Upaya Berkelanjutan Percepatan Energi Surya di Indonesia

press release

Jakarta, 26 Juli 2023 – Indonesia Solar Summit 2023 diselenggarakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta bersama lembaga think tank Institute for Essential Services Reform (IESR), menegaskan komitmen untuk mempercepat penyebaran tenaga surya di tanah air. Pemanfaatan energi surya secara signifikan mendorong Indonesia mencapai jalur nol emisi karbon (net zero emission,NZE), dengan penggunaan energi surya diproyeksikan sebesar 61% dari total sumber listrik pada tahun 2060. Sebuah studi terpisah sebelumnya oleh IESR menjelaskan, energi surya menjadi tulang punggung sistem energi nol emisi pada tahun 2050.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia, Arifin Tasrif memaparkan,  pengembangan energi surya menjadi strategi penting untuk mencapai 23% dari bauran energi terbarukan dalam dua tahun ke depan sebelum 2025. Namun, ia juga menekankan pentingnya memiliki akses ke teknologi dan pendanaan untuk berhasil memanfaatkan energi surya dan memenuhi target bauran energi terbarukan. Menurutnya, investasi energi surya akan mudah mengalir ke Indonesia jika permintaan di dalam negeri cukup signifikan.

“Terdapat dua isu penting yang menjadi dukungan dalam percepatan energi surya yaitu ketersediaan teknologi yang harus didukung industri dan ketersediaan pendanaan internasional serta dalam negeri yang perlu dimobilisasi. Target bauran energi terbarukan mencapai 23% pada 2025, namun demikian, saat ini baru mencapai 12,5%, waktunya tinggal 2 tahun lagi untuk mengejar target tersebut. Kita juga ada target menurunkan emisi gas rumah kaca sekitar 290 juta ton di 2030 yang sudah ditingkatkan menjadi 358 juta ton. Untuk itu, beragam upaya dilakukan untuk pengurangan emisi antara lain melalui program dedieselisasi dan konversi kendaraan motor berbahan bakar fosil menjadi motor listrik,” jelas Arifin Tasrif, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia.

Kemajuan adopsi energi surya di Indonesia masih lambat. Realisasi kapasitas terpasang PLTS pada tahun 2022 sebesar 271,6 MW atau jauh di bawah rencana sebesar 893,3 MW, berdasarkan data Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), KESDM. Ada beberapa faktor yang menghambat pengadopsian energi matahari secara luas, termasuk masalah kepemilikan tanah, kurangnya pengalaman lokal dan tarif yang tidak menarik. Padahal,  potensi teknis energi surya mencapai 3.295 GWp, untuk itu percepatan penggunaan energi surya menjadi penting untuk mencapai target energi terbarukan dan NZE. Dalam jangka pendek, energi surya dibutuhkan sekitar 18 GW untuk mencapai target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025, dengan nilai investasi sebesar USD 14,1 miliar, berdasarkan studi BloombergNEF dan IESR

Dengan pengumuman dukungan Just Energy Transition Partnership (JETP) tahun lalu pada KTT G20 2022 di Bali, Indonesia – rencana investasi dan kebijakan yang komprehensif saat ini sedang disusun melalui konsultasi dengan pemangku kepentingan terkait, yang mencakup penghentian awal batu bara, langkah-langkah transisi yang adil, dan percepatan pengembangan energi terbarukan. Kemitraan senilai USD 20 miliar ini bertujuan untuk mencapai puncak emisi sektor ketenagalistrikan Indonesia pada tahun 2030, dan energi surya telah menjadi bagian penting dari perencanaan tersebut karena keuntungan tekno-ekonomi dan potensi pengurangan emisi gas rumah kaca yang tinggi. Versi pertama dari rencana investasi akan diluncurkan pada Agustus 2023.

Rachmat Kaimuddin, Deputi Koordinator Bidang Transportasi dan Infrastruktur Kemenko Marves menekankan, untuk membangun industrialisasi energi surya, Indonesia perlu menyiapkan permintaan terlebih dahulu.

“Berkaca dari hal tersebut, kita mengintervensi dalam negeri, misalnya melalui JETP, bagaimana kita meminimalisir ketergantungan terhadap energi fosil, bisa dalam beberapa bentuk seperti mengurangi output pembangkit listrik berbasis batubara dan menciptakan permintaan baru,” jelasnya.

