Pemerintah Susun Peta Jalan Industri Nol Emisi Bersih Pada 2050

Jakarta, 22 Agustus 2025 – Indonesia berkomitmen untuk mencapai target net-zero atau nol bersih di 2060 atau lebih awal. Untuk itu, pertumbuhan ekonomi harus sejalan dengan komitmen iklim tersebut. Pada 2023, sektor industri menyumbang 34 persen emisi nasional. Di sisi lain, sektor ini juga menjadi motor penggerak ekonomi dengan kontribusi 18,9 persen Produk Domestik Bruto (PDB) dan menyerap lebih dari 19,3 juta tenaga kerja. Praktik ekonomi rendah karbon dapat meningkatkan daya dukung lingkungan dan mendorong pertumbuhan ekonomi dengan estimasi rata-rata peningkatan PDB hingga sebesar 5,11 persen pada 2060.

Demi mewujudkan industri nasional yang kompetitif dan beremisi rendah, Kementerian Perindustrian, World Resources Institute (WRI) Indonesia, dan Institute for Essential Services Reform (IESR) merumuskan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri. Peta jalan ini menargetkan pencapaian emisi nol bersih pada 2050, lebih cepat dari target nasional 2060. Dalam Annual Indonesia Green Industry Summit (AIGIS) 2025 (20-22 Agustus), Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan pemerintah mendorong transformasi industri lewat peta jalan dekarbonisasi, insentif fiskal, kemudahan investasi, dan regulasi efisiensi sumber daya.

Peta Jalan Dekarbonisasi mencakup sembilan subsektor yang tergolong lahap energi, yakni semen, besi dan baja, pupuk, kimia, pulp dan kertas, tekstil, kaca dan keramik, otomotif, serta makanan dan minuman. Berdasarkan dari profil emisinya, 46 persen emisi di industri manufaktur berasal dari energi yang dibangkitkan secara langsung, 16 persen dari pembelian listrik, dan 38 persen dari proses kimiawi pada proses produksi dan aplikasi produk (Industrial Processes and Product Use, IPPU). 

Ada lima tipe program atau strategi dekarbonisasi yang digunakan dalam perancangan Peta Jalan Dekarbonisasi Industri. Prioritas utamanya adalah mengurangi emisi, bukan hanya menetralkannya. Strategi pengurangan emisi mencakup energi dan efisiensi material, penggantian bahan bakar dan material, elektrifikasi dan listrik rendah karbon, serta pemutakhiran proses. Sementara strategi netralisasi emisi mencakup penangkapan, pemanfaatan, utilisasi, dan/atau penyimpanan karbon.

Menurut Kepala Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian, Apit Pria Nugraha, “Peta jalan dekarbonisasi telah disusun untuk 9 subsektor industri dengan proyeksi reduksi emisi yang signifikan. Yaitu sebesar  66,5 juta tCO2e emisi pada tahun 2035 dan 289,7 juta tCO2e emisi pada tahun 2050​. Dokumen ini masih bersifat living document dan akan terus dilengkapi untuk sektor-sektor yang saat ini belum terlingkup.”

Pada AIGIS 2025, Kementerian Perindustrian memaparkan progres Peta Jalan Dekarbonisasi Industri yang akan menghasilkan dua laporan: Laporan Teknis yang akan diluncurkan September 2025 dan Laporan Kebijakan yang akan diluncurkan Maret 2026. Laporan Teknis mencakup trayektori penurunan emisi industri, strategi dekarbonisasi terbaik, dampak terhadap kenaikan harga produk, dan total kebutuhan energi dan material untuk implementasi strategi dekarbonisasi. Sedangkan Laporan Kebijakan akan mencakup analisis kesenjangan kebijakan di aspek teknologi, pendanaan, dan regulasi untuk mendukung implementasi peta jalan​ serta rekomendasi kerangka kebijakan​. Rencananya, pada September 2026, Kementerian Perindustrian akan menerbitkan Peraturan Menteri Peta Jalan Dekarbonisasi Industri secara bertahap untuk setiap subsektor.

Chief Executive Officer (CEO) IESR, Fabby Tumiwa menuturkan dalam penyusunan peta jalan dekarbonisasi industri oleh Kementerian Perindustrian ini, IESR ikut menyusun peta jalan dekarbonisasi industri di empat sektor yaitu tekstil, kaca dan keramik, otomotif, dan makanan dan minuman.

“Peta jalan dekarbonisasi industri adalah strategi penting untuk mewujudkan ambisi pertumbuhan ekonomi 8 persen Presiden Prabowo. Tanpa transisi dari energi fosil, ambisi ini sulit tercapai di tengah ketatnya standar emisi global untuk perdagangan internasional dan permintaan pasar produk yang rendah emisi. Implementasi peta jalan tidak hanya memastikan produk Indonesia berdaya saing di pasar ekspor, tetapi juga menarik investasi baru, meningkatkan produktivitas, menekan biaya operasional, serta memperkuat kemandirian energi melalui pemanfaatan energi terbarukan. Dampak lainnya dari industri yang minim emisi adalah dapat membuka jalan bagi berkembangnya industri manufaktur hijau dan penciptaan lapangan kerja baru,” jelas Fabby.

Nirarta Samadhi, Country Director WRI Indonesia mengatakan, pencapaian Peta Jalan Dekarbonisasi Industri bertumpu pada tiga pilar, “Pertama, energi dan material rendah karbon yang terjangkau dan andal. Kedua, pendanaan dan insentif hijau untuk mendorong transformasi industri, seperti taksonomi hijau, carbon pricing, skema pembiayaan inovatif. Ketiga, kebijakan dan regulasi terpadu yang memberi arah dan menciptakan iklim mendukung seperti standar emisi, label produk hijau, pasar domestik produk rendah karbon. Capaian ini hanya bisa dicapai apabila kita membangun sebuah ekosistem industri hijau yang menyeluruh, di mana energi, pembiayaan, serta regulasi berjalan saling mendukung.” 

Share on :

Leave a comment