Media Briefing: Mempersiapkan Transisi Energi Indonesia & Antisipasi Implikasinya Dan Peluncuran The Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023

Siaran Ulang


Latar Belakang

Selama 2021-2022, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) telah mengeluarkan laporan dari tiga working group yang kesemuanya seragam menyampaikan bahwa sudah terdapat bukti-bukti sains terkait krisis iklim dan dampaknya pada bumi. Salah satu temuan kunci dari laporan tersebut adalah emisi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia telah menyumbang kenaikan suhu rata-rata bumi sebesar 1,1 0C sejak tahun 1850-1900 dan berpotensi untuk naik melebihi 1,5 0C dalam waktu 20 tahun mendatang. Lebih lanjut, laporan tersebut juga menjabarkan opsi mitigasi yang bisa ditempuh dan skala perubahan yang perlu terjadi, terutama dalam dekade ini agar tetap berada di jalur 1,5 0C.

Indonesia telah meratifikasi Persetujuan Paris melalui UU no 16/2016. Artinya, Indonesia secara legal telah mengikatkan diri untuk mengatasi tantangan perubahan iklim dengan mendukung upaya global dalam membatasi kenaikan temperatur rata-rata sebesar 1.5 0C dibawah level rata-rata temperatur sebelum masa industri. Dalam salah satu model IPCC, untuk membatasi kenaikan temperatur dibawah 1.5 0C maka emisi GRK harus dikurangi sebesar 45% pada tahun 2030 dibandingkan level emisi GRK di tahun 2010, dan mencapai net zero pada tahun 20501. Sebagai negara yang telah meratifikasi Persetujuan Paris, Indonesia telah menyatakan kembali komitmennya untuk berkontribusi mengatasi krisis iklim. Target penurunan emisi GRK Indonesia dengan kemampuan sendiri pada Updated  NDC  (UNDC)  sebesar 29% meningkat ke 31,89% pada ENDC, sedangkan target dengan  dukungan  internasional  pada  UNDC  sebesar  41%  meningkat  ke  43,20%  pada ENDC.

Studi Institute for Essential Services Reform (IESR) dan University of Maryland (2022) menemukan bahwa 9,2 GW batu bara harus dihapuskan dari jaringan utilitas milik negara (PLN) sebelum tahun 2030 dan semua pembangkit batu bara yang tidak dapat dihentikan harus dihentikan pada tahun 2045 paling lambat, untuk menempatkan Indonesia pada jalur yang tepat untuk mencapai target suhu global Perjanjian Paris 1,5°C. Studi tersebut juga menyimpulkan bahwa emisi batubara harus mulai mengalami penurunan sebelum akhir dekade ini2. Ada beberapa inisiatif dan langkah-langkah untuk mendukung dan mewujudkan pensiun dini PLTU Indonesia. Selain Mekanisme Transisi.

Energi (ETM) yang diluncurkan pada COP-26, selama KTT G20, Indonesia dan Kelompok Kemitraan Internasional (IPG) juga telah menandatangani kesepakatan Just Energy Transition  Partnership  (JETP),  yang  bertujuan  untuk  memenuhi  emisi  puncak  sektor ketenagalistrikan target sebesar 290 juta metrik ton CO2 (MtCO2) pada tahun 2030, mencapai bauran energi terbarukan sebesar 34% pada tahun 2030, dan sektor ketenagalistrikan menjadi net-zero pada tahun 2050.

Dalam upaya memperkuat aksi iklim Indonesia, Pemerintah Indonesia mendapatkan komitmen pendanaan dari program Just Energy Transition Partnership (JETP) sebesar USD 20 Milliar. Perumusan implementasi pendanaan tersebut diterjemahkan pada Comprehensive Investment Plant (CIP) yang berfokus pada area investasi terdiri atas pengembangan jaringan transmisi dan distribusi, pemensiunan dini PLTU batubara, percepatan pemanfaatan energi terbarukan tipe baseload, percepatan pemanfaatan energi terbarukan tipe variable, serta membangun rantai pasok energi terbarukan. Pemerintah telah menyelesaikan dokumen CIP dan akan melakukan konsultasi publik selama beberapa bulan kedepan.

Transisi energi dapat mengurangi eksposur Indonesia ke permasalahan serupa di masa depan. Kelancaran dan kesuksesan transisi energi ini perlu dukungan semua pihak termasuk masyarakat umum. Oleh karena itu, proses penyusunan transisi energi juga perlu memperhatikan aspek inklusivitas. Selain itu, penting untuk memperhatikan aspek pengelolaan dampak dan antisipasi implikasi dari proses transisi energi, misalnya pada pekerja PLTU yang masa operasionalnya diakhirkan lebih awal, penciptaan lapangan pekerjaan baru (green jobs) dan juga bagaimana transisi energi Indonesia juga dapat menopang pertumbuhan ekonomi (transisi industri fosil ke industri rendah karbon).

Untuk itu, dalam rangka membahas lebih dalam terkait kesiapan transisi energi di Indonesia dan peluncuran The-6th Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD), kami akan menyelenggarakan Media Briefing. Media briefing ini dilaksanakan untuk memberikan gambaran mengenai proses dan dampak transisi energi Indonesia serta menyampaikan rencana pelaksanaan IETD sebagai wadah diskusi berbasis fakta untuk mendukung formulasi kebijakan terbaik di sektor energi untuk mendukung target iklim yang lebih ambisius.

1 www.ipcc.ch/sr15/chapter/chapter-2/

2 IESR UMD, 2022, Financing Indonesia coal phase-out

 

Tujuan

  1. Untuk memberikan informasi tentang perkembangan dokumen Comprehensive Investment Plant (CIP) program JETP
  2. Untuk mendiskusikan implikasi dari proses transisi energi pada aspek sosial-ekonomi Indonesia dan langkah antisipasinya
  3. Untuk menyampaikan pelaksanaan acara Indonesia Energy Transition Dialogue 2023 tanggal 18-20 September 2023

Materi Presentasi

ESDM

130923-DEK-IETD-IESR-ESDM

Unduh

Faisal Basri

130923-DEK-IETD-IESR-Faisal-Basri

Unduh

Pensiun Dini PLTU Faktor Penentu Capai NZE yang Ambisius

Berdialog pada ISEW 2022 dengan topik “Target Ambisi Baru Transisi Energi Indonesia Untuk Mencapai Target NZE Indonesia”

 

Jakarta, 10 Oktober 2022 –  Mempensiunkan seluruh pembangkit listrik berbasis (PLTU) batubara di Indonesia pada tahun 2045 menjadi faktor penentu tercapainya bebas emisi tahun 2050 sesuai dengan Persetujuan Paris untuk membatasi kenaikan temperatur rata-rata di bawah 1,5 derajat Celcius. Hal ini ditegaskan oleh Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam sambutannya pada Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022.

“Menurut kajian IESR, pada tahun 2030, Indonesia perlu menghentikan pengoperasian PLTU batubara sebesar 9,2 GW dan seluruh unit PLTU pada 2045,” ujarnya. Menurutnya, adanya klausul yang memberikan mandat bagi KESDM untuk menyiapkan peta jalan percepatan pengakhiran masa operasional PLTU pada Perpres 112/2022 merupakan langkah awal yang baik.

Senada, Rida Mulyana, Sekretaris Jenderal ESDM, dalam kesempatan yang sama mengatakan bahwa Perpres 112/2022 akan memberikan iklim investasi yang menarik serta pemberian insentif bagi energi terbarukan. Menurutnya, saat ini merupakan momentum yang baik untuk menggenjot pemanfaatan energi terbarukan di tengah tingginya harga energi fosil. Selain itu, permintaan konsumen terhadap energi yang bersumber dari energi bersih pun semakin meningkat.

Rida mengungkapkan bahwa pemerintah telah membuat strategi untuk menurunkan pengoperasian PLTU secara bertahap dengan penetapan kontrak maksimal 30 tahun. 

“Kapasitasnya (PLTU-red) akan meningkat hingga 2030 dan setelahnya tidak ada pembangunan PLTU baru, dan  PLTU terakhir akan pensiun pada 2058,” ungkap Rida.

Lebih lanjut, ia menuturkan bahwa untuk mencapai net zero emissions pada 2060 atau lebih cepat sesuai dengan target pemerintah, pihaknya juga berencana membangun supergrid untuk menggenjot pengembangan energi terbarukan sekaligus menjaga stabilitas kelistrikan. Hal ini akan membuka peluang untuk mengekspor listrik ke negara ASEAN lainnya, serta terhubung ke ASEAN supergrid.

Untuk mendukung dan mengakselerasi energi terbarukan, Indonesia membutuhkan 1 triliun USD pada tahun 2060 untuk pembangkitan dan transmisi energi terbarukan. Kebutuhan akan pembiayaan akan semakin besar seiring dengan rencana Indonesia untuk melakukan pensiun dini PLTU di tahun mendatang,” papar Rida.

Kebutuhan pembiayaan ini akan semakin menurun jika teknologi energi terbarukan semakin murah. Selain itu penerapan Perpres 112/2022, pelaksanaan program pensiun PLTU,  tersedianya kemudahan perizinan bagi energi terbarukan, pendampingan, dan sosialisasi tentang regulasi energi terbarukan akan mendorong pengembangan energi terbarukan di Indonesia

Vivi Yuliawati, Plt. Deputi Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, menyebutkan untuk melaksanakan strategi net zero emissions pada 2060,  hal yang krusial adalah memformulasikan kebijakan teknikal untuk memuluskan transisi energi.

Ia berharap hasil diskusi dari ISEW 2022 ini dapat  menjadi bahan dasar penyusunan RPJMN 2025-2029 & RPJP sampai 2045 oleh Bappenas terkait transisi energi sehingga  mampu memitigasi dampak transisi terhadap sosio ekonomi masyarakat indonesia

“Tidak cukup hanya teknologi energi terbarukan, namun perlu orkestrasi kapasitas kepada masyarakat untuk membangun kapasitas baru di energi terbarukan,”ujarnya.

Narasi transisi energi yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat juga  didorong pada ISEW 2022.

“ISEW hadir untuk memfasilitasi diskusi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, agar lebih inklusif, bahkan seluruh pihak yang terdampak  dari transisi energi. Selain itu juga, menjaga momentum menuju KTT G20 pada bulan November dengan membahas salah satu isu utamanya yakni transisi energi,” ujar Director Energy Program Indonesia/ASEAN GIZ Lisa Tinschert.

ISEW terselenggara atas kerjasama Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), Institute for Essential Services Reform (IESR), dan Clean, Affordable, Secure Energy for Southeast Asia (CASE). CASE merupakan sebuah program kerjasama antar dua negara: Indonesia – Jerman (Direktorat Ketenagalistrikan, Telekomunikasi, dan Informatika, Kementerian PPN/Bappenas, dan didanai oleh Kementerian Perekonomian dan Aksi Iklim Pemerintah Federasi Jerman). Sebelumnya, diskursus transisi energi di Indonesia secara rutin dilakukan pada acara Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD), yang tahun ini berpartisipasi dalam ISEW 2022. Perdana dilakukan pada 2022, ISEW akan berlangsung selama 5 hari dari 10-14 Oktober 2022 dengan tema Reaching Indonesia’s Net Zero Energy System: Unite for Action and Strategy. Seluruh lapisan masyarakat dapat mengikuti kegiatan ini secara gratis di isew.live.