Pemerintah Daerah Pegang Peran Penting dalam Transisi Energi

press release

Bali, 30 Agustus 2022Pemulihan ekonomi pasca pandemi dengan tetap fokus melakukan upaya mitigasi iklim yang ambisius melalui pembangunan rendah karbon merupakan langkah yang perlu diambil oleh pemerintah daerah. Keberhasilan pembangunan rendah karbon juga tidak luput dari perencanaan transisi energi yang berkeadilan. Komitmen berbagai pihak termasuk di dalamnya pemerintah daerah dan komunitas dalam mendorong transisi energi menjadi krusial mengingat desentralisasi transisi energi akan memberikan dampak berganda.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menyebutkan pihaknya melalui Dinas ESDM Jawa Tengah, gencar mendorong upaya transisi energi di daerahnya. Instrumen kebijakan transisi energi seperti surat edaran gubernur, surat sekretaris daerah, serta ragam inisiatif seperti deklarasi Jawa Tengah menjadi provinsi surya pada 2019, menjadi cara untuk menarik swasta dan masyarakat memanfaatkan energi terbarukan melalui adopsi PLTS atap. Hingga Q2 2022, jumlah kapasitas PLTS terpasang di Provinsi Jawa Tengah mencapai 22 MWp. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga mendukung pemanfaatan energi terbarukan lainnya yang tersedia melimpah, misalnya biogas kotoran ternak dan PLTMH, dengan program pemerintah atau pun mendorong kolaborasi masyarakat.

“Asimetris desentralisasi dengan cara inklusi dengan (perlakuan-red) yang tidak sama di setiap lokasi. Dengan kesadaran kolektif, potensi energi terbarukan di daerah dicek dan distimulasi,” kata Ganjar. Hal ini, menurut Ganjar,  akan mendorong transformasi yang lebih cepat.

Komitmen iklim Jawa Tengah ditunjukkan pula dengan dimulainya penggunaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas pemerintah provinsi.

Togap Simangunsong, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Dalam Negeri mengapresiasi praktik baik yang dilakukan pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Ia menyebutkan pihaknya dan Kementerian ESDM sedang menyusun rancangan Perpres yang menguatkan wewenang pemerintah daerah/provinsi dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang energi sumber daya mineral sub bidang energi baru terbarukan

“Melalui penguatan ini diharapkan pemerintah daerah dapat memberikan dukungan dalam upaya pencapaian target bauran energi baru terbarukan sebagai upaya pengurangan emisi gas rumah kaca sehingga terjalin komitmen pemerintah daerah dalam upaya akselerasi energi berkeadilan sesuai dengan kewenangannya,” ungkap Togap mewakili Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian dalam webinar berjudul “Desentralisasi Transisi Energi: Tingkatkan peran komunitas dan pemerintah daerah” yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Selain itu, Chrisnawan Anditya, Kepala Biro Perencanaan, Kementerian ESDM mengatakan pemanfaatan potensi energi terbarukan akan membuka peluang dalam membangun ekonomi nasional yang hijau dan sebagai upaya pemulihan ekonomi pasca pandemi sesuai dengan tema Presidensi G20, “Pulih Bersama, Bangkit Perkasa”.

“Setiap daerah memiliki potensi energi baru terbarukan khusus yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Perbedaan potensi energi baru terbarukan antar daerah merupakan tantangan teknis, sekaligus peluang besar bagi sistem energi kita. Kondisi ini memungkinkan pembagian energi berbasis energi baru terbarukan, ketika daerah mengalami kelimpahan atau kelangkaan energi. Agar hal tersebut dapat terjadi, maka diperlukan sistem tenaga listrik yang terintegrasi (smart grid dan super grid),” jelas Chrisnawan dalam kesempatan yang sama.

Tidak hanya itu, kepemimpinan yang kuat di tingkat daerah akan mampu memobilisasi masyarakat untuk melakukan transisi energi gotong royong. Hal ini diungkapkan oleh Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR. Menurutnya, inisiatif dan kepemimpinan pemerintah daerah akan mampu menjawab permasalahan akses dan keamanan pasokan energi dengan memanfaatkan potensi energi terbarukan yang melimpah di daerahnya. 

“Transisi energi Indonesia membutuhkan pembangunan ratusan bahkan ribuan gigawatt, pembangkit energi terbarukan, infrastruktur transmisi dan distribusi serta sistem penyimpanan energi. Tapi dengan mulai membaginya menjadi unit-unit kecil, persoalan yang besar tadi dapat lebih mudah dipecahkan dan dilakukan oleh lebih banyak pihak,” ungkap Fabby.

Menurutnya, berdasarkan kajian IESR, dekarbonisasi sistem energi di Indonesia  membutuhkan biaya USD 1,3 triliun hingga 2050 mendatang, dengan rata-rata kebutuhan investasi USD 30-50 miliar per tahun. Jumlah ini 150%-200% dari total investasi seluruh sektor energi saat ini. 

“Kebutuhan investasi ini tidak sedikit dan tidak mungkin hanya ditanggung oleh pemerintah dan BUMN semata. Tapi investasi yang besar ini dapat dipenuhi jika kita memperhitungkan potensi dari kontribusi dan daya inovasi masyarakat serta kemampuan pemerintah daerah. Kontribusi dan inovasi warga dapat memobilisasi pendanaan dari pemerintah, pemerintah daerah dan pemerintah desa, serta pendanaan dari swasta dan lembaga-lembaga non-pemerintah,” tambahnya.

Provinsi Bali merupakan provinsi pertama di Indonesia yang memiliki peraturan gubernur khusus untuk energi bersih dan kendaraan listrik. Dalam Peraturan Gubernur tentang Bali Energi Bersih, Gubernur Bali mendorong pemanfaatan energi terbarukan untuk berbagai sektor, terutama dengan pemanfaatan PLTS atap. Upaya ini dilakukan untuk mewujudkan visi pembangunan rendah karbon di Bali dan langkah nyata untuk pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism).

“Akibat pandemi, pariwisata Bali  terseok-seok, setelah pandemi, Bali sudah mulai bangkit. Beberapa kiat-kiat sudah dilakukan, seperti pergub dan surat edaran tentang adopsi PLTS atap. Sebenarnya sasaran utamanya adalah pariwisata, namun terlebih dahulu melakukan percontohan di pemerintahan,” tegas Ida Ayu, Staf Ahli Gubernur Bali.

Rencana dan langkah pencapaian target energi terbarukan dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED) juga dilakukan oleh pemerintah Provinsi Jambi. Gubernur Jambi, Al Haris, menegaskan komitmennya untuk bekerja sama dengan pihak pusat dan swasta untuk mengembangkan transisi energi daerah karena sumber daya yang dimiliki sudah sangat cukup tinggal pemanfaatan dan mentransformasi sumberdaya alam menjadi energi yang bisa dinikmati masyarakat terkhususnya masyarakat Jambi

Pemerintah Provinsi Jambi melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral juga telah menjalin kerjasama dengan IESR untuk implementasi RUED dan upaya konservasi energi di lingkup pemerintah daerah. Saat ini, Gubernur Jambi sedang berproses untuk mengeluarkan peraturan gubernur untuk pemanfaatan PLTS sebagai pengganti subsidi energi.

 

Transisi Energi: Dari, Oleh, dan Untuk Masyarakat

Denpasar, 11 Agustus 2022 – Keterlibatan masyarakat luas memiliki peranan yang sangat penting dalam merealisasikan agenda transisi energi, . alah satu langkah awalnya adalah dengan menyediakan wadah untuk saling berbagi pengetahuan dan diskusi. Berbeda dengan diskusi formal yang menyasar para pemangku kepentingan, diskusi dengan format informal dan ringan untuk masyarakat diyakini lebih efektif untuk dilakukan. Hal ini diharapkan menjadi ruang yang nyaman untuk publik menyampaikan pendapatnya secara terbuka

Didasarkan pada pemahaman tersebut, proyek Clean, Affordable, and Secure Energy for Southeast Asia (CASE) di Indonesia mengadakan kegiatan bertajuk “The Role of Public Participation in Energy Transition” yang dilakukan di Denpasar bersama para perwakilan organisasi masyarakat, kelompok pemuda dan mahasiswa di Bali. Pada kegiatan ini, CASE berupaya untuk menyediakan wadah untuk berdiskusi sekaligus bertukar pikiran dan pengetahuan terkait topik transisi energi di Indonesia, khususnya dalam konteks Bali. 

Untuk memfasilitasi masyarakat Bali dalam memahami konteks transisi energi, CASE Indonesia turut menghadirkan berbagai pembicara ahli lokal yang menjelaskan berbagai aspek transisi energi dan kaitannya dengan masyarakat di Bali. Misalnya, bagaimana energi terbarukan bisa dimanfaatkan, diakses dan membawa dampak positif bagi berbagai lapisan masyarakat di Bali. 

Berbagai kebijakan untuk merealisasikan transisi energi sudah banyak diterbitkan di Indonesia. Khususnya di Bali, Pemerintah Provinsi Bali menunjukkan respon positif dan mendukung transisi energi dengan kebijakan energi bersih yang diharapkan dapat mendukung pengembangan perekonomian masyarakat Bali. Namun berbagai kebijakan tersebut tidaklah banyak bermanfaat jika masyarakat tidak ambil andil dalam menyukseskan rencana tersebut. 

“Seluruh keterlibatan berbagai kelompok masyarakat di Bali ini penting, agar transisi energi menjadi doable dan tidak hanya berupa kebijakan-kebijakan diatas kertas, ” ujar Ida Ayu Dwi Giriantari dari Center of Excellence Community Based Renewable Energy – Universitas Udayana. 

Masyarakat di Bali menggantungkanpenghidupan di sektor pariwisata untuk menopang perekonomiannya. CASE berupaya untuk mengenalkan contoh nyata unit usaha pariwisata milik masyarakat asli Bali yang sudah memanfaatkan energi terbarukan sehingga masyarakat dapat menyaksikan dampak energi terbarukan dalam sebuah usaha di tingkat masyarakat. 

Putu Swantara Putra atau yang kerap disapa Bli Klick, seorang arsitek dan pengusaha di bidang perhotelan di Bali menceritakan pengalamannya menggunakan energi terbarukan. 

“Tidak ada ruginya menggunakan energi terbarukan (PLTS atap), dengan berbagai skema pembiayaan yang ada sekarang, bagi kita pengusaha rasanya sama saja seperti bayar listrik PLN. Bayangkan, bedanya saya sudah buat perbedaan dan lebih ramah lingkungan, lebih lagi dalam beberapa tahun alatnya jadi milik saya dan bisa saya gunakan secara gratis”.

Serupa dengan pernyataan Bli Klick, Dayu Maharatni dari Koperasi Amoghassiddhi mengungkapkan potensi pembiayaan PLTS atap menarik untuk dicermati. Koperasi Amoghassiddhi  merupakan, sebuah lembaga pembiayaan koperasi berbasiskan masyarakat yang menyediakan skema pembiayaan pemasangan panel surya untuk para anggotanya. 

“Sudah ada peraturan yang mengatur kami, para koperasi, untuk memberikan suku bunga tidak lebih dari 1%. Dengan ini, kami berharap lebih banyak lagi anggota koperasi kami yang tertarik untuk mengembangkan bisnis dengan energi terbarukan. Bagi koperasi kami sendiri, pembiayaan kredit energi ini baru 2,4% dibandingkan jenis pembiayaan lain. Hal ini artinya masih banyak sekali potensi pengembangan (untuk pembiayaan energi terbarukan-red) bagi para anggota kami.”

