapan:
“Bahaya dan risiko PLTN dapat ditekan dan diatasi dengan pengelolaan dan tata kelola yang tepat. Oleh karena itu, PLTN harus diprioritaskan sebagai pembangkit listrik.“
Namun pada Faktanya:
Meskipun pengelolaan risiko dapat dilakukan, pembangunan PLTN tetap memiliki risiko yang signifikan dan sering mengalami keterlambatan dalam periode konstruksi, membuatnya bukan pilihan yang paling efisien atau cepat untuk menurunkan emisi.
Ringkasan informasi:

Penjelasan:
- Meski dengan pengelolaan yang sesuai standar, risiko/bahaya PLTN tetap ada sesuai UU No. 30/2007 tentang energi, penggunaan PLTN sebagai pilihan terakhir dari berbagai pilihan teknologi penyediaan energi yang lain.
- Reaktor generasi 4 yang diklaim sebagai teknologi yang aman, belum ada contoh proyek komersilnya. Hal ini menunjukkan klaim aman dan teknologi yang sudah mature belum terbukti untuk skala komersial.
- Kapasitas nuklir global (Statista, 2023) trennya cenderung stagnan dalam 10 tahun terakhir.
- Durasi pembangunan PLTN rata-rata 7-10 tahun (Statista, 2023). PLTN yang saat ini dalam pengembangan diputuskan setidaknya 7 tahun lalu, saat perkembangan energi terbarukan belum menjanjikan seperti sekarang.
- Dalam 10 tahun terakhir, biaya pembangkitan energi terbarukan terpantau terus turun (Economist Impact, 2022). Hal ini membuat pilihan teknologi energi terbarukan semakin ekonomis.
- Teknologi nuklir First-of-a-Kind (FOAK), termasuk reaktor thorium-MSR berdasarkan sifatnya, berpotensi menghadirkan tantangan signifikan dalam hal biaya dan jadwal konstruksi seperti yang diilustrasikan dalam gambar di bawah ini.
- Studi proyek Gen-III/III+1 (OECD, 2020) mengungkapkan tren yang mengkhawatirkan: lima proyek FOAK terakhir mengalami penundaan konstruksi, melampaui perkiraan awal hingga 2,3 kali lipat. Selain itu, proyek-proyek ini telah mengeluarkan biaya yang 2,3 kali lebih tinggi dari anggaran yang diumumkan sebelumnya. Bahkan teknologi terbaru, seperti Small Medium Reactor (SMR) yang dicontohkan oleh Vogtle 3 dan 4, telah menghadapi tantangan serupa seperti proyek FOAK Gen III. Masalah yang berulang ini di berbagai teknologi menggarisbawahi perlunya pemeriksaan kritis terhadap risiko yang terkait dengan PLTN FOAK.
- Bagan di bawah adalah ilustrasi besaran pengurangan risiko di setiap fase. Namun, terkait PLTN FOAK, kita dapat membayangkan risiko yang cukup besar yang terlibat dalam konstruksi/pembiayaan, premi risiko perizinan mengingat rekam jejak FOAK yang buruk. Akibatnya, biaya asuransi (mencakup semua risiko konstruksi, keterlambatan dalam memulai, logistik, kewajiban pemangku kepentingan, dan faktor lingkungan) untuk belanja modal (CapEx) proyek PLTN FOAK kemungkinan besar akan substansial, belum lagi asuransi belanja operasional awal (OpEx). Selain itu, dengan bunga selama konstruksi dan risiko keterlambatan yang tinggi, pemangku kepentingan, terutama EPC, mungkin perlu menanggung risiko tinggi pada awalnya dan memegang saham ekuitas yang signifikan untuk menunda pembayaran hingga mendekati COD.


