Menilik Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) 2017
Jakarta, Selasa, 28 September 2020 – “Perubahan iklim yang semakin mengancam, diiringi dengan perkembangan teknologi yang pesat, terutama di bidang teknologi energi terbarukan merupakan faktor penting yang membuat banyak negara di dunia melakukan transisi energi,” urai Fabby Tumiwa, Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) saat membuka kegiatan Peluncuran Laporan Seri Studi Peta Jalan Transisi Energi Indonesia secara daring. Acara ini dihadiri pula oleh Sugeng Mujiyanto, Kepala Biro Fasilitasi Kebijakan Energi dan Persidangan Dewan Energi Nasional (DEN) dan Saleh Abdurrahman Staf Ahli Bidang Lingkungan Hidup dan Tata Ruang Sekretariat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sebagai penanggap.
“Pemanfaatan energi terbarukan yang memang sudah menjadi prioritas pengembangan dan pemanfaatan energi nasional dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN), belum terefleksikan dalam pencapaian Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) hingga 2020 ini. Terlepas dari target yang ambisius, beberapa indikator dan asumsi yang digunakan untuk memodelkan supply dan demand energi dalam RUEN pun dibangun berdasarkan basis data dan informasi di tahun 2015. Padahal, dalam lima tahun terakhir ini indikator dan asumsi dari sosio-ekonomi, tekno-ekonomi sudah mengalami perkembangan yang cukup signifikan,”ulasnya.
Hal ini pula yang melatarbelakangi IESR untuk melakukan studi lanjut yang terangkum dalam Laporan Seri Studi Peta Jalan Transisi Energi Indonesia. Tujuannya untuk mendorong Indonesia agar lebih bersiap dan tidak jauh tertinggal sehingga tidak mengalami banyak kerugian di bidang ekonomi, sosial bahkan lingkungan. Laporan ini memuat lima seri studi tematik mengenai peta jalan transisi energi Indonesia, yang diawali dengan laporan pembelajaran berjudul National Energy Plan (RUEN): Existing Plan, Current Policies Implication and Energy Transition Scenario yang ditulis oleh Agus Praditya Tampubolon.
Agus mengkaji RUEN 2017 melalui tiga skenario tambahan (skenario realisasi, kebijakan terkini, dan transisi energi) untuk mengevaluasi dan memproyeksikan capaian dari target RUEN awal.
“RUEN 2017 ini menggunakan data 2000-2015 untuk memproyeksikan data 2016-2050. Temuannya di skenario realisasi ternyata konsumsi energi primer lebih rendah dibanding RUEN. Konsumsi listriknya juga lebih kecil, di RUEN menargetkan 2500 KWh per kapita di 2025, sementara yang akan terjadi hanya 1582 kWh per kapita,”urai Agus.
Agus melanjutkan bahwa dengan pola seperti ini maka target energi terbarukan pada RUEN yakni 45,2 GW di 2025 tidak akan tercapai, melainkan hanya 22, 65 GW saja.
Di skenario kebijakan terkini, ia mengkombinasikan beberapa kebijakan misalnya identifikasi jaringan kota, kendaraan listrik, biodiesel untuk memproyeksikan target RUEN. Hasilnya, bauran energi primernya di RUEN pada 2025 yang semula 15 % meningkat menjadi 18%.
“Dan di tahun 2050, peningkatannya lebih drastis lagi bukan 23% melainkan 40,3%. Ini jauh dari target skenario RUEN maupun target proyeksi skenario realisasi,” tandasnya.
Lebih jauh, Agus memaparkan di skenario transisi energi, ia menggunakan parameter pembatasan pembangunan PLTU batu bara. Alhasil, porsi energi terbarukan di bauran energi prima yang di RUEN adalah 18%, meningkat menjadi 20% di tahun 2025
“Di 2050 akan semakin meningkat di sekitar 66-69%,”urainya.
Beranjak pada temuan yang ia bedah ini, IESR merekomendasikan tiga poin penting bagi pemerintah. Pertama, meninjau kembali parameter dan asumsi RUEN 2015-2050. Kedua, meningkatkan porsi energi terbarukan yang sejalan dengan pengurangan energi fosil. Salah satu caranya adalah dengan mengurangi pembangkit PLTU batu bara. Ketiga, mengusulkan kajian pengembangan skenario alternatif dalam rencana penyediaan energi nasional yang mengintegrasikan porsi energi terbarukan yang lebih besar.
Menanggapi hasil laporan dan rekomendasi IESR, Sugeng beranggapan meski pihaknya selalu mengulas RUEN setiap tahun, namun pengkaji ulangan RUEN akan dilakukan bila ada kondisi yang mendesak.
“Misalnya seperti kemarin kita lihat di TV, akibat COVID-19, Dirut Pertamina menyatakan bahwa kebutuhan BBM turun sekitar 25-26%. Ini termasuk cukup signifikan. Jika hal ini terjadi terus menerus maka (RUEN) harus kita kaji juga,” jelasnya.
Sementara, Saleh mengaku tertarik pada rekomendasi IESR terkait skenario alternatif yang berhubungan dengan transisi energi.
“Skenario transisi energi IESR tentu menjadi masukan yang bagus. Kita tidak mau terus menerus tergantung pada energi fosil, Jadi saya pikir masih ada cukup waktu untuk mempersiapkan. Saya ingin IESR terus memperkaya kita bagaimana cara kita agar transisi energi itu bisa juga menghasilkan transisi ekonomi berkelanjutan dengan nilai tambah yang lebih tinggi,” ujarnya.
Laporan lengkap dari studi ini dapat anda unduh di:
https://iesr.or.id/pustaka/ruen-existing-plan-current-policies-and-energy-transition-scenario
Saksikan pula siaran tunda dari diskusi webinar ini: