CNA | ‘Mengapa Mereka Akan Membangun yang Lain?’: Indonesia Memperluas Energi Bersih Sambil Menambah Pembangkit Listrik Tenaga Batubara

Selama lebih dari satu dekade, para nelayan di Desa Kanci, di pinggiran kota industri Cirebon, telah melihat hasil tangkapan mereka seperti kerang, udang, dan ikan mengalami penurunan. Yang lebih mengkhawatirkan, mereka melihat kasus penyakit pernapasan meningkat, terutama di kalangan anak-anak dan lanjut usia.

Baca selengkapnya di CNA.

Hijrah ke Energi Bersih untuk Atasi Polusi Udara di Jabodetabek

Jakarta, 6 Oktober 2023 – Polusi udara telah menjadi masalah serius yang dialami warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Banten (Jabodetabek) beberapa waktu ke belakang. Kondisi yang tidak ideal tersebut perlu mendapat perhatian dan penanganan secara serius karena pencemaran lingkungan di Jakarta, khususnya dapat menjadi potret pembangunan Indonesia yang memberikan ekses negatif terhadap lingkungan. Manajer Program Transformasi Energi, Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo memaparkan, polusi udara berdampak terhadap kesehatan manusia, menyebabkan penyakit pernafasan, gangguan reproduksi, kanker dan kematian prematur. Mengutip data Our World in Data, kata Deon, polusi udara dari penggunaan energi fosil, terutama batubara, menjadi sumber tertinggi dan dapat menyebabkan kematian prematur. Indikator dari penyebab kematian per unit listrik yang dibangkitkan. Angka kematian yang digunakan adalah dari polusi udara dan juga peluang accident di rantai pasok.

“Sumber energi lainnya seperti minyak, yang tidak lebih baik juga dari batubara. Biomassa sebenarnya jauh lebih bersih namun masih ada dampaknya ketika melakukan pembakaran yang menghasilkan PM. Sementara itu, energi angin dan surya jauh lebih sedikit menjadi penyebab polusi udara karena biasanya hanya bersumber ketika pembangunan infrastrukturnya saja,” terang Deon di acara Majelis Ulama Indonesia (MUI) bertajuk “Gerakan Hijrah Energi dan Wacana Pengendalian Pencemaran Udara” pada Jumat (6/10/2023).

Menurut Deon, saat ini sistem energi di Indonesia masih didominasi energi fosil. Untuk itu, transformasi energi perlu dimulai secara sistematis dan sesegera mungkin di seluruh sektor. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), potensi energi terbarukan di Indonesia tercatat sekitar 3.686 GW. Dengan melimpahnya dan dimanfaatkannya energi terbarukan dapat dijadikan modal utama dalam melakukan transisi energi. Meski demikian, potensi tersebut belum termanfaatkan secara maksimal. 

Dalam rencana ketenagalistrikan nasional (RUKN), kapasitas PLTU batubara akan mencapai puncak di 2030 dan berkurang sesuai dengan masa operasi yang direncanakan  (natural retirement). Perpres 112/2022 telah mengatur moratorium pembangunan PLTU baru kecuali yang sudah ada di pipeline atau terkait PSN/hilirisasi. PLTU baru yang terkecuali dibatasi umur operasi di 2050,” ujar Deon. 

Deon menegaskan, beberapa strategi mitigasi polusi udara yang bersumber dari PLTU yaitu penerapan efisiensi energi serta perilaku hemat energi, pembatalan PLTU yang masih dalam rencana dibangun dan diganti sumber energi bersih, percepatan pengakhiran masa operasional PLTU yang ada serta pengetatan standar baku mutu emisi PLTU, pemasangan alat kontrol polusi udara dan pengawasannya. 

Sekretaris Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Tulus Laksono menuturkan,  saat ini terdapat satuan petugas (Satgas) yang melakukan pengawasan ketat dilakukan di berbagai sektor, termasuk industri yang menjadi sumber polusi. Tugas penting dari satgas yaitu mengidentifikasi sumber pencemaran dan pengawasan langsung di lapangan, memberikan supervisi dan koordinasi kewilayahan. Dalam status pengawasan industri di Jakarta, kata Tulus, saat ini terdapat tujuh industri dalam pengawasan, 34 proses sanksi administrasi dan delapan industri dikenakan sanksi.