“Studi proyek Gen-III/III+ menujukkan tren penundaan konstruksi PLTN hingga 2,3 kali lipat dan biaya yang melonjak 2,3 kali lebih tinggi dari perkiraan awal, termasuk pada teknologi terbaru seperti Small Medium Reactor (SMR). Masalah yang berulang ini menunjukkan perlunya pemeriksaan kritis terhadap risiko besar terkait dengan proyek PLTN FOAK, termasuk biaya asuransi dan risiko keterlambatan yang signifikan.”
– Pintoko Aji, Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan, IESR
Penjabaran untuk Anak (14-18 tahun):
Kapasitas energi nuklir secara global terus turun. Hal ini berarti risiko yang dibawa oleh PLTN tidak sebanding dengan biaya dan energi yang dihasilkan. Selain itu, perkembangan teknologi energi terbarukan sudah mampu menghasilkan listrik yang lebih bersih dengan lebih aman (risiko keamanan tidak sebesar PLTN). Kebutuhan untuk menghasilkan listrik yang bersih dan aman dapat dipenuhi dengan optimalisasi variabel energi terbarukan seperti angin dan matahari.
Penjabaran untuk Dewasa (19 tahun ke atas):
Penggunaan nuklir dalam berbagai skala besar juga membawa risiko penggunaan yang besar. Risiko penggunaan nuklir yang paling berbahaya adalah kebocoran radiasi. Teknologi terbaru nuklir yang paling aman saat ini belum ada proyek besar yang ada.
Selain tata kelola yang harus ketat penggunaan energi nuklir dalam kapasitas besar, yang harus diperhatikan juga pembiayaan adalah tren kapasitas energi nuklir secara global yang terus menurun dan waktu pembangunan pembangkit nuklir yang relatif lama.
Penjelasan: Terdapat sejumlah berita yang mengangkat isu nuklir dan menyoroti keunggulan nuklir mulai dari kemampuan menghasilkan energi yang berbiaya kompetitif (Media Indonesia, 2021) :
- Walaupun dinilai sebagian orang merupakan energi bersih, nuklir menghasilkan limbah radioaktif (IESR, 2021) yang membutuhkan tata kelola proyek yang tegas dan detail. Dengan tata kelola proyek yang paling baik pun belum ada teknologi yang aman untuk mencegah kecelakaan PLTN (risiko selalu ada).
- Secara pembiayaan, dalam struktur pembiayaan pembangkit listrik, terdapat dua basis (OJK, 2014) yang umum digunakan yaitu: sumber daya terbatas dan sumber daya. Pada konteks Indonesia, karena tidak ada aset yang ada untuk pembangkit listrik tenaga nuklir pertama, pembiayaan sumber daya terbatas, yang juga dikenal sebagai pembiayaan proyek (project financing), digunakan. Hal ini berarti modal yang diperoleh hanya didukung oleh proyek itu sendiri, sama seperti sebagian besar proyek energi terbarukan. Dalam hal ini, entitas perusahaan terpisah, yang bertindak sebagai perusahaan wahana tujuan khusus (Special Purpose Vehicle, SPV), didirikan untuk mengembangkan dan mengoperasikan PLTN. Entitas tersebut terutama didanai oleh pendapatan berbasis bisnis dan beberapa investor sebagai sponsor.
- Seperti halnya banyak PLTN yang telah beroperasi (World Nuclear Association, 2024), pembiayaan publik (pemerintah) dimanfaatkan untuk mengamankan keterlibatan pemerintah dan memastikan kepemilikan mayoritas dalam proyek, sehingga memudahkan akses ke utang yang hemat biaya. Demikian pula, perusahaan Special Purpose Vehicle (SPV) PLTN (Indonesia Business Post, 2023) bertujuan untuk bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk membentuk entitas operasional bersama, yang selanjutnya memperkuat keterlibatan pemerintah dalam proyek melalui BUMN. Jadi, dalam hal ini, uang publik (pemerintah) melalui BUMN akan dilibatkan dalam proyek tersebut.
- Oleh karena itu, sebagai masyarakat Indonesia, kita perlu memahami risiko yang dihadapi oleh BUMN, pemegang saham, dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk pemasok EPC untuk komponen/konstruksi. Saat ini, karena proyek PLTN belum mencapai tahap perizinan dan lelang oleh offtaker, akumulasi risiko, seperti premi risiko lelang, premi risiko konstruksi/pembiayaan, premi risiko operasional, premi risiko volume, risiko regulasi/tak terduga, masih sangat tinggi, yang menunjukkan risiko gagal bayar yang tinggi. Seiring berjalannya proyek, aset terakumulasi, sehingga mengurangi risiko. Namun, sejak awal hingga tahap COD, aturan melarang penjualan aset tersebut ke pihak lain.

“Studi proyek Gen-III/III+ menujukkan tren penundaan konstruksi PLTN hingga 2,3 kali lipat dan biaya yang melonjak 2,3 kali lebih tinggi dari perkiraan awal, termasuk pada teknologi terbaru seperti Small Medium Reactor (SMR). Masalah yang berulang ini menunjukkan perlunya pemeriksaan kritis terhadap risiko besar terkait dengan proyek PLTN FOAK, termasuk biaya asuransi dan risiko keterlambatan yang signifikan.”
– Pintoko Aji, Koordinator Riset Kelompok Data dan Pemodelan

Penjabaran untuk Anak (14-18 tahun):
Mini seri dokumenter The Meltdown: Three Mile Island (rilis di 2022) dapat dijadikan bahan komunikasi dengan pendampingan. Mini seri ini memberikan gambaran kecelakaan yang terjadi di Three Mile Island tahun 1979 meski kawasan ini telah menerapkan protokol pengamanan yang direkomendasikan. Kecelakaan ini dipicu oleh kombinasi kerusakan peralatan, masalah terkait desain, dan kesalahan pekerja menyebabkan pelelehan sebagian TMI-2 dan pelepasan radioaktivitas yang sangat kecil di luar lokasi(NRC, 2024). Lepasan radioaktif ini, meski dalam jumlah yang sangat kecil, membuat kawasan reaktor TMI-2 ditutup permanen, dan kawasan Three Mile Island ditutup selama 14 tahun untuk pembersihan. Dari peristiwa ini pula, pemerintah Amerika Serikat merevisi aturan terkait desain pembangkit nuklir untuk skala komersial serta protokol pekerja di lokasi pembangkit.
Mini Seri The Days yang tersedia di Netflix juga dapat menjadi bahan komunikasi yang mendukung tentang risiko kecelakaan PLTN. Mengangkat peristiwa kecelakaan PLTN Fukushima Daiichi di Jepang pada tahun 2011, serial ini memberikan gambaran tiga perspektif yaitu pemerintah, organisasi perusahaan, serta mereka yang mempertaruhkan nyawanya dalam memandang suatu fenomena.
Serial The Days secara kedekatan situasi akan lebih relevan dengan situasi dan konteks Indonesia saat ini.
Penjabaran untuk Dewasa (19 tahun ke atas):
Setiap kecelakaan nuklir seperti Three Mile Island, Fukushima, maupun Chernobyl, berujung pada penutupan area pembangkit hingga mencapai puluhan tahun. Kecelakaan PLTN bersifat seperti kecelakaan pesawat (jarang namun setiap kecelakaan fatal). Seiring perkembangan teknologi yang semakin advanced, untuk menghasilkan energi bersih teknologi energi terbarukan dapat diprioritaskan.
Apakah Energi Fosil Benar-Benar Murah?
Tanpa Subsidi, Murah Mana PLTU dan Energi Terbarukan?
Adanya Anggapan:
“Biaya energi terbarukan mahal dan kualitas energinya belum sepenuhnya dapat diandalkan, sementara PLTU masih dapat diandalkan dan murah sehingga tidak perlu pensiun dini.”
Namun pada Faktanya:
Harga listrik PLTU terlihat murah karena batubaranya disubsidi melalui mekanisme Domestic Market Obligation (DMO) yang menetapkan harga batubara sebesar USD 70/ton. Namun, jika menggunakan harga pasar, biaya listrik PLTU bisa melebihi USD 0.09/kWh, yang sebenarnya lebih tinggi dibandingkan harga listrik dari energi terbarukan seperti panas bumi dan PLTA. Bahkan, teknologi energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dikombinasikan dengan Battery Energy Storage System (BESS) sudah mampu menyediakan listrik dengan harga kompetitif sekitar USD 0.08-0.09/kWh.


Penjelasan:
Harga listrik PLTU menjadi murah karena adanya kebijakan Domestic Market Obligation (DMO). Kebijakan ini membuat PLTU memiliki biaya pembangkitan yang relatif murah dan stabil. Tanpa kebijakan DMO, harga listrik dari PLTU batubara dapat naik hingga tiga kali lipat saat harga batubara global naik. Harga batubara untuk pembangkit listrik di Indonesia saat ini dipatok sebesar USD 70/ton melalui kebijakan domestic market obligation (DMO). Hal ini membuat harga listrik PLTU terlihat seolah-olah lebih murah.
- Berdasarkan studi IETO 2024, langkah transformasi di sektor energi Indonesia, yang menjadi sumber emisi dengan dominasi energi fosil pada suplai energi domestik sekitar 90,4 persen, perlu beralih ke energi terbarukan menjadi upaya krusial untuk menekan emisi (IESR, 2023).
- Harga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) saat ini lebih murah karena batubara yang digunakan disubsidi melalui mekanisme Domestic Market Obligation (DMO) dengan harga USD 70 per ton(CNBC, 2024). Jika menggunakan harga pasar, biaya listrik dari PLTU bisa mencapai lebih dari USD 0,09 per kWh(SIEJ, 2021), yang berarti lebih tinggi dibandingkan dengan energi terbarukan seperti geothermal dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Selain itu, terdapat kebijakan dikeluarkan oleh Kementerian ESDM, mengatur tentang harga batubara acuan (HBA) untuk Desember 2023, yang menetapkan HBA dalam kesetaraan nilai kalori 6.322 kcal/kg GAR, sekitar USD 117,38 per ton(Kementerian ESDM, 2023).
- Pada tahun 2023, subsidi yang digelontorkan Pemerintah Indonesia untuk energi mencapai 159,6 triliun, mencakup subsidi untuk BBM dan LPG (95,6) dan subsidi listrik (64)(Katadata, 2024)
- Sementara itu, energi terbarukan tidak mendapatkan dukungan, malah harganya selalu diminta bersaing dengan listrik PLTU dan PLTG(Simanjuntak, Uliyasi. 2023).
- Di sisi lain, harga listrik dari energi terbarukan terus mengalami penurunan. Studi Scaling Up Solar Potential oleh IESR dan BNEF pada tahun 2021 menunjukkan bahwa harga listrik energi surya di Indonesia telah turun sebesar 76% sejak tahun 2015(Bloomberg NEF, 2021). Dengan dukungan kebijakan yang berpihak pada pengembangan energi terbarukan, harga akan dapat semakin ditekan dan listrik dari energi terbarukan pun akan semakin ekonomis dan kompetitif.
- Pengakhiran dini operasional PLTU batubara dari tahun pensiun PLTU alaminya dipandang memiliki biaya yang lebih rendah dibandingkan memperpanjang usia PLTU batubara dengan penambahan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage, CCS)(Simanjuntak, Uliyasi. Kurniawati H. 2023).

