Satgas Transisi Energi Diharapkan Percepat Transisi Energi dan Dekarbonisasi Industri

Jakarta, 21 Maret 2025 – Institute for Essential Services Reform (IESR) menyambut baik dan mengapresiasi pembentukan Satuan Tugas Transisi Energi dan Ekonomi Hijau (Satgas TEH) melalui Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 141 Tahun 2025. Keberadaan Satgas ini menunjukkan komitmen pemerintahan Presiden Prabowo dalam melanjutkan agenda transisi energi yang telah dirancang oleh pemerintahan sebelumnya.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, menyatakan pembentukan Satgas TEH merupakan sinyal positif bahwa pemerintah memprioritaskan transisi energi Indonesia. Satgas ini diharapkan dapat mempercepat transisi energi sesuai dengan tujuan Persetujuan Paris serta mengimplementasikan Bali Energy Transitions Roadmap dan Bali Compact, yang disepakati dalam G20 di bawah kepemimpinan Indonesia.

“Pembentukan Satgas TEH juga menjadi bentuk tanggung jawab moral Indonesia dalam melaksanakan hasil keputusan G20, termasuk sembilan prinsip Bali Compact dan tiga prioritas dalam Bali Energy Transitions Roadmap untuk transisi energi global, yaitu memastikan akses energi, meningkatkan penggunaan teknologi energi bersih dan cerdas (smart) serta mendorong pendanaan energi terbarukan,” ungkap Fabby.

IESR menyoroti kesulitan pemerintah mencapai target investasi energi terbarukan yang kerap meleset dari target. Pada 2024, investasinya hanya mencapai USD 1,8 miliar, jauh di bawah target USD 2,6 miliar. Rendahnya minat investasi di energi terbarukan dalam beberapa tahun terakhir menunjukan iklim investasi yang tidak mendukung. Penolakan masyarakat yang terjadi di sejumlah proyek energi terbarukan seperti panas bumi di Flores, PLTS Terapung di Sumatera Barat, dan PLTA meningkatkan risiko proyek-proyek energi terbarukan di mata pelaku bisnis dan lembaga pembiayaan.    

Untuk itu, IESR mendorong agar Satgas TEH menjadi wadah koordinasi antar kementerian dan lembaga pemerintah untuk mempercepat transisi energi. Melalui platform ini juga, pemerintah dapat menemukan jalan keluar mengatasi hambatan investasi energi terbarukan, serta merancang reformasi kebijakan yang lebih mendukung energi bersih. Selain itu, Satgas ini diharapkan memperkuat peranan Indonesia dalam implementasi Just Energy Transition Partnership (JETP) dan Energy Transition Mechanism (ETM), sehingga meningkatkan kredibilitas Indonesia dalam mengelola pembiayaan transisi energi di sektor ketenagalistrikan serta mencapai target puncak emisi sektor listrik pada 2030 dan net-zero emission pada 2050.

IESR percaya bahwa peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan di Indonesia dapat dilakukan dengan cepat dan hemat biaya (cost-effective). Melalui studi berjudul Unlocking Indonesia’s Renewable Future, IESR telah mengidentifikasi potensi proyek energi terbarukan berkapasitas 333 GW yang layak secara teknis dan finansial di 632 lokasi. Data ini dapat menjadi referensi bagi Satgas TEH untuk menyoroti peluang investasi energi terbarukan di Indonesia dan masuk dalam daftar proyek yang dapat didanai oleh JETP dan ETM untuk mensubstitusi PLTU. 

“Eropa akan segera mengenakan pajak karbon pada barang dan jasa yang masuk ke kawasannya, menandakan bahwa perdagangan dan pembangunan ekonomi global bergerak ke arah rendah karbon. Indonesia harus memastikan industrinya siap agar tetap berdaya saing. Satgas TEH berperan penting dalam mempercepat transformasi ekonomi hijau dengan mendorong dekarbonisasi di sektor industri. Ini adalah langkah krusial untuk memastikan pembangunan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan di masa depan,” jelas Fabby. 

Sebagai langkah penting dalam transisi energi, IESR mendorong agar Satgas TEH memastikan komunikasi yang inklusif dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk organisasi masyarakat sipil, pelaku usaha, serta sektor swasta lainnya. Partisipasi aktif dari berbagai sektor menjadi kunci utama untuk memastikan transisi energi yang adil, berkelanjutan, dan berdampak positif bagi masa depan Indonesia.

Share on :

Leave a comment