Mewujudkan Strategi Transportasi Rendah Emisi dan Berkelanjutan untuk Indonesia Maju 2045

Jakarta, 14 Juli 2025 –  Pemerintah Prabowo – Gibran didesak untuk mengembangkan strategi mobilitas rendah emisi dan berkelanjutan untuk mewujudkan cita-cita menjadi negara maju pada 2045 dan mencapai emisi nol bersih (net zero emission/NZE) pada 2060 atau lebih awal. Tanpa kebijakan dan perencanaan yang terkoordinasi, Indonesia ini dipastikan akan menghadapi lonjakan emisi GRK dan peningkatan konsumsi dan impor bahan bakar minyak, serta memperbesar ketimpangan sosial dalam akses mobilitas. 

Institute for Essential Services Reform (IESR) didukung oleh ViriyaENB dan Drive Electric Campaign meluncurkan laporan Indonesia Sustainable Mobility Outlook (ISMO) 2025 pada Senin (14/7). Laporan ini mengusulkan strategi mobilitas berkelanjutan terpadu berdasar pada tiga pendekatan utama Avoid – Shift – Improve (ASI) yaitu mengurangi kebutuhan mobilitas (Avoid), mengalihkan ke moda transportasi rendah emisi (Shift) dan meningkatkan teknologi dan efisiensi (Improve).  Pendekatan terpadu dinilai mampu menekan emisi sektor transportasi hingga 76 persen, dari 561 juta ton setara karbon dioksida menjadi 117 juta ton setara karbon dioksida pada 2060. Sebagai catatan, 24 persen emisi tersisa berasal dari transportasi barang yang belum dilakukan intervensi khusus dalam kajian ini. Strategi Shift, dengan meningkatkan pangsa transportasi umum hingga 40 persen, berkontribusi paling besar dengan potensi pengurangan emisi sebesar 101 juta ton. Sementara itu, strategi Improve melalui adopsi kendaraan listrik, hingga 66 juta mobil dan 143 juta motor listrik diproyeksikan menurunkan emisi hingga 210 juta ton pada tahun yang sama.

Fabby Tumiwa, Chief Executive Officer (CEO) IESR menjelaskan pentingnya implementasi pendekatan Avoid – Shift – Improve (ASI) secara konsisten dan bersamaan. Fabby menjelaskan pada tahun 2024, emisi dari sektor transportasi menyumbang 202 juta ton setara karbon dioksida atau sekitar 25 persen dari total emisi sektor energi nasional. Tanpa upaya serius, emisi ini bisa meningkat hampir tiga kali lipat pada 2060.

“Dari  hasil pemodelan kami, pada tahun 2050 jarak tempuh per kapita diperkirakan melonjak hingga dua kali lipat. Tanpa strategi dekarbonisasi sektor transportasi, lonjakan ini akan memperburuk kemacetan, kenaikan impor bahan bakar minyak, dan polusi udara yang memperparah krisis kesehatan dan beban fiskal,” kata Fabby. 

Jika tidak segera diatasi, maka Presiden Prabowo harus melupakan cita-cita pertumbuhan ekonomi 8 persen di akhir 2029 dan mengubur impian Indonesia Emas 2045 karena biaya ekonomi yang semakin besar dari sistem transportasi saat ini. Oleh karena itu, dekarbonisasi sektor transportasi sangat mendesak untuk pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. 

Laporan ISMO 2025 mengidentifikasi 80 persen emisi dari sektor transportasi berasal dari sub sektor transportasi jalan. Kondisi ini dipicu oleh tingginya mobilitas dengan mobil penumpang pribadi, angkutan barang, dan sepeda motor. Akibatnya, emisi dari transportasi jalan didominasi oleh mobil (35%), diikuti angkutan barang (30%), sepeda motor (28%), dan bus (6%).

Ilham R F Surya, Analis Kebijakan Lingkungan, IESR menyatakan berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS) pengguna jalan di 2023,  mayoritas pengguna motor memilih moda kendaraan tersebut karena dianggap lebih cepat dan andal. Sementara 42 persen pengguna mobil memilih moda tersebut karena mementingkan kenyamanan. Studi lain juga menunjukkan bahwa ketika penghasilan seseorang meningkat di atas 4 juta rupiah per bulan, penggunaan sepeda motor dan transportasi umum justru menurun, sedangkan penggunaan mobil pribadi meningkat.

“Di kota-kota besar seperti Bandung, Jakarta, dan Yogyakarta, transportasi umum masih belum menjadi pilihan yang menarik. Para komuter atau mereka yang rutin bepergian ke tempat kerja memandang keterbatasan akses, waktu tempuh yang tidak menentu, dan keterlambatan menjadi faktor yang membuat mereka enggan menggunakan kendaraan umum,” imbuh Ilham.

IESR menekankan implementasi strategi Avoid–Shift–Improve (ASI) yang inklusif dan berkeadilan untuk menurunkan emisi di sektor transportasi. Pendekatan Avoid dilakukan dengan strategi pengembangan kota yang terintegrasi dengan transportasi publik (Transit Oriented Development, TOD) sehingga memperpendek jarak dan waktu tempuh. Selain itu, manajemen perjalanan (Traffic Demand Management, TDM) melalui kombinasi kebijakan hari bebas kendaraan, sistem ganjil-genap, congestion pricing, dan kebijakan kerja dari rumah.

Sementara, pelaksanaan Shift ialah dengan mendorong perluasan dan peningkatan layanan transportasi publik, seperti bus raya terpadu TransJakarta. Upaya ini juga diperkuat melalui skema pembelian layanan Buy The Service (BTS) yang menjamin standar layanan minimum dan tarif yang terjangkau, dan sejauh ini telah menunjukkan hasil yang positif. Pemerintah juga perlu memperluas infrastruktur transportasi di luar Pulau Jawa untuk mengurangi ketimpangan akses, seperti dengan memperluas jaringan kereta dan bus raya terpadu di kota-kota lain.

Pada pendekatan Improve, strategi yang dilakukan antara lain mendorong adopsi kendaraan listrik melalui pemberian insentif fiskal dan nonfiskal, serta memastikan adanya kepastian kebijakan jangka panjang. Diversifikasi pasar dan produsen kendaraan listrik juga penting untuk meningkatkan persaingan dan menurunkan harga. Selain itu, peningkatan standar bahan bakar, seperti adopsi standar EURO IV, perlu dilakukan untuk menekan emisi dari kendaraan konvensional.

“Implementasi pendekatan  dan strategi Avoid–Shift–Improve (ASI) secara bersamaan akan memberikan dampak positif, seperti mengurangi kendaraan pribadi, mendorong transportasi publik, menekan konsumsi bahan bakar fosil, dan mempercepat adopsi teknologi rendah emisi,” ujar Faris Adnan Padhilah, Koordinator Riset Manajemen Permintaan Energi, IESR.

Faris menyebut strategi ini berpotensi menurunkan emisi puncak pada 2030 sebesar 18 persen, dari 201 juta ton ke 164 juta ton karbon dioksida. Penerapannya yang konsisten dapat mempercepat pencapaian NZE di sektor transportasi pada 2060 atau lebih cepat.

Share on :

Leave a comment