“Biaya listrik PLTU batubara di Indonesia memang lebih murah dari rata-rata dunia, kisaran antara 4-6 sen/kWh. Namun, biaya tersebut dimungkinkan karena kebijakan dan regulasi yang mendukung pembelian harga batubara untuk domestik yang murah (DMO price cap USD 70/ton), jaminan usaha PLTU dari pemerintah serta tidak ketatnya standar emisi dan polusi lingkungan.”
– Deon Arinaldo, Manajer Program Sistem Transformasi Energi, IESR
2. Infrastruktur energi seperti pembangkit listrik itu umurnya tiga dekade lebih. Jadi, kalau bicara biaya harus melihat perkembangan teknologi, biaya dan tren investasi jangka panjang juga.
3. Tren biaya investasi energi terbarukan menjadi makin murah. Dalam dekade 2010-2020, biaya investasi PLTS turun 90%, PLTB turun 60%, dan baterai turun 90% (BNEF, 2020). Penurunan biaya ini diakibatkan skala manufaktur yang semakin masif, dan juga inovasi teknologi yang masih berkembang. Oleh karena itu, biaya ini akan terus diperkirakan turun dalam dekade mendatang.
4. Sebaliknya, teknologi pembangkit termal seperti PLTU, PLTG, dan bahkan PLTN tren biayanya naik. Biaya PLTU dan PLTG bisa naik karena kebutuhan untuk mengurangi polusi dan dampak eksternalitas lainnya (CCS) maupun ketersediaan pendanaan ke pembangkit fosil yang semakin terbatas. PLTN naik karena kenaikan kompleksitas dari teknologi serta teknologi yang dibangun belum terbukti dari segi skala implementasi sehingga banyak resiko pengembangan yang belum teridentifikasi (yang menambah biaya investasi).
5. Jelas lebih murah pembangkitan listrik dari energi terbarukan terutama surya, angin dan bahkan dibantu baterai dalam beberapa tahun kedepan. Sehingga, sistem kelistrikan perlu direncanakan agar bisa mengakomodasi energi terbarukan dan intermitensinya agar bisa tetap kompetitif.
6. Hal ini membutuhkan transformasi dari paradigma dan perspektif dalam melakukan perencanaan dan operasi sistem kelistrikan agar biaya murah dan kehandalan sistem terjaga atau bahkan lebih baik.

Penjabaran untuk Anak (14-18 tahun):
- Saat kita membeli suatu barang, harga yang harus kita bayar mungkin bukanlah harga pasaran barang tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi, salah satunya saat ada pihak lain yang bersedia untuk membayar sebagian harga dari barang yang hendak kita beli. Dalam bahasa pemerintah, hal ini disebut subsidi. Yaitu ketika pemerintah dengan cara tertentu membayar sebagian barang yang digunakan masyarakat. Contoh subsidi antara lain bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan, Elpiji tabung hijau, juga listrik.
- Subsidi harga ini bertujuan untuk menolong masyarakat kurang mampu supaya mereka tetap dapat membeli BBM, elpiji, dan mendapat akses listrik. Namun, harga setelah subsidi ini membuat harga yang beredar terlihat murah. Padahal jika dihitung harga asli (dikurangi subsidi) harga energi fosil mahal.
- Ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil, termasuk batubara membuat kita akan menghadapi risiko besar yakni terancamnya ketahanan energi, terdampak dari harga energi fosil yang fluktuatif dan terancam dari turunnya pendapatan nasional karena hilangnya pasar global energi fosil. Kamu juga bisa menonton video animasi untuk dapat memahami kondisi dunia apabila energi fosil dihentikan dan diganti oleh energi terbarukan di YouTube Kok Bisa, yang berjudul “Apa Jadinya Kalau Seluruh Energi Fosil Kita Musnahkan?”(CASE Indonesia, 2023)”.