Ia juga menegaskan, kerja sama Indonesia dengan Singapura untuk listrik hijau mensyaratkan modul surya dan baterai harus diproduksi di Indonesia, sehingga permintaan yang muncul menjadi pemicu terbentuknya industri PLTS di Indonesia.

“Kita tidak ingin ke depan hanya impor. Kita berharap industri dalam negeri sudah terbentuk selama kita dalam proses transisi energi,” ujarnya.

Antha Williams, yang memimpin Program Lingkungan, Bloomberg Philanthropies menuturkan, untuk mengembangkan industri surya rumahan menjadi komponen kunci untuk memajukan transisi Indonesia menuju energi yang bersih, terjangkau, dan andal. 

“Dengan memupuk kemitraan internasional untuk memobilisasi modal dan meningkatkan kapasitas produksi tenaga surya dalam negeri, Indonesia memiliki potensi untuk mewujudkan tujuan jalur energi bersih-nol melalui penerapan proyek energi bersih secara cepat. Bloomberg Philanthropies menyambut baik kesempatan untuk mendukung tujuan Indonesia menjadi pemimpin dalam pengembangan energi surya,” terang Antha. 

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa memaparkan,  selama dua tahun terakhir, pasar baru telah muncul, memanfaatkan energi surya tidak hanya untuk menjual listrik tetapi juga untuk menghasilkan produk bernilai tambah baru, seperti hidrogen hijau dan amonia. Berdasarkan data IESR, saat ini terdapat 10 proyek hidrogen hijau dan amonia yang telah dirintis sejak tahun lalu, dengan tujuan memanfaatkan tenaga surya sebagai sumber listrik utama. Proyek-proyek tersebut saat ini sedang dalam tahap studi dan diharapkan dapat terealisasi dalam 2-3 tahun ke depan. Fabby juga menegaskan, pengalaman dari berbagai negara, termasuk beberapa negara berkembang, menunjukkan bahwa membangun pembangkit listrik tenaga surya skala Gigawatt dalam waktu satu tahun merupakan prestasi yang dapat dicapai.

Fabby menyoroti tiga faktor pendukung penting untuk mendorong pengembangan solar PV, “Pertama, dibutuhkan kemauan politik dan kepemimpinan yang kuat dan aktif dari pemerintah, serta penetapan kebijakan dan regulasi yang transparan dan berkelanjutan. Kedua, perlunya pengembangan ekosistem terpadu, yang meliputi penentuan standar kualitas dan jaminan modul surya, memastikan ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan terlatih. Terakhir, sangat penting untuk mendorong pertumbuhan industri manufaktur PV surya yang terintegrasi dan kompetitif.”

Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023 menghadirkan kesempatan untuk melibatkan masyarakat dan meningkatkan kesadaran tentang manfaat adopsi energi surya. Kampanye penjangkauan publik, program pendidikan, dan inisiatif berbasis masyarakat dapat menginformasikan masyarakat tentang keuntungan lingkungan, manfaat ekonomi, dan kemandirian energi yang datang dengan penggunaan energi surya. Membangun dukungan dan pemahaman publik dapat memfasilitasi adopsi teknologi energi surya yang lebih luas. Selain itu, Keketuaan Indonesia dapat menjadi preseden adopsi energi surya di ASEAN melalui penyelarasan kebijakan, kerja sama regional, promosi investasi, dan inovasi. Keketuaan Indonesia di ASEAN menjadi waktu yang tepat untuk mempromosikan dan mendorong industri tenaga surya domestik dan rantai pasokan secara paralel dengan penerapan cepat proyek tenaga surya.

 

Pemanfaatan Energi Terbarukan Menjadi Daya Tarik bagi Investor

Semarang, 4 Juli 2023 – Listrik tidak hanya menjadi kebutuhan utama  rumah tangga, namun juga menggerakkan aktivitas ekonomi hingga industri skala besar. Selain kebutuhan pasokan listrik yang handal,  industri skala besar mulai memperhatikan sumber pasokan listrik. Bahkan, bagi industri berorientasi ekspor, proses produksi perlu dilakukan dengan minim emisi terlebih sejak diberlakukannya  perhitungan jejak karbon pada produk ekspor ke negara tertentu.. Hal ini berarti barang atau komponen barang yang dihasilkan n dari pembangkit energi fosil akan mendapat pajak karbon yang lebih tinggi.

