Semarang, 6 Oktober 2021– Mempunyai potensi teknis energi surya mencapai 193–670 gigawatt peak (GWp) dengan potensi pembangkitan dari PLTS sekitar 285–959 terawatt hour (TWh) per tahun, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah serius dalam mendorong pemanfaatan PLTS di wilayahnya. Peningkatan kesadaran konsumen terhadap produk ramah lingkungan, ketersediaan regulasi dan ekosistem yang mendukung serta keuntungan dari penggunaan PLTS menjadi daya tarik bagi sektor komersial dan industri untuk memasang PLTS. Semakin banyak sektor industri yang terlibat dalam pemanfaatan PLTS akan menjadi katalisator terwujudnya Jateng Solar Province dan tercapainya target bauran energi terbarukan nasional sebesar 23% di tahun 2025.
Chrisnawan Anditya, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM menyebutkan bahwa hingga Agustus 2021, terdapat 4.133 pengguna PLTS atap di berbagai sektor di Indonesia dengan total kapasitas 36,74 MWp. Berdasarkan data tersebut, jumlah pengguna PLTS atap di Jawa Tengah dan DIY merupakan terbanyak ketiga di Indonesia (5,88 MW). Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral sendiri telah berupaya mengakomodasi kebutuhan sektor industri dan komersial dalam memasang PLTS atap dengan beberapa strategi, termasuk klausul penurunan biaya paralel kapasitas untuk pelanggan industri dari 40 jam menjadi 5 jam per bulan yang telah diberlakukan sejak 2019 lalu.
Chrisnawan menambahkan bahwa peran berbagai pihak, termasuk sektor komersial dan industri, sangat penting untuk pencapaian target iklim Indonesia; sekaligus mendorong daya saing operasi dan produk yang hijau.
“Sektor komersial dan industri akan menghadapi tantangan global ke depan, terutama bila diterapkan carbon border tax oleh Uni Eropa pada 2026. Ekonomi kedepannya akan bertumbuh ke arah green ekonomi yang didukung dengan adanya green industri. RUPTL saat ini memuat 51% pembangkit yang akan dibangun adalah pembangkit EBT. Dalam masa transisinya, industri didorong untuk mengimbangkannya dengan penggunaan PLTS atap,” jelasnya dalam webinar yang diselenggarakan oleh IESR dengan Pemerintah Jawa Tengah berjudul “Energi Surya Atap untuk Sektor Komersial dan Industri di Jawa Tengah” (6/10/2021).
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) mengungkapkan bahwa potensi PLTS atap sektor industri di Jawa Tengah dan Yogyakarta mencapai 3,5 GWp atau 10 persen dari potensi pasar PLTS atap dari pelanggan sektor industri se-Indonesia.
“Survei pasar IESR menunjukkan ada potensi sebesar 9,8% atau 16 ribu usaha di Jawa Tengah untuk memanfaatkan PLTS atap. Agar dapat mewujudkan upaya dekarbonisasi dan upaya pengendalian iklim, sektor industri dan komersial dapat mengidentifikasi kebutuhan dan strategi melaksanakan transisi energi dengan memiliki roadmap transisi energi, termasuk pemanfaatan PLTS atap dan mendorong kolaborasi dan sinergi berbagai pihak sehingga terciptanya rantai pasok untuk menghasilkan green product yang kompetitif,”terang Fabby.
Jawa Tengah sendiri sejak mendeklarasikan Jawa Tengah Provinsi Surya (Central Java Solar Province) pada 2019, hingga pertengahan September 2021 mencatat 48% (4,3 MWp dari 8,8 MWp) total kapasitas PLTS terpasang berasal dari sektor komersial dan industri. Paket kebijakan dan regulasi yang mendukung juga telah disiapkan, diantaranya RUED (Rencana Umum Energi Daerah), Renstra (Rencana Strategis) Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah, dan Surat Edaran Gubernur untuk pemanfaatan PLTS atap di bangunan pemerintah, publik, komersial, dan industri. Namun menurutnya, yang terpenting selain kebijakan dan regulasi adalah permintaan pasar.
“Permintaan pasar (market driven) karena tuntutan global untuk menurunkan emisi gas rumah efektif untuk mendorong sektor industri menuju industri hijau yang menggunakan sumber energi terbarukan,” ujar Kepala Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko.
“Beberapa industri di Jawa Tengah secara mandiri sudah melakukan praktik industri hijau dan berkelanjutan, termasuk dengan pemanfaatan energi terbarukan dalam bentuk energi surya. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan terus memberikan dukungan pelatihan, fasilitasi sertifikasi, dan penghargaan industri hijau,” sambung M. Arif Sambodo, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah.
Pada kesempatan yang sama, M. Irwansyah Putra, General Manager Unit Induk Distribusi PLN Jawa Tengah dan DIY mengungkapkan terdapat 20 bisnis dan industri yang telah memasang PLTS atap. Lima peringkat tertinggi dari segi kapasitas secara berurutan adalah PT Tirta Investama (2,3 MWp), CV Jaya Setia Plastik (0,48 MWp), PT Djarum (0,26 MWp), PT.Busana Rejeki Agung (0,17 MWp), PT Busana Remaja Agracipta (0,15 MWp), dan PT Prambanan Dwipaka (0.04 MWp).
“PLN tentunya mendukung optimasi PLTS dengan menyediakan berbagai fasilitas, seperti kemudahan akses informasi, sistem tagihan, menyediakan reserve margin yang cukup, menjalankan skema bisnis yang fair untuk konsumen juga PLN, menyiapkan produk layanan Total Solusi PLTS atap,” ujar Irwansyah.
Merasakan manfaat langsung dari penggunaan PLTS atap pada industrinya, Syaiful, Manajer di CV Jaya Setia Plastik menargetkan untuk menambah kapasitas PLTS dari 0,48 MWp menjadi 1,3 MWp untuk mengurangi biaya listrik terutama pada siang hari.
“Selain itu dengan sistem on-grid, kelebihan listrik bisa diekspor ke PLN, biaya perawatan PLTS juga rendah, dan ini menjadi bukti pemanfaatan energi yang ramah lingkungan,” ungkapnya.
Dengan biaya investasi yang masih dianggap mahal, beberapa pengembang energi surya (solar developer) di Indonesia telah menawarkan pemasangan PLTS atap dengan skema pembiayaan selain pembelian langsung. Dengan skema performance-based rental, misalnya, perusahaan tidak perlu mengeluarkan investasi di awal, melainkan berkontrak jangka panjang (15 – 25 tahun) dengan pengembang untuk produksi listrik yang dihasilkan dari pemasangan PLTS atap. Ada pula pengembang yang menawarkan leasing atau cicilan di atas 5 tahun.