Penjabaran untuk Dewasa (19 tahun ke atas):
- Harga listrik PLTU menjadi murah karena adanya kebijakan Domestic Market Obligation (DMO). Kebijakan ini membuat PLTU memiliki biaya pembangkitan yang relatif murah dan stabil. Tanpa kebijakan DMO, harga listrik dari PLTU batubara dapat naik hingga tiga kali lipat saat harga batubara global naik.
- Biaya listrik PLTU batubara di Indonesia saat ini di kisaran 4-6 sen/kWh (lebih rendah dari rata-rata dunia).
- Biaya tersebut dimungkinkan karena kebijakan dan regulasi yang mendukung pembelian harga batubara untuk domestik yang murah (DMO price cap USD 70/ton), jaminan usaha PLTU dari pemerintah serta tidak ketatnya standar emisi dan polusi lingkungan.
- BNEF dan IESR menghitung LCOE saat ini dari energi Surya+baterai di Indonesia sebesar $113-251/MWh (riil 2020). Nilai ini sudah kompetitif dengan pembangkit diesel, yang dapat mencapai $200/MWh di daerah terpencil karena biaya bahan bakar yang tinggi.
- PLTS kemungkinan akan menjadi kompetitif dari segi biaya terhadap pembangkit PLTU dan gas baru dalam dekade ini. LCOE energi surya diperkirakan turun menjadi $63-155/MWh pada tahun 2025 dan menjadi $49-119/MWh pada tahun 2030. Salah satu faktor turunnya harga adalah turunnya harga baterai lithium-ion.
Benarkah Cadangan Batubara Tetap Kompetitif Kedepannya?
Adanya Anggapan:
“Cadangan Batubara masih cukup untuk 500 tahun lagi.”
Namun pada Faktanya:
Kebijakan mitigasi krisis iklim akan dapat mempengaruhi daya saing produk kedepannya, di mana emisi dan ongkos lingkungan suatu produk akan menjadi satu faktor penentu. Ekonomi yang ditopang dengan energi fosil, apalagi batubara, akan semakin tidak kompetitif. Potensi menurunnya permintaan di masa depan membuat batubara menjadi tidak ekonomis untuk diekstraksi karena biaya produksi yang tidak sebanding dengan harga pasar yang rendah.

Penjelasan: Pernyataan ini perlu digali lagi secara asumsi konsumsi, apakah bersifat dominan atau konstan? Jika pertumbuhan populasi dan industri meningkat, maka kebutuhan terhadap batubara akan terus meningkat.
Selain itu, tidak semua cadangan batubara tersebut dapat diekstraksi karena berada di lokasi yang sulit dijangkau. Oleh karena itu, pemerintah maupun pelaku bisnis batubara perlu memperhatikan tren transisi energi yang mendorong peningkatan penggunaan energi terbarukan.
- Kebijakan transisi energi, perdagangan karbon akan mempengaruhi permintaan ekspor dan penggunaan batubara. IESR memprediksi tren permintaan ekspor batubara akan menurun setelah tahun 2025-2030 (IESR, 2023).
- Tidak hanya itu, perdagangan internasional telah menetapkan kebijakan penghitungan emisi produk. Contohnya, pemberlakuan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) (IISIA, 2024) yaitu penambahan tarif atau pajak bea masuk terhadap barang impor yang memiliki emisi tinggi ke Uni Eropa (UE). Pengenaan pajak ini akan efektif pada 1 Januari 2026, sehingga industri yang padat karbon seperti aluminium, besi dan baja, semen, pupuk, dan energi listrik harus menurunkan emisinya jika ingin bersaing di pasar Eropa.

“Pemanfaatan batubara tidak hanya terancam karena krisis iklim dan pengetatan aturan lingkungan, tetapi juga karena sumber energi terbarukan sudah dapat menggantikan batubara dengan biaya lebih murah. Rata-rata biaya pembangkitan listrik di dunia dari surya dan angin turun dari 35 sen/kWh menjadi 4 sen/kWh dalam kurun 2009-2019. Di sisi lain PLTU batubara biaya masih berkisar 10,9-11 sen/kWh(Ourworldindata.org, 2020).”
– Deon Arinaldo, Manajer Program Sistem Transformasi Energi, IESR
2. Biaya listrik PLTU batubara di Indonesia memang lebih murah dari rata-rata dunia, kisaran antara 4-6 sen/kWh. Namun, biaya tersebut dimungkinkan karena kebijakan dan regulasi yang mendukung pembelian harga batubara untuk domestik yang murah (DMO price cap USD 70/ton), jaminan usaha PLTU dari pemerintah serta tidak ketatnya standar emisi dan polusi lingkungan.
3. Walau di Indonesia, PLTU batubara masih mendapat dukungan, energi terbarukan seperti PLTS masih kompetitif dengan harga tersebut. Proyeksi IESR dan BNEF, di tahun 2027 bahkan biaya listrik PLTS ditambah 25 persen kapasitas baterai masih lebih murah dibandingkan PLTU batubara baru.
4. Artinya permintaan batubara, utamanya untuk pembangkit listrik dipastikan akan turun. Tujuan ekspor batubara utama Indonesia seperti Tiongkok dan India, bahkan sudah menikmati biaya listrik energi terbarukan yang jauh lebih murah dari batubara. Negara-negara dunia sudah memulai proses transisi, agar industri batubara tidak serta merta mendapatkan shock jika tiba-tiba permintaan berkurang drastis.

Penjabaran untuk Anak (14-18 tahun):
Sebutkan satu taman yang relevan bagi Kalian?
“Bayangkan jika rumah kita seperti Kebun Raya Bogor. Banyak tanaman yang indah, dan hewan-hewan yang tinggal nyaman di dalamnya. Setiap hari, kita menghirup udara yang bersih yang membantu kita hidup sehat. Lalu, tiba-tiba suatu hari ada seseorang yang datang dan membakar satu sisi dari taman kita. Tanaman dan hewan seketika mati. Nah, supaya hal serupa tidak terjadi, maka kita akan membangun pagar yang rapat dan hanya orang-orang yang sudah dipindai tidak membawa barang yang membahayakan taman yang bisa masuk.”

Seperti itu juga banyak negara di dunia. Mereka sudah menjaga rumahnya untuk tidak mengeluarkan emisi yang signifikan dengan energi terbarukan. Mereka juga mau barang-barang yang masuk ke rumah mereka berasal dari proses produksi yang rendah emisi. Nantinya, kebijakan-kebijakan ini akan mempengaruhi negara bahkan dengan cadangan batubara pun tidak lagi menggunakan batubara kalau ingin barang produksinya tetap bisa berkompetisi di perdagangan internasional.”
Penjabaran untuk Dewasa (19 tahun ke atas):
“Meskipun ada keyakinan bahwa cadangan batubara masih mencukupi untuk 500 tahun, hal ini perlu diperinci dengan mempertimbangkan asumsi tentang konsumsi masa depan. Pertumbuhan industri dan kebijakan energi terbarukan global dapat mengubah dinamika ini.
Kebijakan global seperti perdagangan karbon dan Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) dari Uni Eropa akan mempengaruhi permintaan dan ekspor batubara. Prediksi menunjukkan penurunan signifikan dalam permintaan ekspor batubara setelah 2025-2030.
Industri batubara perlu menyesuaikan diri dengan transisi energi dan penurunan permintaan global. Ini merupakan tantangan serius yang membutuhkan adaptasi dan inovasi untuk menjaga keberlanjutan ekonomi dan lingkungan.”
Apakah Kendaraan dan Peralatan Listrik Kurangi Emisi?
Apakah Lebih Baik Kendaraan Hybrid Dibandingkan Kendaraan Listrik?
Adanya Anggapan:
Mitos: “Kendaraan hybrid lebih baik untuk situasi Indonesia yang masih didominasi infrastruktur energi fosil.”
Namun pada Faktanya:
Penggunaan kendaraan hybrid berarti akan memperpanjang usia bahan bakar fosil di Indonesia, sedangkan Indonesia ingin mencapai net zero di 2060 atau lebih cepat. Sehingga jika ada perubahan dari bahan bakar yang digunakan, bahan bakar fosil akan tidak lagi digunakan

Penjelasan:
- Untuk mengurangi emisi GRK Indonesia, diperlukan peran serta seluruh sektor seperti ketenagalistrikan, transportasi, dan industri. Elektrifikasi kendaraan menjadi salah satu strategi yang dapat dijalankan di sektor transportasi.
- Tentu hal ini harus dibarengi dengan ‘membersihkan’ bagian hulu yakni pembangkitan listrik yang saat ini didominasi oleh pembangkit fosil.
- Dua strategi ini (mengubah pembangkit menjadi berbasis energi terbarukan dan akselerasi penetrasi kendaraan listrik) harus dilakukan bersamaan. Jika kita menunggu sumber listrik kita menjadi berbasis energi terbarukan dulu baru adopsi kendaraan listrik kita akan terlambat untuk mengejar kesempatan untuk menekan emisi GRK dari sektor transportasi.
- Emisi kendaraan listrik lebih rendah dibandingkan kendaraan BBM, (dengan asumsi diisi listrik dari batubara)
- Kendaraan BBM menghasilkan emisi 179,2 grCO2/km(IESR, 2023). Dengan perhitungan jarak tempuh yang sama, kendaraan listrik hybrid yang menggunakan bensin dan listrik batubara sebagai bahan bakar menunjukkan emisi sekitar 76,8 grCO2/km.
- Sementara kendaraan listrik (bukan hybrid) yang diisi listrik batubara sebagai sumber daya utama mengeluarkan emisi sebesar 67,8 grCO2/km.

“Suka tidak suka, akan ada peralihan bisnis dari pemain pemain besar, dan ini tidak hanya terjadi di sektor transportasi melainkan sektor sektor lain seperti pembangkit energi terbarukan. Ada solusi lain yang lebih murah dan lebih berdampak, yaitu menggunakan transportasi umum. Penggunaan transportasi umum akan lebih berdampak karena kapasitasnya untuk menampung orang yang lebih banyak serta dapat mengurangi masalah kemacetan juga.”
– Deon Arinaldo, Manajer Program Sistem Transformasi Energi, IESR

Penjabaran untuk Anak (14-18 tahun):
- Idealnya, upaya pengurangan emisi bagian transportasi terjadi di semua bagian sehingga emisi yang dikurangi pun signifikan. Selain penggunaan kendaraan listrik, sumber listriknya juga harus dibersihkan dengan beralih ke sumber-sumber energi terbarukan.
- Jika listrik masih berasal dari batubara, polusi dari kendaraan listrik tetap lebih rendah dibandingkan kendaraan berbahan bakar minyak. Namun, polusi bisa menjadi nol jika kendaraan listrik menggunakan energi terbarukan.
Penjabaran untuk Dewasa (19 tahun ke atas):
- Dekarbonisasi transportasi sebaiknya dilakukan secara menyeluruh dari hulu hingga hilir. Namun bukan berarti kita harus menunggu satu sektor selesai dulu dekarbonisasinya, baru melangkah ke proses lain.
- Adopsi kendaraan listrik dapat dilakukan berbarengan dengan upaya percepatan adopsi energi terbarukan dalam grid.
- Adopsi kendaraan listrik juga harus dibarengi dengan upaya lain seperti adopsi prinsip ASI (Avoid-Shift-Innovate) dalam merencanakan perjalanan dan mempromosikan moda-shifting, yakni mendorong warga untuk beralih pada transportasi umum.
Kompor Induksi Hasilkan Rasa yang Berbeda?
Adanya Anggapan:
“Apakah Kompor Iduksi membuat rasa makanan berubah?”
Namun pada Faktanya:
Untuk cara masak tertentu, terutama yang melibatkan rasa panggang terMenggunakan kompor induksi tidak perlu mengganti seluruh peralatan masak dan tidak akan mengubah rasa makanan secara signifikan.


Penjelasan:
Secara teknis, kompor induksi hanya berfungsi untuk memanaskan makanan, sehingga tidak akan mempengaruhi rasa makanan(Alinea.id, 2022). Sementara untuk peralatan, saat ini peralatan memasak sudah banyak menggunakan besi dan baja tahan karat sehingga cocok untuk kompor induksi.
Tidak ada penjelasan ilmiah terhadap hubungan jenis energi yang digunakan dengan rasa makanan, melainkan risiko bahan kimia yang mencemari rumah. Misalnya, penggunaan kompor gas akan berpotensi mencemari rumah dengan gas karbon monoksida, formaldehida, dan hidrogen sianida.
Kompor gas dianggap berbahaya oleh Asosiasi Kesehatan Masyarakat Amerika karena melepaskan nitrogen dioksida dalam jumlah tinggi, yang dapat mempengaruhi kesehatan orang dewasa, anak-anak, dan orang dengan kondisi pernapasan yang sensitif seperti asma. Penggunaan kompor gas juga meningkatkan risiko kebakaran karena adanya api terbuka. Oleh karena itu, banyak orang beralih ke kompor listrik sebagai alternatif yang lebih aman dan populer(Foodrepublic.com, 2023).
Beberapa hal yang mempengaruhi rasa makanan adalah(mccormickfona.com, 2022):
- Umur. Pada sekitar usia 45 tahun, sel-sel pengecap mulai memburuk, dan saat mencapai usia 50-an akhir, Anda mungkin mulai merasakan penurunan kemampuan mengecap. Meskipun, kemampuan merasakan asam cenderung lebih baik dibandingkan dengan rasa lainnya. Di usia lanjut, ambang batas untuk mengecap rasa manis, asin, dan pahit bisa menjadi 2,5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang lebih muda.
- Lapar. Rasa lapar dapat mempengaruhi preferensi terhadap makanan dengan membuat lebih sensitif terhadap rasa manis dan asin.
- Waktu dan jenis makanan. Sensitivitas terhadap rasa dapat berkurang satu hingga empat jam setelah makan atau minum, tergantung pada jenisnya; makanan pedas seperti sambal, bisa memiliki pengaruh lebih besar dibandingkan makanan hambar, seperti susu.
- Temperatur suhu. Perubahan suhu dapat mempengaruhi sensitivitas indera pengecap terhadap berbagai rasa makanan. Saat suhu naik, sensitivitas terhadap rasa manis cenderung meningkat, sementara rasa asin dan pahit cenderung menurun. Sebaliknya, saat suhu turun, sensitivitas terhadap rasa pahit cenderung meningkat, sementara rasa asam cenderung menurun.

“Penggunaan kompor listrik tidak mengubah rasa makanan karena baik kompor listrik maupun kompor gas pada intinya memberikan panas ke peralatan memasak yang digunakan dan bukan masakannya. Untuk dapat memasak secara lebih nyaman, akan ada peralatan – peralatan memasak yang sebaiknya tidak digunakan lagi saat berpindah dari kompor gas dan kompor listrik seperti wok. Selain itu, penggunaan kompor listrik sebenarnya mengurangi gas-gas berbahaya yang dihasilkan saat kita memasak dengan kompor gas.”
– Faris Adnan Padhilah, Koordinator Riset Manajemen Permintaan Energi, IESR

Penjabaran untuk Anak (14-18 tahun):
Bayangkan kalian memasak air di teko listrik sama masak air di panci dengan kompor gas, apakah rasanya beda? Kedua hal yang ditawarkan tadi akan menghasilkan hal yang sama. Air dipanaskan sampai mendidih dengan cara memanaskan wadahnya, pemanasannya ini yang berbeda, ada yang dengan api ada yang dengan konsep induksi, sama seperti kompor listrik dan kompor gas.
Penjabaran untuk Dewasa (19 tahun ke atas):
Coba kalian diskusikan pertimbangan apa saja yang biasanya menjadi pertimbangan orang dewasa untuk memilih kompor dalam memasak. Contoh:
- Perawatan (kompor induksi lebih murah dirawat). Kalau kompor gas lebih memerlukan perhatian khusus pada bagian mekanis dan komponen gas seperti burner, regulator, dan selang. Sementara, kompor induksi lebih fokus pada perawatan permukaan kaca dan komponen elektroniknya.
- Keamanan (kompor gas mempunyai risiko kebakaran yang tinggi). Anggota tubuh tidak mudah terbakar saat menyentuh tungku sehingga mengurangi potensi luka bakar.
- Kesehatan (kompor gas mengandung gas karbon monoksida, formaldehida, dan hidrogen sianida).
- Efisiensi energi (kompor induksi lebih efisien dengan tanpa banyak energi terbuang dan hemat dalam jangka panjang). Sebuah kajian dari EPRI (Micah Sweeney, Jeff Dols, Brian Fortenbery, and Frank Sharp 2014) membandingkan efisiensi kompor gas dan kompor listrik. Hasilnya: Kompor induksi memiliki efisiensi 84 persen, kompor listrik dengan elemen koil dan permukaan halus standar memiliki efisiensi sekitar 74 persen, dan kompor gas memiliki efisiensi sekitar 40 persen. Artinya(Leafscore.com, 2021), saat memasak dengan gas, sekitar 60 persen energi terbuang, dibandingkan hanya 16 persen dengan kompor induksi dan 26 persen dengan kompor listrik permukaan halus.Dalam sebuah percobaan, kompor induksi dapat mendidihkan air hanya dalam 5,8 detik, sementara kompor gas memerlukan waktu 8,3 detik.
- Perawatan (kompor induksi lebih murah dirawat). Kalau kompor gas lebih memerlukan perhatian khusus pada bagian mekanis dan komponen gas seperti burner, regulator, dan selang. Sementara, kompor induksi lebih fokus pada perawatan permukaan kaca dan komponen elektroniknya.