Provinsi Jawa Tengah, yang sedang mengembangkan sejumlah kawasan industri cukup memperhatikan pengembangan sumber energi alternatif selain fosil. Hal ini diungkapkan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen, dalam sambutannya pada forum Central Java  Renewable Energy Investment Forum 2023 yang diselenggarakan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerjasama dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah, Selasa 4 Juli 2023.

“Pertumbuhan industri infrastruktur diiringi dengan pertumbuhan kebutuhan energi yang tinggi. Saat ini bukan hanya energi, namun energi yang berasal dari energi baru terbarukan,” tegas Taj Yasin.

Taj Yasin menambahkan bahwa Jawa Tengah memiliki potensi energi terbarukan melimpah, namun pemanfaatannya belum optimal. Untuk menggerakkan pemanfaatan energi terbarukan, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah salah satunya menggalakkan pemasangan PLTS atap pada bangunan pemerintah.

“Dari pemasangan PLTS atap di bangunan pemerintah menunjukkan adanya penghematan 30-40% pada tagihan listrik bagi lembaga-lembaga yang memasang,” katanya.

Sebelumnya, disampaikan oleh Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa bahwa ketersediaan listrik dari energi bersih menjadi daya tarik utama bagi investor untuk menanamkan modalnya pada satu negara.

“Jika ingin meningkatkan daya saing investasi, kita harus meningkatkan ketersediaan energi hijau. Adanya pasokan listrik dari energi terbarukan menjadi indikator baru bagi investor untuk menanamkan modalnya,” kata Fabby.

Sakina Rosellasari, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Tengah, menyatakan bahwa Jawa Tengah saat ini sedang merancang 23 proyek untuk ditawarkan pada investor.Sebagian dari proyek tersebut terkait dengan pengembangan energi terbarukan.

‘Minat investasi sudah mendekati saat sebelum pandemi. Kami berharap pertemuan ini akan meningkatkan komunikasi dan mendorong realisasi investasi di Jawa Tengah,’ katanya.

Tren ini sejalan dengan studi Low Carbon Development Indonesia, bahwa upaya penurunan emisi GRK harus dilakukan secara terintegrasi pada rencana pembangunan untuk mendorong Indonesia keluar dari jebakan negara berpenghasilan menengah (middle income country trap) dengan memastikan pertumbuhan ekonomi sebesar 5%.

Mengenalkan Serba-Serbi PLTS Atap pada Siswa SMK Negeri 7 Semarang

Semarang, 6 Juni 2023 – Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah mengadakan pelatihan teknis pembangunan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia di bidang ketenagalistrikan, energi baru dan terbarukan, konservasi energi, khususnya untuk instalasi pemasangan PLTS atap.  Pelatihan PLTS atap diikuti oleh 30 perwakilan siswa-siswi kelas 12 (dua belas) Program Studi Teknik Ketenagalistrikan, SMK Negeri 7 Semarang.

Kepala SMK Negeri 7 Semarang, Haris Wahyudi, menyambut baik inisiatif Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah ini dan berpendapat bahwa pelatihan PLTS ini merupakan keterampilan yang tepat untuk siswa-siswanya. 

“Pelatihan ini adalah hal yang sangat tepat untuk bekal peserta didik kita, baik yang akan magang kerja maupun menghadapi dunia kerja. Kompetensi ini sangat diperlukan dan tepat sekali dengan tren saat ini. Kami bersyukur dan berterima kasih diberikan kesempatan atas terselenggaranya kegiatan ini di SMK Negeri 7 Semarang,” katanya.

Haris menambahkan bahwa pihaknya berharap pelatihan ini dapat memotivasi dan bermanfaat, sehingga tingginya peluang kerja PLTS atap di masa mendatang bisa diisi oleh anak-anak dengan keahlian dan bekal yang baik.

Kegiatan pelatihan PLTS atap ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas ESDM untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian generasi muda, agar mampu untuk ikut andil dalam menghadapi transisi energi. 

Boedyo Dharmawan, Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah dalam sambutannya mengatakan bahwa Jawa Tengah memiliki potensi energi baru dan terbarukan (EBT) yang cukup banyak dan melimpah, praktik-praktik pemanfaatan EBT sudah banyak dibangun dan dimanfaatkan oleh masyarakat Jawa Tengah. Dia berharap generasi-generasi muda mampu memahami dan siap menghadapi perubahan-perubahan transisi energi yang terus terjadi saat ini.