Dayu mengajak masyarakat untuk memahami bahwa saat ini potensi pengembangan energi terbarukan masih sangat luas dan memiliki banyak sekali manfaat untuk masyarakat di Bali. Lebih jauh lagi, tidak hanya dari sudut pandang mitigasi perubahan iklim, pengembangan energi terbarukan dirasa juga memiliki potensi sebagai pilihan karir (green jobs) dan perekonomian masyarakat di masa depan. 

“Nantinya sumberdaya manusia yang diperlukan dalam pengembangan energi terbarukan ini akan dibutuhkan dalam setiap proses usahanya, misal peneliti, perencana, operator, evaluator, dan sebagainya. Berdasarkan data ini, jika dikembangkan sesuai dengan peta pengembangannya, Pemerintah memperkirakan pada Tahun 2050, setidaknya ribuan tenaga kerja akan terserap di sektor energi terbarukan ini,” ujar I Gusti Ngurah Agung Dwijaya Saputra dari Politeknik Negeri Bali menutup sesi pemaparan.

Besarnya Potensi Teknis dan Potensi Pasar PLTS, Modal Bali untuk Wujudkan Provinsi Energi Bersih

Denpasar, 9 Juni 2021 – Miliki potensi teknis PLTS yang besar, hingga mencapai 26,4 GWp (IESR, 2021), Bali dapat andalkan PLTS untuk mewujudkan visi “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” di sistem energinya, salah satunya dengan mendorong keterlibatan masyarakat dalam berinvestasi di PLTS atap.  Hal ini menjadi pembahasan yang menarik pada seminar “Bali Menuju Provinsi Energi Bersih” yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR), bekerja sama dengan Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), dan Koperasi Amoghasiddhi, Bali.

Ida Bagus Setiawan, Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral, Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral – Provinsi Bali menuturkan bahwa ditinjau dari sisi potensi maupun rekam jejak teknologi, PLTS merupakan energi terbarukan yang tepat untuk dikembangkan di Bali. Bahkan, Pemda Bali pun telah menerbitkan Pergub 45 tahun 2019 tentang Bali Energi Bersih yang salah satunya mengatur tentang adopsi PLTS atap pada bangunan dengan luasan tertentu, baik bangunan publik atau swasta.

“Target PLTS Atap tahun 2021 adalah 0,5 MWp dan 7,5 MWp di tahun 2025. Target ini realistis dan mungkin akan lebih tinggi realisasinya jika ada dukungan dari pusat, daerah, dan masyarakat,” imbuhnya.

Chrisnawan Anditya, Direktur Aneka Energi Baru & Terbarukan, DJBTKE yang hadir secara daring pada kesempatan yang sama menjanjikan dukungan yang positif dari Kementerian ESDM  agar adopsi PLTS atap semakin masif lagi.

“Saat ini Kementerian ESDM sedang memfinalisasikan revisi permen ESDM no. 49 tahun 2018 dimana beberapa poin pentingnya adalah ketentuan ekspor yang lebih besar dari 65%, kelebihan akumulasi dan tagihan akan diperpanjang dari semula 3 bulan, mekanisme pelayanan berbasis aplikasi, waktu permohonan lebih singkat, dan perluasan ke pelanggan di wilayah usaha non-PLN (sekarang baru 34 dari 53 wilayah), serta pembinaan dan pengawasan. Salah satu hal yang kita dorong adalah standar performance dan aspek keselamatan tentang ketentuan pemasangan PLTS Atap SNI dalam Permen ESDM No. 2 tahun 2021,” ungkap Chrisnawan.

Lebih lanjut, Chrisnawan menuturkan bahwa hingga Maret 2021, sebanyak 3.472 pelanggan sudah memasang PLTS atap dengan kapasitas 26,51 MWp. Bali masuk 10 besar dengan 141 pelanggan dengan kapasitas 1,07 MW dimana pelanggan yang didominasi rumah tangga namun porsi dari sektor industri kapasitasnya lebih besar.

Menyoal keterlibatan masyarakat dalam menyokong perkembangan PLTS atap, Fabby Tumiwa, Ketua Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) yang juga merupakan Direktur Eksekutif IESR, mengungkapkan bahwa ketersediaan informasi mengenai prosedur dan perizinan PLTS atap serta kemudahan akses terhadap informasi tersebut akan membantu masyarakat membuat keputusan investasi di PLTS atap. 

“AESI mendorong terciptanya ekosistem yang baik bagi PLTS, dengan memastikan Engineering-Procurement-Construction atau EPC yang kredibel, mempunyai standar yang baik, tenaga kerja yang terampil, dan skema pembiayaan yang jelas,” jelas Fabby.

Menurut Fabby, potensi pasar PLTS atap di Bali termasuk besar, terutama karena umumnya masyarakat Bali sudah menyadari pentingnya penghargaan terhadap alam sehingga penggunaan energi terbarukan seperti PLTS akan membuat semangat perlindungan lingkungan hidup menjadi lebih tinggi lagi.

IESR secara khusus telah melakukan survei persepsi rumah tangga, sektor komersial dan UMKM di Bali (2020) dan menemukan bahwa alasan tertinggi ketertarikan para responden dengan konsep PLTS atap, selain peduli lingkungan adalah penghematan listriknya mencapai 51,9%.

“Potensi pasar di sektor rumah tangga mencapai 23 persen, atau setara dengan 256.000 rumah tangga. Potensi sangat besar juga ada di sektor bisnis sekitar 35.000 usaha dan UMKM bahkan mencapai 71.000 UMKM. Jumlah ini juga menjadi peluang bagi pemerintah untuk melihat bahwa kontribusi masyarakat akan sangat signifikan untuk mendorong tercapainya penurunan emisi dan cita-cita Bali menggunakan 100 persen energi terbarukan,” tegas Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi IESR.

Ida Ayu Maharatni, Manajer Koperasi Amoghasiddhi mengakui penghematan biaya listrik yang drastis semenjak koperasinya memasang PLTS atap.

“Saat pandemi,  kebutuhan listrik naik sementara kondisi keuangan sulit, namun sangat terbantu dengan investasi PLTS di awal. Kami mengeluarkan biaya listrik sama dengan nol dalam 6 bulan,” ujarnya bersemangat.

Menjawab biaya investasi PLTS yang kerap menjadi pertimbangan masyarakat sebelum memasang PLTS atap, pihaknya menyediakan kredit energi di koperasi Amoghasiddhi bernama SvarnaSiddhi. Kredit ini masuk ke dalam skema kredit investasi jadi bunganya relatif menurun 2% dan dapat dilunasi sewaktu-waktu. 

“Dengan skema cicilan, koperasi kami justru menurunkan tenor PLTS atap menjadi maksimal 3 tahun pembiayaan,” jelas Ida Ayu Maharatni. 

Agung Prianta, Green Building Council Indonesia Bali menambahkan bahwa hasil survei yang GBCI lakukan menunjukkan sebanyak  87% masyarakat ingin diberi kredit dengan angsuran bulanan di bawah Rp 500.000 ribu rupiah.

Seiring dengan meluasnya pasar PLTS atap, maka semakin terbuka pula kesempatan kerja di bidang PLTS atap. Anthony Utomo, Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia memaparkan bahwa salah satu misi AESI adalah mencetak 1.000 Solar Preneur alias UMKM energi andalan, yang bergerak di bidang pemasangan PLTS atap dengan standar pemasangan dan kualitas terjamin.  “Potensi pasar untuk PLTS Atap sekitar 1,5 juta pengguna dengan nilai potensi pasar lebih dari 67 triliun. Target RUEN 6,5 GW bisa menyerap 812,500 sampai 1,500,000 tenaga kerja. Pasar ini besar, pasar ini juga mudah direplikasi. Upaya ini juga akan menciptakan Indonesia sebagai Solar Power House,” tambah Anthony

Saksikan siaran tundanya: