Kelompok Menengah Paling Terkena Dampak

JAKARTA, KOMPAS.com — Kelompok masyarakat menengah diperkirakan akan paling terkena dampaknya jika pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.

Untuk itu, pemerintah perlu mempertimbangkan kemampuan atau daya beli masyarakat dan kemampuan anggaran dalam menetapkan besaran kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut.

Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa dalam diskusi mengenai subsidi energi , Selasa (5/7/2011), di Hotel Akmani, Jakarta.

Menurut Fabby, jika tidak ada pembatasan penyaluran BBM bersubsidi, total subsidi BBM diperkirakan akan meningkat hingga melampaui Rp 130 triliun atau sekitar 30 persen dari total subsidi energi. Adapun total subsidi energi yang terdiri dari BBM, listrik, dan gas elpiji bisa mencapai Rp 190 triliun hingga Rp 200 triliun.

“Subsidi energi, khususnya BBM, perlu direformasi dengan melakukan kenaikan harga atau pembatasan, itu harus diputuskan,” katanya.

Pilihan kenaikan harga BBM dinilai lebih realistis dibanding pembatasan. Pengaturan BBM bersubsidi akan memiliki dampak sosial dan ekonomi, memicu kelangkaan sehingga menguntungkan spekulan karena pengawasan sulit dilakukan. Karena itu, lebih baik pemerintah menaikkan harga sesuai daya beli masyarakat dan kemampuan anggaran pemerintah.

Hal itu akan membantu pemerintah dalam mengalokasikan kebijakan APBN, pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan penciptaan lapangan kerja. Prinsipnya bisa dikerjakan kalau APBN sehat melalui rasionalisasi subsidi.

“Jadi subsidi tetap diperlukan, hanya perlu ditata agar tepat sasaran. Saat ini lima kelompok pendapatan tertinggi itu menikmati 45 persen dari total subsidi. Kalau subsidi BBM tahun ini Rp 58 triliun, mereka menikmati hampir separuhnya,” ujarnya.

Sebenarnya konsumen mampu membeli dengan harga setara dengan harga pertamax sekarang. “Kelompok menengah sebenarnya bisa membeli pertamax, tetapi karena ada premium, mereka akan membeli yang harganya lebih murah,” kata Fabby.

Di Vietnam, misalnya, harga BBM bisa mencapai Rp 8.000 sampai Rp 9.000 per liter dan mereka mampu membeli, padahal tingkat ekonominya lebih rendah daripada Indonesia. Adapun di Filipina, harga BBM bisa menembus Rp 10.000 per liter.

Namun kalau ada pembatasan penyaluran BBM bersubsidi, hal itu justru lebih berdampak negatif bagi aktivitas masyarakat menengah. Di perkotaan, jika tidak ada pasokan BBM bersubsidi, masyarakat menengah bisa menggunakan taksi atau alat transportasi lain.

Di daerah lain yang tidak ada taksi dan moda transportasi lain, hal itu akan membuat mereka kebingungan. “Lebih baik harganya lebih mahal, tetapi barangnya ada,” ujarnya.

Diakui, jika ada kenaikan harga BBM, ada pengeluaran tambahan di kelas menengah tetapi dalam jangka pendek akan menyeimbangkan APBN. Memang yang terpukul adalah kelas menengah, tetapi kan jumlahnya hanya sekitar 40 juta atau 20 persen dari total jumlah penduduk.

“Yang dipertimbangkan adalah kelompok menengah yang tidak kaya-kaya amat agar daya belinya tidak berkurang meski ada kenaikan harga BBM. Yang tidak biasa naik bus  didorong untuk naik bus,” kata Fabby.

“Dari hasil kajian kami, kelompok miskin mengalami dampak kalau harga-harga barang naik sebagai dampak kenaikan harga BBM, itu pun konsumsi mereka terbatas pada pangan yang tidak terlalu terpengaruh akan harga-harga barang kebutuhan lain. Ini yang perlu dipikirkan pemerintah,” ujarnya.

Pemerintah harus membuat studi komprehensif tentang biaya dan pengaruhnya terhadap subsidi energi, misalnya, terhadap buruh dan nelayan.

BBM Murah Masyarakat Tidak Efisien

JAKARTA, KOMPAS.com — Harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia terbilang murah sehingga perilaku masyarakat pun tidak efisien.

Hal ini disampaikan oleh Andie Megantara selaku Kepala Pusat Kebijakan Makro Ekonomi Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan dalam acara seminar subsidi energi yang diadakan oleh Institute for Essential Services Reform di Jakarta, Selasa (5/7/2011).

“(Harga) BBM kita lebih murah daripada Vietnam dan Filipina,” ujar Andie.

Saat ini, harga Pertamax telah mengalami penurunan menjadi Rp 8.400 per liter untuk wilayah DKI, sedangkan premiun tetap dengan harga Rp 4.500 per liternya.

“Artinya, sudah saatnya kita mulai batasi atau kurangi volume (BBM bersubsidi), atau naikkan harga,” tuturnya.

Saat ini, sesuai dengan road map Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah akan berupaya mengendalikan subsidi energi, termasuk BBM.

“Pengalihan subsidi harga ke subsidi langsung dan bantuan subsidi melalui penguatan program-program penanggulangan kemiskinan,” sebutnya sebagai salah satu upaya pemerintah.

Selain itu, pemerintah pun akan mengurangi volume BBM tertentu, salah satunya dengan melakukan diversifikasi energi dan menggunakan patokan harga BBM yang tepat.

Sementara itu, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyebutkan telah dipesankan untuk menjaga anggaran BBM subsidi dengan kuota sebesar 38,6 juta kiloliter.

“Tahun lalu, waktu dilakukan realisasi kan melewati sampai ke 42 juta kilolitrer. (Sementara) yang sekarang ini dengan kami memiliki pesan bahwa yang 38,6 juta kiloliter itu harus dijaga, tentu tadi ketiga instansi, BPH Migas, Pertamina, dan ESDM, akan berusaha,” katanya.

Agus mengatakan, realisasi BBM bersubsidi pada kuartal pertama tahun ini naik 7 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Terkait hal ini, Pertamina mengungkapkan adanya realisasi premium sebesar 66.060 kiloliter per hari, yang berada di atas angka kuota, sebesar 63.540 kiloliter per hari, atau naik sebesar 3,9 persen per 22 Mei 2011.

Hingga tanggal tersebut, Pertamina telah merealisasikan 9,37 juta kiloliter dari 23,19 juta kiloliter yang disediakan untuk kuota pada tahun ini. Angka kuota tersebut pun telah meningkat dari 23,10 juta kiloliter pada tahun sebelumnya.

Bahkan, pada 2012, kuota BBM bersubsidi ini akan meningkat dengan volume 25,2 hingga 27,8 juta kiloliter.

Sejauh ini, pemerintah akan tetap berupaya untuk mengimbau masyarakat agar tidak menggunakan BBM bersubsidi bagi mereka yang tergolong mampu. Pemerintah pun telah beberapa kali menunda pembatasan BBM ini, yang seyogianya dilakukan pada Oktober tahun lalu. Namun, belum bisa dilaksanakan dengan alasan perlu adanya pembangunan infrastruktur, salah satunya ketersediaan BBM jenis Pertamax di setiap pom bensin.

sumber: kompas.com.

Momentum Kenaikan Harga BBM Tidak Tepat

JAKARTA – Pemerintah menilai saat ini bukan lagi waktu yang tepat untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Pemerintah pun belum memiliki rencana untuk menaikkan harga BBM bersubsidi tahun ini.

Dalam pandangan Kementerian Keuangan, Maret hingga Mei merupakan waktu yang tepat untuk menaikkan harga BBM karena merupakan masamasa deflasi. Dengan demikian, kenaikan harga BBM bersubsidi relatif tidak akan memicu kenaikan inflasi. “Kalau sekarang dinaikkan sudah telat dan justru akan menyulitkan.

Rakyat jadi terbebani, karena sebentar lagi liburan sekolah selesai (mulai tahun ajaran baru), masa panen sudah habis, dan akan masuk bulan puasa serta Natal di akhir tahun,” tutur Andie Megantara, kepala Pusat Kebijakan Ekonomi
Makro, Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, dalam Workshop Reformasi Subsidi Energi di Indonesia, Jakarta, Selasa (5/7).

Menurut dia, jika harga BBM dinaikkan sekarang, akan meningkatkan inflasi dan harga ma kin tidak keruan. Selain angka kemiskinan menjadi naik, industri juga kena dampak negatif dan pertumbuhan ekonomi melambat Dampak itu menyulitkan Ke
menterian Koordinator Bidang Perekonomian untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, meski Kementerian Keuangan sudah mendesak terus agarAPBN tidak jebol. “Jika hendak menaikkan harga BBM, mau tidak mau, dila kukan tahun depan,” papar dia.

Saat ini, lanjut Andie, langkah yang tepat adalah mengurangi kenaikan konsumsi BBM bersubsidi. Caranya adalah mengurangi volume pasokan BBM tersebut atau menahan kuotanya. Sejak 2005, realisasi konsumsi BBM bersubsidi selalu lebih dari kuota yang ditetapkan APBN. Sepanjang tahun ini, realisasi konsumsi bahan bakar tersebut sudah di atas 50% dari kuota yang sebelumnya dipatok pemerintah sebanyak 38,6 juta kiloliter untuk 2011.

Di tempat terpisah, Menko Perekonomian Hatta Rajasa menjelaskan, meski subsidi BBM membengkak pada paruh pertama 2011, pemerintah belum memutuskan untuk menaikan harga BBM H. Sebab, pemerintah juga memikirkan efek domino kenaikan harga tersebut, termasuk pengaruhnya terhadap penambahan jumlah orang miskin.

“Aspek fiskal bukan satu-satunya yang dipertimbangkan pemerintah,” jelas Hatter usai menerima menteri urusan Uni Eropa dan kerja sama internasional Belanda di Jakarta, kemarin.

Saat ini, menurut Hatta, pemerintah masih mempertimbangkan berbagai hasil kajian pengaturan BBM bersubsidi, baik yang dilakukan tim ekonom pimping Anggito Abimayu maupun Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

“Kalau inflasi menjadi tinggi dan days bell masyarakat menurun, kemiskinan naik dan ini juga costyang besar sekali. Oleh sebab itu, semuanya kami hitung,” jelas Hatta.

Hatta mengatakan, pemerintah menyadari risiko tidak menaikkan harga BBM bersubsidi, termasuk ancaman lembaga pemeringkat untuk tidak meningkatkan status Indonesia menjadi investment grade (layak investasi) tahun depan. Meski pemerintah memperhitungkan juga soal peringkat layak investasi tersebut, hal ini bukanlah segala-galanya.

“Memang ada risiko, namun kitalah yang paling tahu bagaimana melindungi masyarakat dan me-manage perekonomian sendiri. Dulu waktu pemerintah
menaikkan harga BBM tahun 2005, butuh waktu untuk mengurangi angka kemiskinan di Indonesia,” ujar Hatta.

Menteri Keuangan (Menkeu) Agus DW Martowardojo menjelaskan, opsi kenaikan harga BBM bersubsidi masih terus dipelajari. Adanya moratorium pengiriman TKI dan faktor-faktor lain harus diperhitungkan.

“Jadi, kami nggak menaikkan harga BBM dulu,” tukas dia usai menghadiri rapat paripurna di Gedung DPP, Jakarta, kemarin.

Tahun ini, jelas Agus, ada tambahan kuota BBM bersubsidi menjadi 40,4juta kiloliter sehingga anggaran subsidinya naik menjadi Rp 120 triliun. Pemerintah sebelumnya mengalokasikan Rp 95,9 triliun untuk subsidi BBM 2011 dan hingga semester I diperkirakan telah terpakai Rp 41,6 triliun. Namun, pada semester II, konsumsi BBM tersebut diperkirakan lebih besar dan membutuhkan subsidi Rp 79,2 triliun. “Anggaran Rp 120 triliun itu digunakan untuk BBM bersubsidi maksimum 40,4 juta kiloliter,” kata Agus.

Dalam APBN 2011, pemerintah semula mematok asumsi harga minyak US$ 80 per barel, namun harga minyak dunia melonjak dan sempat mencapai US$ 115 per barel.

Pada semester I lalu, harga rata-rata minyak dunia diperkirakan menembus US$111 per bare] dan pada semester II mendatang diproyeksikan sebesar US$ 79 per bareL “Sedangkan outlook2011 sebesar US$ 95 per barel,” papar Menkeu.

Penyelewengan Sementara itu, anggota Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Adi Subagyo mengatakan, kelangkaan BBM di sejumlah daerah dan antrean panjang di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) bukan karena kelangkaan BBM. PT Pertamina hingga kini masih mempunyai stok yang cukup untuk dipasok ke masyarakat.

Menurut dia, masalah tersebut terjadi karena penyalahgunaan BBM bersubsidi. Penyebab lain adalah penggunaan BBM berlebihan dan pertumbuhan kendaraan yang mencapai 22% per tahun. Masyarakat juga panik melihat antrean di SPBU, sehingga menjadi ikut-ikutan membeli dalam jumlah besar.

Adi menjelaskan, adanya disparitas harga antara BBM subsidi dan nonsubsidi menyebabkan BBM tersebut dijual ke industri dan secara eceran dengan harga lebih tinggi. Para pelaku penyalahgunaan BBM itu memperbesar kapasitas tangki bensin mobil dari 20 liter menjadi 50-100 liter. Sedangkan pedagang eceran membeli BBM bersubsidi di SPBU berulang kali. “Hal itu menyebabkan berkurangnya stok BBM di SPBU, berpindah ke mobil modifikasi pars pelaku penyalahgunaan BBM bersubsidi,” ucap dia.

Dia menjelaskan, perbedaan harga antara BBM bersubsidi dan nonsubsidi tergantung pada harga keekonomian BBM dan keputusan pemerintah. Untuk harga keekonomian, pemerintah Indonesia tidak bisa mengontrol, karena mengikuti harga minyak mentah dunia.

Executive Dlrectorlnstitute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa memperkirakan, total subsidi energi tahun depan mencapai Rp 180 triliun lebih. Tahun ini, kebutuhan subsidi BBM dan listrik itu diperkirakan Rp 160-170 triliun, melonjak dari anggaran yang semula ditetapkan Rp 137 triliun.

Dalam lima tahun terakhir, lanjut dia, subsidi energi berkisar 15-18% dari total realisasi APBN. `°Tahun ini, kenaikan kebutuhan subsidi itu akibat melonjaknya harga minyak mentah di pasar internasional yang sudah melebihi asumsi APBN, ditambah konsumsi BBM bersubsidi meningkat. Konsumsi BBM untuk pembangkit listrik juga ,naik, akibat keterlambatan program percepatan PLTU 10.000 megawatt,” papar Fabby.

la menyarankan pemerintah segera mereformasi kebijakan subsidi energi, yang makin tinggi kebutuhannya seiring kenaikan konsumsi dan harga. Hal itu dapat dilakukan melalui rasionalisasi dan penetapan target penerima manfaat subsidi yang lebih tepat, dengan didukung kebijakan mitigasi untuk mengantisipasi dampak reformasi.

Agar subsidi tidak makin membebani anggaran negara, kata Agus, salah satu caranya adalah pemerintah `melepas’ harga BBM jenis Pertamax ke harga pasar. Minyak tanah – yang termasuk jenis BBM bersubsidi – konsumsinya juga telah turun berkat keberhasilan program konversi ke elpiji.

“Kita memang melihat adanya peningkatan konsumsi BBM bersubsidi, namun sebenarnya ada pula penurunan konsumsi minyak tanah karena keberhasilan program konversi ke elpiji,” terang dia.

la mengatakan, dari sisi fiskal, pemerintah tidak ingin ada pos anggaran yang terlampaui. Untuk itu, pihaknya berusaha mengendalikan agar konsumsi BBM bersubsidi tidak terus meningkat. (wyu/c10/c06/c05)

sumber: migas.esdm.go.id.

2012, Subsidi Energi Rp 180 Triliun

JAKARTA, KOMPAS.com — Subsidi energi, di antaranya listrik dan bahan bakar minyak (BBM), mencapai 15-18 persen dari total realisasi APBN selama lima tahun terakhir. Bahkan, tahun depan, diperkirakan subsidi energi dapat mencapai lebih dari Rp 180 triliun. Tahun ini, anggaran subsidi BBM, liquid petroleum gas (LPG), dan listrik mencapai Rp 137 triliun. Angka tersebut diperkirakan akan naik Rp 160-170 triliun.

“(Kenaikan anggaran) akibat kenaikan harga minyak mentah di pasar internasional yang sudah melebihi asumsi APBN 2011 dan kenaikan volume BBM bersubsidi. Ditambah lagi dengan kenaikan konsumsi BBM untuk pembangkit listrik akibat terlambatnya program percepatan PLTU 10.000 megawatt,” ujar Fabby Tumiwa, Executive Director Institute for Essential Services Reform (IESR) di Jakarta, Selasa (5/7/2011).

Fabby pun menyebutkan, anggaran subsidi energi ini dapat mencapai lebih dari Rp 180 triliun pada 2012. Oleh sebab itu, ia menyarankan agar pemerintah segera melakukan reformasi pemberian subsidi energi. Subsidi ini semakin tinggi seiring dengan kenaikan konsumsi dan harga energi di Indonesia.

“Reformasi tersebut dapat dilakukan melalui rasionalisasi dan penetapan target penerima manfaat subsidi yang lebih ketat dan dukungan kebijakan mitigasi untuk mengantisipasi dampak dari reformasi subsidi energi tersebut,” tuturnya.

Hal ini mengingat penerima manfaat subsidi BBM yang terbesar justru dinikmati oleh kelompok masyarakat yang mengonsumsi BBM dalam jumlah banyak. Masyarakat tersebut adalah mereka yang berpenghasilan tinggi.

“Fakta ini menyalahi tujuan awal adanya kebijakan subsidi BBM dan listrik,” sebutnya.

Pada akhirnya, lanjut dia, kebijakan yang salah sasaran ini berakibat pada naiknya resiko fiskal APBN.

sumber: kompas.com.

Harga BBM RI Masih Lebih Murah dari Vietnam

Jakarta – Harga BBM di Indonesia masih sangat murah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN termasuk Vietnam. Begitu murahnya harga BBM di Indonesia, kerap menimbulkan praktik penyelundupan.

“Harga BBM kita masih sangat murah dibandingkan dengan Vietnam dan Filipina,” kata Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Kementerian Keuangan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Andie Megantara dalam Workshop Reformasi Subsidi Energi di Indonesia di Hotel Akmani, Jakarta, Senin (5/7/2011).

Murahnya harga BBM di Indonesia, memicu adanya penyelundupan untuk dijual lagi ke negara tetangga dengan harga yang lebih mahal.

“Bea Cukai pernah menangkap kapal tanker besar yang teryata mengangkut Premium ke luar negeri. Itu untungnya besar sekali. Bayangkan saja di Indonesia Premium harganya Rp 4.500/liter sedangkan oknum tersebut bisa menjual ke luar negeri hingga Rp 10.000/liter,” katanya.

Harga BBM yang murah, berdampak pada semakin besarnya konsumsi BBM bersubsidi yang membutuhkan dana ekstra untuk menanggung selisih harga subsidi dengan harga keekonomian.

Dijelaskan olehnya, setiap ada kenaikan US$ 1 per barel dalam ICP (Indonesia Crude Price/Harga Minyak Mentah Indonesia), pemerintah harus menanggung Rp 0,8 triliun (defisit) dalam APBN.

“Maka itu, sudah tentunya kita mulai batasi volume kuota BBM bersubsidi, dan juga gimana untuk menaikkan harga. Agar tidak ada peralihan konsumsi dari BBM Non-subsidi ke BBM Subsidi,” ungkapnya.

Ia mengakui, bahwa Indonesia seharusnya sudah harus memasuki tahap pelepasan dari subsidi. Sampai saat ini pun subsidi masih cenderung tidak tepat sasaran.

Seperti diketahui, harga BBM di Indonesia memang masih lebih murah dibandingkan beberapa negara yang ada di ASEAN dan sekitarnya. Beberapa waktu lalu, VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Mochammad Harun menyampaikan perbedaan harga antara harga BBM di Indonesia dengan beberapa negara tetangga:

  • Malaysia, Rp 5.385/liter (setara Premium), Rp 5.101/liter (setara Solar)
  • China, Rp 9.776/liter (setara Premium), Rp 10.361/liter (setara Solar)
  • India Rp 12.615/liter (setara Premium), Rp 7.628/liter (setara Solar)
  • Thailand, Rp 11.926/liter (setara Premium) Rp 8.428/liter (setara Solar)
  • Filipina, Rp 10.828/liter (setara Premium), Rp 8.765/liter (setara Solar)

sumber: detik finance.

Keseringan Subsidi, RI Sulit Dapat ‘Investment Grade’

Jakarta – Masih besarnya beban subsidi yang harus ditanggung pemerintah menjadi ganjalan bagi Indonesia untuk mendapatkan peringkat ‘Investment Grade’.

Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Kementerian Keuangan Andie Megantara dalam diskusi soal subsidi energi yang dilakukan di Hotel Akmani, Jakarta, Selasa (5/7/2011).

“Kita akan sulit masuk ke investment grade mengingat negara kita masih keseringan subsidi,” kata Andie.

Katanya, untuk mendapatkan peringkat ‘Investment Grade’ Indonesia perlu mengurangi kebiasaan untuk memberi subsidi kepada masyarakatnya.

Salah satu aspek subsidi yang besar membebani anggaran pemerintah Indonesia adalah subsidi pada sektor energi. Dari subsidi tersebut, yang terbesarnya adalah untuk BBM dan listrik.

“Untuk subsidi BBM, tren dari tahun 2008 hingga sekarang saja sudah di atas Rp 100 triliun hanya untuk mensubsidi energi. Ini cukup membebebani APBN,” ungkapnya.

Begitu juga dengan subsidi listrik, yang sejak 2005 pemerintah mengeluarkan hingga Rp 8,9 triliun dan bahkan sekarang subsidi untuk listrik sudah menyentuh angka Rp 40 triliun.

Andie melanjutkan, 20% dana dalam APBN disedot hanya untuk memberikan subsidi ke sektor energi di Indonesia.

“Sekarang kalau mau ke APBN-P 2011, kita ingin menambah subsidi BBM mengingat kuotanya terancam bertambah, tapi uangnya dari mana? Itu dari utang. Maka itu menjadikan kita sangat sulit untuk menjadi negara yang masuk ke investment grade,” ungkap Andie.

sumber: detik finance.

Margin Keuntungan PLN Jangan Diturunkan

JAKARTA: Pemerintah disarankan tidak menurunkan margin keuntungan PT Perusahaan Listrik Negara pada 2012 mengingat BUMN itu masih membutuhkan investasi tinggi untuk mengamankan pasokan listrik.

Pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa mengatakan jika margin diturunkan, konsekuensinya adalah PLN akan lebih susah mencari pembiayaan. Apalagi alokasi subsidi listrik dalam pendapatan PLN masih sangat besar, yakni hampir sepertiganya.

“Artinya, risiko keuangan PLN masih cukup tinggi. Dengan margin 7%, PLN masih bisa mencari pendanaan, tapi akan lebih sulit dan cost of financing-nya akan semakin besar,” ujarnya kepada Bisnis hari ini.

Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jarman tadi malam dalam rapat bersama Komisi VII DPR mengatakan jika margin tetap 8% pada 2012, akan diperoleh penarikan pinjaman sebesar Rp60,48 triliun untuk mendanai pembangunan tahun 2013, di mana sebagian dari itu digunakan untuk pembangunan transmisi, distribusi dan gardu induk.

“Dengan program pembangunan itu akan diperoleh dampak pertumbuhan listrik 9% sehingga dapat menopang pertumbuhan ekonomi 6,5% dan rasio elektrifikasi bisa ditingkatkan menjadi 75%,” ujar Jarman.

Tadi malam pemerintah dan Komisi VII DPR menyepakati besaran subsidi listrik dalam pagu indikatif RAPBN 2012 antara Rp45 triliun—Rp55 triliun dengan asumsi kurs dolar AS Rp9.000-9.300 dan ICP US$75-95 per barel.

Rapat yang dihadiri Menteri ESDM beserta dirjen-dirjennya itu sempat diskors sejak pukul 5 sore untuk memulai forum lobi. Forum lobi antara pemerintah dan anggota Komisi VII tersebut berlangsung 3 setengah jam baru kemudian pemerintah dan DPR mengambil kesimpulan tersebut sekitar pukul 10 malam.

Dalam kesimpulan rapat, Komisi VII meminta PLN membuat kajian dampak besaran margin 7% terhadap investasi dan losses. (sut)

sumber: bisnis.com.

PLN Sudah Jelaskan Soal Ketidaklolosan Marubeni

JAKARTA: PT Perusahaan Listrik Negara mengaku sudah menjelaskan kepada konsorsium Marubeni tentang alasan tidak lolosnya konsorsium itu dalam tender PLTU Jawa Tengah 2×1.000 MW.

Direktur Utama PLN Dahlan Iskan mengatakan pihaknya sudah menerima surat sanggahan yang dilayangkan konsorsium Marubeni pada minggu lalu itu. Namun menurut Dahlan, tidak ada argumen baru dalam surat sanggahan tersebut.

“Sanggahan itu akan direspons sesuai dengan prosedur, selayaknya, se-fair mungkin. Tapi rasanya sepengetahuan saya tidak ada yang baru dari yang dia (Marubeni) kemukakan dalam sanggahan itu. Selama ini kita sudah tahu dia punya pendapat seperti itu,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis hari ini.

Sanggahan konsorsium Marubeni itu selanjutnya akan diserahkan sepenuhnya kepada tim lelang untuk meresponnya. Dahlan menjamin PLN telah menjalankan proses tender PLTU Jateng 2×1.000 MW dengan benar sesuai prosedur lelang.

“Tender itu sudah dilakukan bukan hanya dengan prosedur yang benar tapi juga fair, tanpa intervensi siapapun,” tegasnya.

Menurutnya, menyanggah hasil tender merupakan hal yang biasa terjadi, bahkan dalam tender-tender kecil sekalipun. Jadi, sanggahan konsorsium Marubeni seperti ini bukan sesuatu yang besar dan baru.

”Menyanggah hasil tender kan biasa, kok ini sepertinya dianggap baru? Hampir semua tender ada yang menyanggah, biar proyek kecil pun ada (yang menyanggah),” jelas Dahlan.

Sementara itu pengamat kelistrikan Fabby Tumiwa mengatakan PLN memang perlu memperjelas aturan tender agar pelaksanaannya bisa lebih transparan. Menurutnya, adanya peluang ’arisan proyek’ biasa terjadi pada proyek-proyek listrik. (sut)

Sumber: bisnis.com.

Hitunglah Emisi Karbonmu

TEMPO Interaktif, Fabby Tumiwa menantang dua orang paruh baya dan seorang anak muda untuk menyebutkan aktivitas sehari-harinya. Peserta talkshow The Body Shop Green Lifestyle and Carbon Calculator di Jakarta itu pun menyebutkan satu per satu kegiatannya, mulai bangun tidur hingga istirahat pada malam hari. Hitung punya hitung, kegiatan mereka itu menghasilkan emisi karbon, dari 900 hingga 3.000 gram karbon dioksida.

Padahal, ketiga orang itu hanya menyebutkan kegiatan sehari-hari, dari mengendarai mobil sendiri ke kantor, menyetel televisi, mendengarkan radio, menggunakan setrika, sampai menyalakan lampu. Lalu, Fabby mengajak ketiga orang itu untuk memilih kegiatan yang lebih hemat pengeluaran karbon. Mulai jalan kaki, naik sepeda atau kendaraan umum, sampai jangan lupa mematikan lampu jika tak digunakan.

“Masyarakat harus didorong bisa mendapat informasi tentang hidup ramah lingkungan sehingga mereka lebih peka dan sadar akan aktivitasnya yang berdampak pada emisi,” kata Direktur Institute for Essential Services Reform, sebuah lembaga advokasi lingkungan tersebut.

Lembaga itu meriset 1.500 responden dari 10-15 kota sejak April hingga Desember tahun lalu. Dari riset berdasar kalkulator emisi karbon ini pun diketahui masyarakat Indonesia masih meninggalkan jejak karbon yang masih tinggi. Pada masyarakat urban diketahui jejak karbon mencapai tiga-empat ton per tahun.

Salah satu yang menjadi perhatian adalah penggunaan peralatan elektronik yang merupakan penghasil karbon cukup besar. “Misalnya, pemakaian peralatan elektronik rumah tangga. Nah, gadget game yang banyak disukai kaum pria juga menghasilkan karbon besar,” ujar Fabby.

Fabby juga menyebut keteledoran kecil di rumah tangga berperan menambah beban terhadap lingkungan hidup, terutama karbon. Misalnya, mematikan lampu, membiarkan televisi hidup tanpa ditonton, menyetrika pada malam hari, atau membiarkan air ledeng mengalir saat bak mandi atau ember sudah penuh.

Hidup prolingkungan hidup bukan barang baru bagi Bibong Widiarti, 48 tahun. Ibu dua anak ini sudah 15 tahun menerapkan tiga R (recycle, reuse, reduce) dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, dia sudah membiasakan anaknya untuk memisahkan sampah dan membuat kompos cair, menggunakan kertas bolak balik, membawa tas sendiri, atau menggunakan bekas air cucian untuk membersihkan halaman atau menyiramkan ke tanaman di rumah.

Bibong juga akan menghindari membeli barang yang dibungkus styrofoam. “Kami pilih tidak jadi beli atau minta diganti dengan piring beling jika ada,” ujar aktivis Aliansi Organik Indonesia itu. Bahkan, kini ia sedang mengkampanyekan untuk memakai produk lokal dan buah lokal untuk mengurangi jejak karbon. “Selain itu, untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat sendiri,” katanya.

Ismail Agung, pemilik blog Ung’s, punya cara sendiri untuk menyelamatkan bumi, misalnya menebeng kendaraan orang lain saat ke kantor atau naik kendaraan publik. Untuk jarak dekat, ia cukup jalan kaki atau naik sepeda. Bahkan selama bulan Ramadan sampai hari raya Idul Fitri, dia puasa karbon. “Mending ngabuburit di masjid dibanding ke mal atau mengurangi belanja baru pada hari raya,” tulisnya.

Karena, bagi dia, baju baru dan sejenisnya saat proses pembuatannya ada karbon yang dihasilkan. “Selama baju lama kita masih layak pakai, kenapa juga harus mewah-mewahan.”

Direktur The Body Shop, Suzy Hutomo, juga menerapkan gaya hidup hijau di kantornya. Hasilnya, kantor pusat kosmetik yang tidak memakai hewan percobaan ini menjadi juara pertama Green Office 2009.

Suzy menerapkan kebijakan agar para karyawannya lebih menghargai alam. Dia memotivasi karyawannya agar hemat air, kertas, dan tinta printer. Bahkan, ada sukarelawan yang memantau air ledeng dan mencetak pada kertas bolak-balik. Para karyawan juga diminta memisahkan sampah di lingkungan kantor. Sampah basah dijadikan kompos dan sampah kering pun mudah diangkut oleh petugas kebersihan.

Oleh karena itu, jika berkunjung ke kantor Suzy, jangan membawa benda dari bahan dasar styrofoam. Lebih baik membawa kotak makan atau minum sendiri dari rumah seperti para karyawan di Gedung Santosa, kantor Suzy. Hebatnya lagi, kantor ini juga meminjamkan alat pembuat biopori kepada karyawan yang ingin membuat lubang biopori di rumahnya.

Suzy pun tak keberatan berbagi pengetahuan dan tip hidup lebih hijau ini kepada kantor lain. Menurut dia, peran manajemen sangat penting untuk membuat kebijakan kantor lebih ramah lingkungan. “Dengan senang hati saya akan datang ke kantor yang ingin lebih hijau,” katanya. Anda siap hidup ramah lingkungan? Mulailah dari diri sendiri, rumah, lingkungan, dan tempat kerja Anda, bukan hanya lip service.

AT | DIAN YULIASTUTI

sumber: tempointeraktif.com.