“Tiga puluh lima kab/kota di Provinsi Jawa Tengah memiliki potensi energi PLTS yang begitu banyak, dan kedepannya kita akan berangsur-angsur meninggalkan energi fosil karena ketersediaannya yang terus berkurang, ini adalah sebuah keniscayaan, kita perlu bersiap diri dan siap menghadapinya,” kata Dharmawan. 

“Harapannya dengan adanya pelatihan PLTS ini, adik-adik bisa membangun dan merawat dengan baik pengelolaan PLTS. Karena jika kita hanya terus mendorong dan masifnya pembangunan energi solar, tetapi pemeliharaan dan perawatannya kurang, kedepannya ini bisa menjadi kesempatan dan peluang kerja bagi adik-adik di masa mendatang,” lanjutnya

Selain itu, Darmawan juga berharap agar program-program EBT dapat didukung dari semua pihak termasuk lingkungan pendidikan di Provinsi Jawa Tengah.

“Kami sangat berharap dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendorong program-program pengembangan energi terbarukan, sehingga siswa-siswi SMK Negeri di Jawa Tengah siap menghadapi konversi energi di masa mendatang,” imbuhnya

Rizqi M Prasetyo, staf Program Regional Jawa Tengah, Akses Energi Berkelanjutan, Institute for Essential Services Reform (IESR) berpartisipasi menjadi salah satu pembicara dalam kegiatan pelatihan teknis PLTS atap, dengan tema “The Green Superheroes: Solar Team is Saving the Planet!”. Pemberian materi diawali dengan kuis peluang kerja PLTS di masa mendatang, yang diikuti dengan antusias oleh peserta.  

“Materi yang disampaikan jelas, cara penyampaiannya lebih seru, jadi kita gak bosen mendengarkan, diselingi kuis lewat HP sehingga apa yang diberikan mudah dimengerti, karena cara penyampaiannya yang enak gitu,” kata Aditya Arya Permata, salah satu siswa kelas 12 SMK Negeri 7 Semarang.

Rizqi juga memberikan gambaran-gambaran bagaimana kondisi iklim dan lapangan pekerjaan di masa sekarang dan masa mendatang. Dirinya berharap peserta pelatihan dapat melek dan memiliki kesadaran yang tinggi bahwa pengembangan energi terbarukan, khususnya energi surya, dapat membuka lapangan pekerjaan baru yang ramah lingkungan. 

“Kami berharap dengan adanya pelatihan PLTS di SMK ini dapat mendorong dan memotivasi generasi muda menjadi generasi yang sadar lingkungan dan paham pentingnya transisi energi, sehingga kedepannya mampu berkontribusi, berinovasi, serta memimpin proses transformasi ekonomi rendah karbon melalui energi surya,” ungkap Rizqi.

Selain IESR, materi pelatihan juga disampaikan oleh Dinas ESDM Provinsi dan PPSDM EBTKE. Pelatihan ini berlangsung dari 6 – 8 Juni 2023 dengan materi meliputi Kebijakan dan Pengembangan PLTS atap di Jawa Tengah, Regulasi dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) PLTS, Sistem dan Komponen PLTS dan diakhiri dengan praktik pemasangan instalasi PLTS atap.

Energi Surya Mainkan Peran Penting dalam Transisi Energi Sistem Ketenagalistrikan

Alvin

Jakarta, 15 April 2023 – Strategi perencanaan yang matang diperlukan dalam mendorong penggunaan energi surya dalam sistem kelistrikan. Saat ini Indonesia telah memiliki  Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030 dengan memperbesar porsi pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT). Target bauran EBT dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) yakni sekitar 23% pada tahun 2025. Hal ini diungkapkan Alvin Putra Sisdwinugraha, Peneliti Sistem Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan di Institute for Essential Services Reform (IESR)  dalam acara Bincang Energi Surya #3, hasil kolaborasi antara Solar Scholars Indonesia (SSI), IESR, PPI Australia, Asosiasi Peneliti Indonesia Korea (APIK), Insygnia, dan Solarin. 