“Berdasarkan data kami, penyebab polusi udara di Jabodetabek berasal dari asap kendaraan bermotor sebesar 44%, 34% dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dan sisanya disumbangkan oleh sektor industri. Sejak 17 Agustus 2023 lalu, KLHK telah membuka layanan uji emisi bagi pemilik kendaraan bermotor sebagai upaya pengawasan dan mengontrol emisi gas buang. Hasilnya, terdapat sekitar 100-150 kendaraan bermotor yang melakukan uji emisi di kantor KLHK setiap hari, namun rata-rata per hari yang tidak lolos sekitar 20%,” jelas Tulus. 

Selain itu, Tulus memaparkan, pihak satgas juga mengawasi pembakaran terbuka di 57 lokasi yang tersebar di Jakarta, Depok, Tangerang Selatan, Kabupaten Tangerang, serta Kabupaten dan Kota Bogor. Kegiatan pembakaran tersebut berupa pembakaran sampah, kebun, kabel, dan pembuatan arang. Sebelum penindakan, pemantauan dilakukan melalui 15 stasiun pemantau kualitas udara yang tersebar di wilayah Jabodetabek. Sehubungan polusi udara, kata Tulus, KLHK juga telah menghimbau sejumlah perusahaan untuk mulai beralih dari energi fosil ke energi terbarukan dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Misalnya saja Pertamina Geothermal Energy and Star Energy akan mengembangkan geothermal dengan kapasitas 5.553 GW, PLN Nusantara akan mengembangkan energi bayu dengan kapasitas 600 GW, serta PT Bukit Asam dan PLN Nusantara dengan kapasitas 4.930 GW. 

“Di sisi lain, saat ini  masih terdapat beberapa industri di Jakarta yang menggunakan batu bara. Industri tersebut memiliki boiler yang menggunakan batubara. Total batubara yang dibakar sekitar 15.741 ton/bulan. Kami sudah berdiskusi dengan Dinas Perhubungan DKI agar meminta industri tersebut melakukan transisi energi. DKI juga akan menghimbau industri kecil yang masih menggunakan kayu bakar maupun batubara untuk beralih ke energi bersih,” papar Tulus. 

IESR Mendorong Peningkatan Kapasitas Masyarakat Melalui Akademi Transisi Energi

Fabby Tumiwa

Jakarta, 23 Juni 2023 –  Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong peningkatan kapasitas masyarakat menuju Indonesia bebas emisi, melalui peluncuran platform Akademi Transisi Energi  yang bisa diakses melalui laman akademi.transisienergi.id. Platform tersebut dapat digunakan sebagai wadah pembelajaran isu transisi energi dan perubahan iklim. Keberadaan platform ini tidak lepas dari perkembangan frasa transisi energi yang semakin populer dan kerap digunakan dalam ruang publik. 

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa memaparkan, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan transisi energi secara bertahap dan akan mencapai net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih awal. Di sisi lain, berdasarkan studi  IESR yang berjudul “Deep decarbonization of Indonesia’s energy system: A pathway to zero emissions by 2050 menunjukkan bahwa secara teknologi dan ekonomi, sektor energi Indonesia mampu mencapai nol emisi karbon pada 2050. Untuk bisa mencapai NZE, maka diperlukan transformasi penyediaan dan pemanfaatan energi di seluruh sektor energi. 

“Dengan mencapai NZE 2050 Indonesia akan mendapat 3,2 juta lapangan kerja baru di sektor energi terbarukan. Hal ini berarti terdapat kesempatan untuk pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan lapangan pekerjaan. Untuk itu, perlu ada kebutuhan membangun kapasitas, keahlian, dan keterampilan baru mengingat transisi energi harus membawa manfaat sosial dan ekonomi. Berkaca dari hal tersebut, akademi transisi energi bisa menjadi  sarana masyarakat berpartisipasi dalam transisi energi dengan menambah wawasan dan kapasitas,” terang Fabby Tumiwa. 

Diskusi panel dalam peluncuran Akademi Transisi Energi pada Jumat (23/6/2023).

Irwan Sarifudin, Koordinator Clean Energy Hub IESR menjelaskan, dengan adanya platform Akademi Transisi Energi diharapkan masyarakat secara umum bisa mengimplementasikan pengetahuan tentang transisi energi dalam pekerjaan sehari-hari. Khususnya untuk Lembaga Swadaya Masyarakat, dengan mendapatkan ilmu tentang transisi energi, diharapkan mereka bisa menggunakan ilmu tersebut untuk membuat proyek energi terbarukan, tanpa harus menunggu bantuan dari pusat. 

“Ada beberapa fitur yang dapat memudahkan pembelajaran di Akademi Transisi Energi dibandingkan platform lain, seperti synchronous dan asynchronous, Lanjut Nanti, Secepat Pemahamanmu, Tanya Ke mana Saja, Sumber Data & Reference, dan Bimbingan Tutor,” ujar Irwan. 

Raditya Wiranegara, Peneliti Senior IESR menuturkan, Akademi Transisi Energi menggandeng beberapa universitas dan institusi ternama dalam tiga fase pengembangan modul. Fase pertama Akademi Transisi Energi menggandeng ITB, UNS dan ATW Solar, fase kedua menggandeng UI, Swiss German University, ITS, Mongabay dan Tempo, serta fase ketiga menggandeng UGM, Universitas Mataram, PEC, Kementerian ESDM dan lainnya. 

“Terdapat beberapa kelas akademi transisi energi dengan mutu terjamin yakni dasar-dasar transisi energi, pengenalan peta jalan transisi energi di Indonesia, pelatihan PLTS atap,” ujar Raditya. 

Peluncuran Akademi Transisi Energi ini mendapatkan sambutan yang baik dari berbagai kalangan. Khoiria Oktaviani, Program Manager GERILYA Kementerian ESDM memaparkan, keberadaan Akademi Transisi Energi diharapkan bisa memberikan wawasan dan pengetahuan terkait transisi energi. 

“Kami rasa ada gap (kesenjangan) di mana teman-teman di kuliah hanya mendapatkan teori, sehingga setelah lulus mereka merasakan ada kekurangan saat langsung praktek di lapangan. Keterbatasan dari GERILYA adalah pemilihan mahasiswa yang kurang afirmatif sehingga tidak meratakan partisipannya di seluruh Indonesia,” papar Khoiria. 

Irvan S. Kartawiria, Wakil Rektor Swiss German University (SGU) menegaskan, generasi Z dan alpha banyak memikirkan social impact dari pekerjaan yang akan dilakukan. Bagaimana pekerjaan berdampak pada orang lain dan sustainability lingkungan. Untuk itu, beberapa universitas (termasuk SGU, red) mempersiapkan mahasiswanya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 

Di lain sisi, Efri Ritonga, Jurnalis TEMPO menyatakan, transisi energi ini sangat kompleks, tidak hanya perubahan sistem energi dari yang berbasis energi fosil ke energi bersih, namun sangat berkaitan dengan sektor-sektor lain. Dari sisi energi, ketenagalistrikan, transportasi berbasis baterai, dan lain sebagainya. 

“Dari sisi jurnalis sendiri, sebenarnya untuk membumikan isu transisi energi ini gampang-gampang sulit. Yang paling gampang yang menyentuh kehidupan, seperti konsumsi energi rumahan, kendaraan listrik, isu pencemaran PLTU, kebutuhan kita adalah untuk memahami isu yang langsung membumi ke masyarakat,” papar Efri. 

Hadi Priyanto, Juru Kampanye Iklim & Energi Greenpeace menilai, adanya komitmen Just Energy Transition Partnership (JETP) pemerintah makin fokus pada transisi energi. Meski demikian, untuk mengarusutamakan transisi energi ke masyarakat, diperlukan penyadartahuan yang lebih luas dan masif serta regulasi yang lebih stabil dari pemerintah.

Muhammad Arman, Advokat Konsultan Hukum & Mediator AMAN menuturkan, praktik soal energi bersih sudah lama dilakukan dengan kearifan lokal oleh masyarakat adat. Misalnya saja beberapa desa telah melakukan kemandirian energi di Sorong, Papua Barat. 

“Transisi energi prinsipnya inklusif, pemerataan dan adil. Jangan sampai transisi energi menciptakan ketidakadilan, banyak pembajakan. Untuk itu, kita perlu UU masyarakat adat agar kita bisa memastikan adanya perlindungan masyarakat adat menjaga lingkungan,” ujar Arman.

Acara peluncuran Akademi Transisi Energi dilaksanakan pada Jumat (23/6/2023) dengan dua sesi yaitu peluncuran dan lokakarya platform Akademi Transisi Energi. Dalam lokakarya, terdapat beberapa mahasiswa maupun masyarakat secara umum yang turut serta mencoba platform Akademi Transisi Energi.