Menilik Upaya Peningkatan Konsumsi Listrik di Indonesia

Sinergi Stakeholder dalam Upaya Peningkatan Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik per Kapita di Indonesia

Surabaya, 25 November 2022 –  Energi listrik menjadi satu di antara kebutuhan manusia yang tidak bisa dilepaskan dari kebutuhan sehari-hari. Peningkatan akses terhadap listrik melalui rasio elektrifikasi 100% perlu pula dibarengi dengan penyediaan sumber listrik yang ramah lingkungan. 

Akbar Bagaskara, Peneliti Sistem Ketenagalistrikan,  Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam acara forum diskusi publik dengan tema “Sinergi Stakeholder dalam Upaya Peningkatan Elektrifikasi dan Konsumsi Listrik per Kapita di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM, menyebutkan, bahwa terdapat lima negara di ASEAN yang belum mencapai rasio elektrifikasi 100% yakni Kamboja, Laos, Myanmar, Indonesia dan Filipina. 

“Berdasarkan data ASEAN Center of Energy per 2021, Indonesia menempati rasio elektrifikasi 99%, disusul Filipina 97%, Laos menempati 95%, Kamboja 81% dan Myanmar masih 51%. Indonesia dan Filipina belum mencapai rasio elektrifikasi 100% karena kondisi negara yang kepulauan. Kondisi tersebut menjadi tantangan tersendiri dibandingkan negara ASEAN lainnya yang merupakan daratan, lebih mudah menyalurkan listriknya,” terang Akbar. 

Menilik lebih dalam terkait rasio elektrifikasi, tak bisa lepas dari keterkaitannya dengan konsumsi energi listrik di Indonesia. Menurut Akbar, konsumsi energi listrik dalam sektor rumah tangga mayoritas digunakan untuk penerangan. Sedangkan untuk masak masih cenderung menggunakan gas (LPG), dengan rasio konsumsi energi total di sektor rumah tangga mencapai 49%. 

“Adanya kondisi ini menciptakan potensi untuk meng-elektrifikasi kompor yang digunakan sektor rumah tangga, menggantikan LPG,” ujar Akbar. 

Selain itu, mengutip data KESDM, kata Akbar, elektrifikasi di  sektor transportasi,  masih cenderung rendah, berkisar hanya 1%. Menurutnya, adanya program Pemerintah Indonesia yang menggalakkan mobil listrik dinilai cukup krusial untuk meningkatkan adopsi kendaraan listrik. 

“Pemanfaatan sepenuhnya potensi elektrifikasi akan menciptakan peluang menaikkan konsumsi listrik di sektor transportasi dan rumah tangga,”tegas Akbar. 

Akbar memaparkan, penggunaan energi listrik di Indonesia dan negara ASEAN lainnya masih hanya berkisar 20%. Hal ini bisa dilihat berdasarkan data konsumsi energi per kapita periode 2018-2021. Di sisi lain, berdasarkan RENSTRA KESDM 2020-2024, target konsumsi listrik per kapita Indonesia adalah 1.408 kWh. Sementara itu, rata-rata konsumsi listrik di ASEAN sendiri sudah sekitar 3.672 kWh per kapita.

“Untuk itu, pemerintah Indonesia perlu untuk meningkatkan konsumsi listrik, namun demikian sektor hulu yakni pembangkit energi listrik harus mendapatkan perhatian juga. Selain itu, Indonesia juga bisa menggunakan  potensi energi terbarukan dalam sektor ketenagalistrikan,” ucap Akbar. 

Kepala Bidang Ketenagalistrikan Dinas ESDM Jawa Timur, Waziruddin menyatakan, berdasarkan rasio elektrifikasi 99,32% pada tahun triwulan III, tahun 2022, masih terdapat rumah tangga yang belum menikmati sambungan listrik. Hal ini juga bisa dilihat dari jumlah rumah tangga miskin (RTM) di Jawa Timur yang belum berlistrik sekitar 126.708. Namun pihaknya telah menganggarkan sekitar Rp 12 miliar hibah instalasi rumah pada tahun 2023 dan berbagai bantuan lainnya untuk menyediakan akses listrik kepada rumah tangga tersebut. Selain itu, Waziruddin menegaskan, Pemprov Jawa Timur juga terus mendorong kebijakan transisi energi untuk meningkatkan ketahanan energi. 

“Misalnya saja dengan pemanfaatan gas bumi sebagai substitusi energi batubara pada pembangkit listrik, mengingat Jawa Timur kaya akan potensi gas bumi. Selain itu, beberapa industri di Jawa Timur juga telah memasang PLTS atap, pengembangan pembangkit listrik biomassa dan pemanfaatan biofuel,” papar Waziruddin. 

Edy Pratiknyo,  Sub Koordinator Fasilitasi Hubungan Komersial Usaha, Kementerian ESDM menyatakan, Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan mendorong percepatan peningkatan konsumsi listrik.

“Dengan program peningkatan konsumsi listrik, Pemerintah mendorong melalui percepatan perizinan berusaha infrastruktur pengisian Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB),” pungkas Edy. 

 

Southeast Asia is one of the most vibrant and fastest-growing economic regions in the world, with energy demand has increased more than 80 percent over the past two decades with no signs of slowing down. Despite a strong endowment of renewable energy potential, the region remains heavily dependent on fossil resources.

During this moderated roundtable experts from the region, including Indonesia, Philippines, Thailand and Vietnam, will present and discuss key challenges and barriers currently hampering energy transitions in Southeast Asia. They will also share ideas for how to shape them more socially, economically and environmentally friendly.

The 1.5-hour online event will be held in English and includes a Q & A session.

This event is being organized on the occasion of the Berlin Energy Transition Dialogue (BETD)

Participation is free of charge.

Agenda

Welcome (incl. technical information)
Nikola Bock, Senior Executive Events, Agora Energiewende

Setting the scene
Vera Rodenhoff, German Federal Ministry of the Environment, Nature Conservation and
Nuclear Safety (BMU)

Introduction
Simon Rolland, Programme Director, Deutsche Gesellschaft für Internationale
Zusammenarbeit (GIZ)

From ambition to action
Mathis Rogner, Project Manager Southeast Asia, Agora Energiewende

Country insights

• Vietnam, Truong An Ha, Vietnam Initiative for Energy Transition (VIET)
• Indonesia, Fabby Tumiwa, Institute for Essential Services Reform (IESR)
• Philippines, Alberto Dalusung III, Institute for Climate and Sustainable Cities (ICSC)
• Thailand, Siripha Junlakarn, Energy Research Institute (ERI)

Panel discussion and Q&A session with the audience