“Mengacu RUPTL tersebut, energi surya akan memainkan peran penting dalam ketenagalistrikan Indonesia untuk mencapai net zero emission (NZE), sementara skala utilitas masih menjadi penyumbang terbesar. Meski demikian, hal tersebut belum cukup bagi Indonesia untuk mengejar target dekarbonisasi tahun 2050,” ujar Alvin Putra Sisdwinugraha.

Beberapa klaster potensi di dalam RUPTL yakni sektor pertambangan, sektor wisata, sektor perikanan, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS atap), PLTS terapung, dan sektor lain dengan kapasitas total mencapai 2,1 Giga Watt (GW). Mengenai PLTS terapung, Alvin menuturkan, terbitnya Permen PU No 6 Tahun 2020 menjadi angin segar bagi perkembangan energi terbarukan di Indonesia karena memungkinkan penggunaan ruang pada daerah waduk/bendungan sekitar 5% pada ketinggian air normal. Dengan mengacu aturan tersebut, ESDM telah memetakan, potensi PLTS terapung 28,4 GW, dengan 4,8 GW dari PLTA yang telah ada. 

“Meski potensinya cukup besar, sayangnya belum ada peraturan teknis khusus mengenai keamanan bendungan/waduk tersebut. Hal ini bisa berkaca dari pengembangan PLTS terapung di Cirata, Jawa Barat yang dikerjakan pengembang swasta,” terang Alvin. 

Di lain sisi, demi mendorong penggunaan energi surya, pemerintah telah meneken Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 tentang percepatan pengembangan energi terbarukan untuk penyediaan tenaga listrik. Regulasi ini menjadi memperkuat komitmen pemerintah dalam menjalankan transisi energi untuk mencapai NZE. Salah satu hal yang dibahas dalam Perpres tersebut, ujar Alvin, penetapan harga listrik dari PLTS berdasarkan patokan harga tertinggi. 

“Walaupun tergantung terhadap skema pelelangan yang akan diterapkan Pemerintah dan PLN, penetapan harga PLTS berdasarkan patokan harga tertinggi diharapkan bisa memberikan ruang untuk PLTS berkapasitas kecil lebih berkembang,” terang Alvin. 

 

”Jangan Halangi Gotong Royong Masyarakat untuk Energi Bersih”

Jakarta, 21 Maret 2023 – Sebagai salah satu negara yang ikut menandatangani dan meratifikasi Persetujuan Paris pada tahun 2015, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisinya. Pada tahun 2022, menjelang KTT G20, Indonesia memperbarui komitmen penurunan emisinya dalam Enhanced NDC yang menargetkan penurunan emisi Indonesia dengan usaha sendiri  sebesar 31,89% pada 2030 dan target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2030. 

Energi surya dalam berbagai kesempatan disebut akan menjadi tulang punggung sistem kelistrikan Indonesia dalam pencapaian target bauran energ terbarukan dan penurunan emisi. Mengingat potensi teknisnya yang melimpah, kecepatan pemasangan, dan fleksibilitas ukuran yang dapat dengan mudah disesuaikan menjadikan surya sebagai pilihan yang pas untuk kondisi Indonesia saat ini yang harus meningkatkan bauran energi terbarukan dalam waktu sempit. 

Sayangnya, dalam perkembangan satu tahun terakhir, dukungan terhadap PLTS atap kurang baik dari sisi offtaker listrik (PT PLN). Sejak 2022, PT PLN melakukan pembatasan kapasitas memasang PLTS atap yaitu hanya sebesar 10%-15% dari kapasitas terpasang. Pembatasan ini berimbas pada nilai keekonomian dari PLTS atap yang menjadi kurang menarik, baik untuk konsumen maupun pengusaha PLTS atap. 

Dalam konferensi pers yang digelar Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Perkumpulan Pemasang PLTS Atap Seluruh Indonesia (PERPLATSI), Asosiasi PLTS Atap (APSA), Perkumpulan Pengguna Listrik Surya Atap (PPLSA) dan Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (APAMSI), Fabby Tumiwa, Ketua Umum AESI menyatakan bahwa berbagai tantangan masih menghambat upaya akselerasi energi surya di Indonesia.

“PLTS skala besar di Indonesia sulit berkembang karena tidak adanya perencanaan jangka panjang di sistem ketenagalistrikan sebelum RUPTL 2021 – 2030, proses lelang yang kurang konsisten dan kurang kompetitif, skala keekonomian yang sulit tercapai karena lelang tersebar dan dalam skala kurang dari 20 MW, hingga aturan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang tidak didukung kesiapan industri dalam negeri,” tutur Fabby.

