Jakarta, 18 Juli 2025 – Pemerintah Indonesia telah meluncurkan Strategi Hidrogen Nasional (SHN) pada 2023, dan Peta Jalan Hidrogen dan Ammonia Nasional pada 2025 sebagai langkah mendorong pengembangan hidrogen, termasuk hidrogen hijau. Untuk mendukung upaya tersebut, Institute for Essential Services Reform (IESR) menginisiasi Komunitas Hidrogen Hijau Indonesia (KH2I), melalui program Green Energy Transition Indonesia (GETI), yang didukung oleh British Embassy Jakarta.
Dalam diskusi bertajuk Komunitas Hidrogen Hijau Indonesia (KH2I): Kesiapan Indonesia Membangun Ekosistem Hidrogen Hijau (18/7/2025) di Jakarta, Fabby Tumiwa, Chief Executive Officer (CEO) IESR, menekankan pentingnya memperkecil kesenjangan harga hidrogen untuk mempercepat pengembangannya. Fabby menilai tren penurunan harga listrik dari sumber energi terbarukan membuka peluang menjanjikan bagi penurunan harga hidrogen di masa depan.
“Prioritas saat ini adalah memastikan permintaan di dalam negeri juga dibangun. Untuk itu, dukungan kebijakan sangat dibutuhkan, seperti pembiayaan, insentif pajak, atau skema harga karbon. Pemerintah juga perlu memprioritaskan pemanfaatan hidrogen pada sektor-sektor yang sudah siap, yang konsumsi energinya besar dan teknologinya sudah matang. Pendekatan bertahap seperti ini akan membantu menciptakan pasar dan menarik investasi,” jelas Fabby.
Andriah Feby Misna, Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan, Kementerian ESDM mengungkapkan optimismenya terhadap progres hidrogen di Indonesia. Ia memaparkan bahwa pada 2060, kebutuhan hidrogen akan mencapai 11,7 juta ton per tahun. Sektor industri akan digadang menjadi pengguna terbesar, disusul oleh pembangkit listrik dan transportasi.
“Saat ini, kami dari Kementerian ESDM sedang mempersiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang tata kelola hidrogen. Di dalamnya akan diatur berbagai hal seperti rantai pasok, harga, subsidi, insentif, dan sertifikasi hidrogen hijau,” imbuh Andriah Feby.
Demi mengatasi tantangan harga, pemerintah telah menyiapkan dukungan untuk meningkatkan keekonomian proyek hidrogen. Ratih Purbasari Kania, Direktur Perencanaan Sumber Daya Alam dan Industri Manufaktur, Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan pemerintah merancang insentif dan regulasi untuk menarik lebih banyak investasi energi, termasuk hidrogen hijau, di antaranya pengurangan pajak (tax allowance), fasilitas impor berupa pembebasan bea masuk dan PPN untuk barang modal, serta pembebasan pajak (tax holiday).
“Pemerintah juga mendorong pengembangan 24 kawasan industri dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) sebagai pusat pertumbuhan dan hilirisasi, yang akan dilengkapi dengan infrastruktur, kemudahan perizinan, dan SDM yang mendukung. Kawasan ini akan menjadi pusat produksi hidrogen, terutama yang dekat dengan industri pengguna seperti kimia, petrokimia, dan smelter,” kata Ratih.
Menyoroti proyek hidrogen di Indonesia, Yunus Tohir, Manajer Umum Unit Bisnis Pembangkitan Kamojang, PT PLN Indonesia Power mengatakan pihaknya telah mengimplementasi peta jalan hidrogen hijau. Salah satunya melalui pembangunan 21 unit pabrik hidrogen 2023 di berbagai wilayah Indonesia. PLN juga telah mengoperasikan Hydrogen Refueling Station (HRS) di Senayan sejak 2024 dan membangun pabrik hidrogen berbasis energi panas bumi di PLTP Kamojang, yang menjadi salah satu proyek penting dalam pengembangan hidrogen hijau nasional.
Yunus mengungkapkan dari total produksi hidrogen hijau sebesar 203 ton per tahun, kebutuhan yang digunakan oleh PLN sendiri untuk mendinginkan generator sekitar 75 ton per tahun. Sisanya, sekitar 120 ton per tahun, menjadi kelebihan produksi yang membuka peluang pemanfaatan lebih luas.
“Hampir semua pembangkit besar PLN, terutama di Jawa dan Sumatera, sudah menggunakan hidrogen untuk sistem pendingin generator. Namun, pemakaiannya selama ini masih terbatas karena hanya digunakan saat pembangkit overhaul (dirombak/diperbaiki) atau mulai beroperasi kembali. Oleh karena itu, kapasitas produksi hidrogen saat ini sering kali berada dalam kondisi siap digunakan (standby). Inilah peluang yang kami lihat untuk mengembangkan pemanfaatan hidrogen lebih lanjut sebagai bagian dari ekosistem energi hijau nasional,” ujar Yunus.
Lebih lanjut, Mark Shiels, Direktur Pelaksana PT MBR Global Indonesia menambahkan bahwa salah satu peluang besar (low-hanging fruit) pemanfaatan hidrogen hijau adalah untuk microgrid, yaitu dengan memanfaatkan kelebihan energi listrik yang tidak digunakan untuk diproses menjadi bahan bakar. Hidrogen ini dapat digunakan sebagai cadangan energi, memperpanjang daya baterai, atau menjangkau lokasi terpencil.
Mark juga mencatat bahwa banyak perusahaan, terutama yang menggunakan gas alam dan memiliki mandat keberlanjutan dari kantor pusat luar negeri, mulai mempertimbangkan solusi hidrogen hijau.
“Salah satu langkah sederhana adalah memasang panel surya di atap pabrik, memasang unit kontainer produksi hidrogen di area parkir, lalu langsung mengalirkan hidrogen tersebut ke dalam proses produksi tanpa perlu penyimpanan rumit,” jelasnya.
KH2I merupakan wadah kolaboratif yang menghimpun perwakilan dari industri, institusi pendidikan tinggi, dan media yang memiliki ketertarikan terhadap isu hidrogen. Melalui komunitas ini, diharapkan terbentuk ekosistem hidrogen hijau yang mendukung Strategi Hidrogen Nasional. Komunitas ini dapat diakses melalui link: s.id/Registrasi_KH2I