Kementerian ESDM mulai Januari 2023 melakukan revisi Peraturan Menteri ESDM 26/2021 tentang pelanggan PLN yang memasang PLTS atap. Revisi Permen ESDM 26/2021 ini menuai pro kontra salah satunya disampaikan Muhammad Firmansyah, Bendahara Umum PERPLATSI yang menyatakan bahwa poin revisi seperti peniadaan ekspor-impor listrik dari pengguna PLTS akan mengurangi minat calon pelanggan untuk beralih pada energi terbarukan. Perencanaan sistem kuota per sistem jaringan listrik juga dianggap dapat menghambat pengembangan PLTS atap. 

“Dengan diberlakukannya kuota untuk PLTS atap, hal ini seperti menunggu kematian datang. Sebab jika kuota di satu sistem sudah penuh maka pelanggan tidak bisa lagi memasang PLTS atap yang tersambung dengan jaringan tersebut,” jelas Firmansyah.

Yohanes Sumaryo, Ketua Umum PPLSA menyoroti perubahan perilaku pengguna PLTS atap. “Beberapa dari kami mulai mengubah sistem PLTS atap di rumah untuk tidak terkoneksi dengan jaringan PLN (off-grid), terutama untuk menghindari kendala perizinan dan persyaratan lain yang memberatkan. Umumnya calon pengguna juga bingung dengan aturan baru terkait pembatasan dan syarat baru seperti profil beban.” 

Menurut Yohanes, sudah banyak pengguna di kota dengan tarif daya cukup tinggi yang mulai berinvestasi baterai sehingga bisa menggunakan PLTS atap secara maksimal. Meski demikian, Permen ESDM No. 26/2021 perlu terus diperjuangkan untuk menaungi pengguna PLTS atap sebagaimana mestinya.

Tidak dilaksanakannya Permen ESDM No. 26/2021 berimbas pada berbagai sektor pendukung PLTS seperti industri panel surya yang menjadi sulit berkembang. Dikatakan Linus Sijabat, Ketua Umum APAMSI dalam kesempatan yang sama, aturan terkait TKDN masih menjadi tantangan untuk pengembangan industri panel surya dalam negeri. 

“Persoalan TKDN pada industri panel dalam negeri ini membutuhkan regulasi yang konsisten dan implementasi yang serius disertai dengan dukungan pendanaan dari pemerintah, perbankan, maupun lembaga finansial untuk meningkatkan kualitas panel surya dalam negeri dan menjadikan kualitasnya bersaing dengan panel surya impor,” katanya.

Sejak tahun 2013, APAMSI telah mengupayakan investasi dalam jumlah besar untuk memajukan industri modul surya dalam negeri namun belum berhasil karena captive market dan permintaan (demand) dari energi surya di Indonesia belum terlihat jelas.

Imbas pembatasan pemasangan PLTS atap juga dirasakan oleh masyarakat Bali. Beberapa kasus menyatakan bahwa masyarakat telah memasang sistem PLTS sesuai aturan Permen 26/2021 namun tidak dapat digunakan sepenuhnya.

“Di Bali sendiri sangat banyak kendala, contohnya instalasi PLTS yang sudah terpasang namun tidak disetujui sepenuhnya oleh PLN  sehingga sistem PLTS atap yang sudah terpasang menjadi tidak bisa digunakan sepenuhnya, padahal masyarakat memasang sesuai Permen ESDM 26/2021, yaitu 100% daya terpasang bangunan,” jelas Erlangga Bayu mewakili APSA Bali.

Banyak juga masyarakat yang bahkan sudah membayar DP (down payment) untuk pasang PLTS atap namun akhirnya membatalkan karena pembatasan kapasitas tersebut. Padahal masyarakat memasang PLTS atap dengan biaya dan kesadaran sendiri dengan motivasi untuk penghematan biaya listrik dan pelestarian lingkungan. Pembatasan kapasitas PLTS atap seakan mencekal  kontribusi nyata gotong royong masyarakat untuk pencapaian target energi terbarukan dan penurunan emisi gas rumah kaca.

Memperkuat Narasi Energi Surya

Jakarta, 9 Maret 2023 – Energi surya memiliki potensi untuk dikembangkan secara masif di Indonesia. Institute for Essential Services Reform dalam laporan bertajuk “Beyond 207GW” menyebutkan bahwa potensi teknis energi surya di Indonesia mencapai 20.000 GW. Sayangnya, pemanfaatan energi surya masih minim. Tercatat, kapasitas terpasang energi surya baru sekitar 270,3 MW hingga 2022.

Dalam talkshow “Bincang Energi Surya” kolaborasi enam institusi yaitu Institute for Essential Services Reform (IESR), Solar Scholars Indonesia (SSI), Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Australia, Asosiasi Peneliti Indonesia Korea (APIK), Institut Energi Surya Generasi Baru (Insygnia), dan Solarin, Anindita Satria Surya, Vice President Transisi Energi dan Perubahan Iklim PT PLN menyatakan bahwa pengembangan energi surya sangat diperlukan untuk pengembangan energi terbarukan. 

“Gambaran skenario JETP adalah pertama, membangun baseload yang besar seperti PLTA, kedua, membangun jaringan transmisi yang kuat, dan yang ketiga, membangun pembangkit pendukung seperti PLTS,” jelasnya menjelaskan gambaran besar rencana PLN dalam membangun pembangkit energi terbarukan dalam beberapa tahun ke depan. 

Selain rencana investasi komprehensif untuk pelaksanaan program Just Energy Transition Partnership, pembangunan pembangkit energi terbarukan juga berpedoman pada RUPTL. Dalam RUPTL 2021-2030, direncanakan bahwa Indonesia akan memiliki lebih dari 50% energi yang digunakan berasal dari sumber energi terbarukan. Energi surya sendiri direncanakan akan bertambah sebanyak 4,6 GW hingga tahun 2030. 

Widi Nugroho, Sub Koordinator Pengawasan Usaha Aneka EBT, Kementerian ESDM menegaskan untuk mengejar target bauran energi terbarukan 23% pada tahun 2025 akan diutamakan pemenuhannya dengan energi surya. 

“Untuk pembangunan pembangkit EBT diutamakan sesuai RUPTL 2021 – 2030 di mana surya akan bertambah sebesar 4,6 GW di 2030,” jelasnya.

Berdasarkan perencanaan pemerintah, energi surya akan menjadi penopang utama sistem ketenagalistrikan Indonesia dengan kapasitas 461 GW pada tahun 2060. Terpilihnya Indonesia sebagai penerima dana transisi energi Just Energy Transition Partnership (JETP) membuka berbagai peluang pendanaan proyek energi terbarukan dan riset teknologi. 

Dalam kesempatan yang sama, Muhamad Rosyid Jazuli, Peneliti Kebijakan, Paramadina Public Policy Institute, menyatakan bahwa saat ini terdapat satu tantangan utama dari sisi kebijakan yaitu bertumpuknya sejumlah komitmen yang tidak dibarengi dengan regulasi turunan sehingga kemajuan untuk mencapai komitmen yang sudah dijanjikan tidak berjalan mulus.

“Tingginya dominasi batubara pada sistem kelistrikan Indonesia dan harga batubara yang dianggap relatif lebih murah menjadi salah satu tantangan pengembangan energi terbarukan khususnya surya,” jelas Rosyid.

Rosyid juga menambahkan bahwa selain kebijakan persepsi masyarakat perlu dibangun terkait dengan energi terbarukan dan teknologi rendah karbon supaya terjadi perubahan perilaku. Saat ini energi terbarukan ataupun teknologi rendah karbon lain seperti kendaraan listrik ataupun PLTS atap belum menjadi pilihan utama masyarakat. Terbatasnya informasi terkait dengan teknologi dan harga yang masih relatif lebih mahal menjadi beberapa faktor pemberat di masyarakat.

Bincang Energi Surya merupakan serangkaian acara diseminasi publik seputar energi surya. Diseminasi tematik energi surya akan diselenggarakan secara regular, setiap dua minggu hingga Juni 2023 mendatang, yang mencakup topik; lanskap energi surya Indonesia, kebijakan terkini, teknologi, industri, sosio-ekonomi dan kesiapan sumber daya manusia dalam mendukung Just Energy Transition Partnership (JETP) dan target Net Zero Emission (NZE).