Indonesia Energy Transition Outlook 2024: Tracking Progress of Energy Transition in Indonesia: The Trend and Transformation in Achieving Indonesia Net Zero Ambition

Latar Belakang 

Pada tahun 2023, melalui keputusan presiden mencabut situasi pandemi Covid-19, menjadi stimulus pemulihan ekonomi dan pembangunan nasional menjadi lebih cepat. Hingga triwulan II tahun 2023, pertumbuhan ekonomi di Indonesia tercatat pada angka 5,17% (yoy) dan menunjukan terjadinya penguatan ekonomi di beberapa wilayah di Indonesia. Sementara itu, Indonesia diproyeksikan mengalami peningkatan penduduk sebesar 0,9% pada tahun 2023. Hal ini tentunya akan mendorong tingkat permintaan energi dalam negeri. Disisi lain, faktor eksternal ketahanan energi diakibatkan konflik di Rusia dan Ukraina serta kestabilan kawasan Timur Tengah, yang akan dapat mempengaruhi pasar komoditas energi dunia. Indonesia juga merupakan negara yang merasakan dampak tersebut. 

Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Persetujuan Paris melalui UU no 16/2016, telah menegaskan posisinya untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau lebih awal. Komitmen tersebut dipertegas dengan peningkatan target kontribusi nasional atau Enhance-NDC sebesar 31,89% dengan upaya sendiri dan 43,20% dengan bantuan internasional. Sejalan dengan hal tersebut,  melalui komitmen Just Energy Transition Partnership (JETP) antara Pemerintah Indonesia dengan negara donor yang tergabung dalam International Partner Group, Indonesia menargetkan capaian 44% bauran energi terbarukan pada tahun 2030 dan memensiunkan PLTU sebesar 1,7 GW dari operasional PLTU dalam Jaringan. Namun target JETP tersebut dirasa kurang ambisius untuk upaya mencapai target pengendalian kenaikan suhu sebesar 1,5 derajat Celcius. Hal ini dikarenakan tidak masuknya intervensi PLTU captive yang mempunyai peran besar dalam kontribusi emisi di Indonesia. 

Selain dari sektor kelistrikan, transisi energi Indonesia juga perlu didorong dan diakselerasi di berbagai sektor energi lainnya seperti transportasi dan industri. Pada sisi permintaan kebutuhan energi nasional, sektor industri tercatat mempunyai permintaan sebesar 44,21% pada tahun 2022 yang mana 56,5% permintaan dipenuhi dengan batubara. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah melalui aturan Domestic Market Obligation (DMO). Kebijakan ini dapat mendukung perkembangan industri dalam negeri yang menggunakan sumber daya alam nasional, tetapi disisi lain penggunaan batubara di sektor industri juga meningkatkan emisi gas rumah kaca. Sehingga perlu adanya kontrol emisi dan inovasi transformasi energi di sektor industri. Beberapa industri besar yang perlu mendapatkan perhatian adalah industri semen, iron & steel dan amonia. Di Sektor transportasi, melalui keputusan menteri no, 8 tahun 2023 telah ditetapkan 38 langkah aksi mitigasi yang fokus pada elektrifikasi kendaraan darat baik motor, mobil maupun kendaraan umum serta penggunaan bahan bakar rendah karbon pada transportasi laut dan udara.   

Berbagai perkembangan ini menunjukkan bahwa transisi energi Indonesia mulai memasuki fase take-off. Pertanyaan lanjutannya adalah, apakah proses transisi energi saat ini telah sesuai dengan ambisi mitigasi krisis iklim maupun pembangunan berkelanjutan Indonesia? Jika belum, opsi apa saja yang dapat jadi fokus Indonesia dalam mengakselerasi transisi energi dalam waktu dekat?

Kemajuan dan perkembangan transisi energi di Indonesia secara khusus diulas dalam salah satu flagship laporan IESR yang diluncurkan setiap akhir tahun: Indonesia Energy Transition Outlook (IETO). IETO yang dipublikasikan sejak tahun 2017, sebelumnya berjudul Indonesia Clean Energy Outlook (ICEO) bertujuan untuk memantau perkembangan dan kemajuan transisi energi di Indonesia secara berkala, serta mengidentifikasi tantangan dan peluang di tahun berikutnya. Laporan ini mencakup analisis dan tinjauan kebijakan, perkembangan status teknologi, dan ekosistem transisi energi. 

Selama bertahun-tahun, IESR berusaha meningkatkan cakupan dan ketelitian dalam analisis IESR di laporan ini. Edisi keenam dari IETO ini juga mengumpulkan berbagai perspektif dari pemangku kepentingan di sektor energi dan mengatasinya dengan studi mendalam untuk menyampaikan analisa strategis mengenai bagaimana transisi energi dan transformasi menuju sistem energi rendah karbon di tanah air. 

Melalui IETO, IESR bermaksud untuk menginformasikan kepada para pembuat kebijakan dan semua pemangku kepentingan di sektor energi mengenai efektivitas kebijakan dan perbaikan yang dibutuhkan untuk membantu percepatan pengembangan dan transisi energi bersih di tanah air.  Dengan melakukan ini, harapannya, Indonesia dapat memastikan ketahanan energi, ekonomi yang kompetitif, dan transisi menuju sistem energi berkelanjutan dalam waktu dekat. 

IETO 2024 akan diluncurkan dalam sebuah pertemuan khusus yang juga dimaksudkan untuk mendapatkan pandangan/persepsi dari para pemangku kebijakan dan pelaku atas kecenderungan yang akan terjadi pada tahun mendatang dalam transisi energi. Diskusi dalam pertemuan ini akan menyoroti proses transisi energi yang terjadi di berbagai sektor energi di Indonesia dan dilanjutkan dengan analisis mengenai kerangka kesiapan transisi energi di sektor ketenagalistrikan Indonesia serta berbagai pembelajaran di tahun 2023 untuk mengatasi tantangan dalam mendorong transisi energi pada tahun 2024. 

Tujuan 

Pertemuan peluncuran Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024 dan diskusi ini diselenggarakan dengan maksud untuk: 

  1. Menginformasikan dan memperkenalkan flagship report IESR Indonesia Energy Transition Outlook (IETO). 
  2. Melakukan tinjauan dan evaluasi terhadap perkembangan transisi energi (energi fosil, energi terbarukan, dan efisiensi energi) di Indonesia selama tahun 2023 dalam konteks dampak dari kebijakan dan regulasi pemerintah yang dikeluarkan terhadap pemangku kepentingan  terkait, serta tinjauannya tahun 2024. 
  3. Meninjau evaluasi dan kesiapan transisi energi (transition readiness framework) di sektor ketenagalistrikan Indonesia dengan pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan
  4. Memberikan ruang dialog kebijakan bagi para pemangku kepentingan dengan pembuat kebijakan dan pelaku usaha serta organisasi masyarakat sipil dalam proses perumusan dan implementasi kebijakan transisi energi yang lebih berkelanjutan. 

IETO 2023: Antisipasi Krisis Energi dengan Pemanfaatan Energi Terbarukan

Jakarta, 14 Desember 2022- Krisis energi global menunjukkan kerentanan ketahanan energi yang berbasis fosil, termasuk Indonesia di mana 67% bauran energi dari energi fosil. Menghadapi ketidakpastian situasi sosial, politik, ekonomi dan lingkungan di masa depan terhadap ketahanan energi nasional, pemerintah perlu segera melakukan transisi energi secara berkeadilan dan berkelanjutan dengan cepat melalui optimasi pemanfaatan sumber energi terbarukan menggantikan sumber-sumber energi fosil. Hal ini menjadi pembahasan utama dari laporan unggulan Institute Essential Services Reform (IESR) berjudul Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2023.

Dampak krisis energi terlihat pada harga energi seperti batubara, gas alam, dan minyak mentah melambung 2-4 kali pada pertengahan 2022 dibandingkan pada 2019. Hal ini membuat produsen batubara domestik lebih tertarik untuk mengekspor ke luar negeri yang menyebabkan menipisnya pasokan batubara dalam negeri. Untuk mengatasi masalah krisis energi dalam jangka pendek, pemerintah Indonesia membuat berbagai keputusan seperti mempertahankan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO), mengucurkan subsidi energi fosil yang mencapai 650 triliun dan menyesuaikan  harga BBM untuk mengurangi beban subsidi. Namun, cadangan  batubara, minyak dan gas yang menurun tiap tahunnya dan tekanan untuk mengatasi ancaman krisis iklim menuntut solusi jangka panjang agar Indonesia terbebas dari krisis energi di masa depan.

“Untuk menyediakan energi yang terjangkau dan aman, peningkatan penggunaan energi terbarukan untuk penyediaan listrik, transportasi dan industri dan mengurangi energi fosil harus diakselerasi. Transisi energi perlu dilakukan secara bertahap menyesuaikan kondisi sosial, ekonomi dan politik yang mempengaruhi arah kebijakan dan daya beli masyarakat. Tetapi semakin cepat kita meningkatkan bauran energi terbarukan maka semakin rendah kerentanan keamanan energi dan akan semakin murah harga energi di Indonesia, sebagaimana yang ditunjukan oleh sejumlah hasil kajian IESR. Kata kuncinya adalah target yang ambisius tapi juga fleksibel,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) pada Konferensi Media untuk peluncuran IETO 2023.

Kondisi negara-negara Eropa dan Inggris yang hari ini mengalami harga energi yang mahal adalah contoh pemanfaatan transition fuel seperti gas alam sebagai strategi yang keliru. Ketika terjadi kekurangan gas, mereka secara temporer menaikkan energi fosil yang  justru mengingkari upaya global untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK) yang menyebabkan perubahan iklim akibat naiknya suhu bumi melebihi 1,5 derajat Celcius. 

IESR mendorong agar pemerintah membereskan seluruh pekerjaan rumah untuk menggenjot perkembangan energi terbarukan dan efisiensi energi dengan cepat. 

“Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk membuat transisi energi benar-benar terjadi dan berkelanjutan, yaitu penyesuaian KEN dan RUEN, penghapusan subsidi batubara dan gas secara bertahap, reformasi harga dan subsidi listrik, mempercepat pengakhiran operasi PLTU batubara, mengembangkan industri sel dan modul surya dalam negeri, penyesuaian grid code, serta mengintegrasikan strategi transportasi dan dekarbonisasi industri sesuai jalur nir emisi. Pemerintah harus mengejar semua reformasi ini secara cepat dan masyarakat harus terus mendorong agar transisi benar-benar terjadi,” jelas Fabby.

IETO 2023 juga menyoroti tingkat kesadaran masyarakat yang tinggi terhadap transisi energi. Namun secara umum, kesiapan transisi energi di Indonesia masih rendah, meskipun beberapa kebijakan, regulasi pendukung dan rencana pengembangan energi terbarukan telah terbit, seperti enhanced NDC, RUPTL 2021-2030 yang memuat porsi 51,6 % energi terbarukan dan  Perpres 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. 

“Beberapa hal masih harus dibenahi seperti contohnya pembatasan kapasitas pada pemasangan PLTS atap sebesar 15%, yang pastinya menurunkan minat masyarakat untuk memanfaatkan teknologi tersebut dan berkontribusi pada bauran energi terbarukan dalam skala nasional. Berdasarkan survei publik yang telah kami lakukan, lebih dari 60% masyarakat yang kami survei setuju untuk mempercepat pemberhentian penggunaan batubara sebagai sumber utama dalam sektor ketenagalistrikan dan mendukung pemerintah untuk mulai memperhatikan sumber-sumber lainnya seperti radiasi matahari, air, dan angin. Dengan adanya dukungan publik yang besar tersebut, pemerintah harus mulai bisa membuktikan komitmennya dalam menyediakan sumber listrik yang lebih bersih untuk seluruh kalangan masyarakat,” ungkap Handriyanti D Puspitarini, Penulis Utama IETO 2023 yang juga merupakan peneliti senior IESR.

Seluruh pembahasan mengenai status dan analisis sektor energi untuk mendorong percepatan transisi energi terangkum pada Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2023. Terbit sejak 2017 dengan Indonesia Clean Energy Outlook (ICEO) yang kemudian bertransformasi menjadi IETO di 2019, IETO menghadirkan beberapa bab baru dengan analisis yang mendalam.

“IETO akan secara konsisten menyoroti, mengukur dan memberikan rekomendasi untuk akselerasi transisi energi Indonesia dari tahun ke tahun. Beberapa laporan yang memberikan analisis mendalam dalam aspek khusus terkait transisi energi seperti aspek pendanaan transisi energi, energi surya, dan kendaraan listrik diterbitkan dalam laporan terpisah berjudul Indonesia Sustainable Finance Outlook atau ISFO, Indonesia Solar Energy Outlook atau ISEO, dan Indonesia Electric Vehicle Outlook atau IEVO, yang melengkapi analisis serta rekomendasi IETO di tahun ini,” jelas Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi IESR.

Didukung oleh Bloomberg Philanthropies, IESR akan melakukan diskusi dan peluncuran laporan Indonesia Energy Transition Outlook 2023 pada 15 Desember 2022. Laporannya dapat diunduh di s.id/IETO2023-IESR.

Peluncuran Laporan dan Diskusi Indonesia Energy Transition Outlook 2023: Tracking the Progress of Energy Transition in Indonesia

Latar Belakang

 Pada tahun 2022, seiring dengan mulai meredanya pandemi COVID-19, ekonomi global pun mulai kembali seperti semula. Sebagai akibat dari meningkatnya aktivitas ekonomi, maka permintaan energi pun kembali tumbuh seperti level sebelum pandemi. Beberapa kejadian luar biasa juga terjadi di tahun 2022 yang mempengaruhi pasar komoditas energi, utamanya adalah konflik perang antara Rusia dan Ukraina yang mendorong kenaikan harga semua komoditas. Indonesia juga merupakan negara yang merasakan dampak tersebut. Kenaikan harga komoditas energi fosil telah mempengaruhi anggaran subsidi dan kompensasi di tahun 2022 yang naik sampai tiga kali lipat1 serta mendorong pemerintah untuk menetapkan kenaikan harga BBM2 dan tarif dasar listrik untuk beberapa golongan pelanggan3.

Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Persetujuan Paris melalui UU no 16/2016, telah menegaskan posisinya untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 atau lebih awal. Lebih lanjut, sebagai presidensi G20 tahun ini, Indonesia juga menetapkan transisi energi sebagai salah satu dari tiga fokus bahasan G20. Setelah melalui diskusi dan berbagai pertemuan, Indonesia dan beberapa negara donor yang tergabung dalam International Partner Group menyepakati sebuah Just Energy Transition Partnership (JETP) yang menyatakan komitmen pendanaan mencapai 20 miliar dolar dalam 3-5 tahun kedepan untuk mendukung transisi energi di Indonesia, terutama di sektor kelistrikan. Sebagai tindak lanjutnya, dukungan pendanaan ini perlu dituangkan dalam bentuk rencana investasi dan rencana perubahan kebijakan yang perlu disusun oleh pemerintah Indonesia.

Selain dari sektor kelistrikan, transisi energi Indonesia juga perlu didorong dan diakselerasi di berbagai sektor energi lainnya seperti transportasi dan industri. Berdasarkan studi Deep decarbonization of the energy system IESR (2021), elektrifikasi transportasi dan industri menjadi strategi kunci selain juga mendorong efisiensi energi. Beberapa program pemerintah yang sudah didorong diantaranya adalah penetapan target kendaraan listrik dan infrastrukturnya serta program konversi motor listrik. Di sektor industri sendiri, inisiatif seperti Net Zero Hub, yang diprakarsai oleh Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) menunjukkan pergerakan yang serupa dari pelaku bisnis dan industri untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan bahkan mencapai net zero lebih cepat dari 2060.

Berbagai perkembangan ini menunjukkan bahwa transisi energi Indonesia mulai memasuki fasa take- off. Pertanyaan lanjutannya adalah, apakah proses transisi energi saat ini telah sesuai dengan target dari mitigasi krisis iklim maupun pembangunan berkelanjutan? Jika belum, opsi apa saja yang dapat jadi fokus Indonesia dalam mengakselerasi transisi energi dalam waktu dekat?

Kemajuan dan perkembangan transisi energi di Indonesia secara khusus diulas dalam salah satu flagship laporan IESR yang diluncurkan setiap akhir tahun: Indonesia Energy Transition Outlook (IETO). IETO yang dipublikasikan sejak tahun 2017, sebelumnya berjudul Indonesia Clean Energy Outlook (ICEO) bertujuan untuk memantau perkembangan dan kemajuan transisi energi di Indonesia secara berkala, serta mengidentifikasi tantangan dan peluang di tahun berikutnya. Laporan ini mencakup analisa dan tinjauan kebijakan, perkembangan status teknologi, dan ekosistem transisi energi.

Selama bertahun-tahun, IESR berusaha meningkatkan cakupan dan ketelitian dalam analisa IESR di laporan ini. Edisi keenam dari IETO ini juga mengumpulkan berbagai perspektif dari pemangku kepentingan di sektor energi dan mengurasinya dengan studi mendalam untuk menyampaikan analisa strategis mengenai bagaimana transisi energi dan transformasi menuju sistem energi rendah karbon di tanah air. Peluncuran IETO tahun ini juga telah didahului oleh beberapa laporan khusus yang menyoroti proses transisi energi dari sudut pandang energy transition finance (Indonesia Sustainable Finance Outlook/ISFO) dan juga energi surya (Indonesia Solar Energy Outlook/ISEO). Laporan susulan yang akan lebih fokus pada perkembangan penerapan kendaraan listrik, Indonesia Electric Vehicle Outlook/IEVO akan melengkapi rangkaian laporan IETO IESR tahun ini.

Melalui IETO, IESR bermaksud untuk menginformasikan kepada para pembuat kebijakan dan semua pemangku kepentingan di sektor energi mengenai efektivitas kebijakan dan perbaikan yang dibutuhkan untuk membantu percepatan pengembangan dan transisi energi bersih di tanah air. Dengan melakukan ini, harapannya, Indonesia dapat memastikan ketahanan energi, ekonomi yang kompetitif, dan transisi menuju sistem energi berkelanjutan dalam waktu dekat.

IETO 2023 akan diluncurkan dalam sebuah pertemuan khusus yang juga dimaksudkan untuk mendapatkan pandangan/persepsi dari para pemangku kebijakan dan pelaku atas kecenderungan yang akan terjadi pada tahun mendatang dalam transisi energi. Diskusi dalam pertemuan ini akan menyoroti proses transisi energi yang terjadi di berbagai sektor energi di Indonesia dan dilanjutkan dengan analisis mengenai kerangka kesiapan transisi energi di sektor ketenagalistrikan Indonesia serta berbagai pembelajaran di tahun 2022 untuk mengatasi tantangan dalam mendorong transisi energi pada tahun 2023.

 

Tujuan

 

Pertemuan peluncuran Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2023 dan diskusi ini diselenggarakan dengan maksud untuk:

  1. Menginformasikan dan memperkenalkan flagship report IESR Indonesia Energy Transition Outlook (IETO).
  2. Melakukan tinjauan dan evaluasi terhadap perkembangan transisi energi (energi fosil, energi terbarukan, dan efisiensi energi) di Indonesia selama tahun 2022 dalam konteks dampak dari kebijakan dan regulasi pemerintah yang dikeluarkan terhadap pemangku kepentingan terkait, serta tinjauannya tahun
  3. Meninjau evaluasi dan kesiapan transisi energi (transition readiness framework) di sektor ketenagalistrikan Indonesia dengan pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan
  4. Memberikan ruang dialog kebijakan bagi para  pemangku   kepentingan   dengan pembuat kebijakan dan pelaku usaha serta organisasi masyarakat sipil dalam proses perumusan dan implementasi kebijakan transisi energi yang lebih berkelanjutan.

 

 

1        https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/Anggaran-Subsidi-dan-Kompensasi-Rp502,4-triliun

2        https://ekonomi.bisnis.com/read/20220904/44/1573854/resmi-naik-ini-daftar-terbaru-harga-bbm-pertamina-september-2022

3        https://money.kompas.com/read/2022/07/01/194609326/tarif-listrik-naik-per-1-juli-2022-ini-cara-turun-daya-listrik-pln?page=all

 

Konflik Rusia – Ukraina dan Dampaknya untuk Sektor Energi Indonesia

Jakarta, 14 April 2022 – Konflik militer yang melibatkan Rusia dan Ukraina masih terus berlangsung hingga saat ini. Sejumlah dampak langsung maupun tidak langsung mulai dirasakan sejumlah negara, terutama negara-negara Eropa sebab Rusia merupakan salah satu pemasok utama gas dan minyak untuk sejumlah negara Eropa. 

Sikap politik Rusia yang terus melancarkan aksi militer membuat negara ‘pembeli’ minyak dan gas Rusia berada dalam dilema. Jika mereka tetap membeli minyak dan gas dari Rusia secara tidak langsung mereka ikut mendanai perang. Jika mereka tidak membeli minyak dan gas tersebut, ketahanan energinya terancam. Gas dan minyak yang tersedia saat ini pun harganya sudah melonjak yang berarti biaya yang harus dikeluarkan lebih tinggi. 

Apakah situasi perang Rusia – Ukraina ini akan berdampak pada Indonesia? Proyek Clean, Affordable, and Secure Energy for Southeast Asia (CASE), menggelar diskusi publik bertajuk “The Geopolitics of Energy Transition” untuk melihat dampak perang Rusia- Ukraina pada sistem energi global dan pembelajaran bagi transisi energi Indonesia. 

Fabian Hein, analis skenario dan statistik energi, Agora Energiewende menjelaskan bahwa saat ini negara-negara Uni Eropa seperti Jerman, sedang berusaha untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil terutama gas.

“Terdapat dua pendekatan untuk mengatasi krisis ini. Pertama pendekatan jangka pendek dengan mengganti gas dengan batubara dan minyak. Kedua rencana strategis jangka panjang dengan memperbesar kapasitas energi terbarukan dalam sistem energi,” Fabian menjelaskan.

Ketergantungan pada energi fosil bukan hanya terjadi pada Jerman, atau negara-negara Uni Eropa. Indonesia pun memiliki ketergantungan besar pada energi fosil baik untuk pembangkitan energi listrik maupun bahan bakar minyak untuk sektor transportasi.

Widhyawan Prawiraatmadja, dosen SBM ITB, memperingatkan Indonesia untuk cermat dalam melihat dan menyikapi isu geopolitik ini.

“Persoalan krisis energi saat ini bukan hanya ketidakseimbangan antara supply-demand, namun ada faktor lain yaitu perang sehingga harga komoditas energi menjadi fluktuatif dan dalam konteks Indonesia pemerintah ada dalam pilihan sulit antara memberi subsidi lebih banyak atau menaikkan harga energi seperti BBM,” Widhyawan menjelaskan.

Pilihan pemerintah Indonesia untuk mempertahankan porsi energi fosil bahkan memberi subsidi melalui berbagai kebijakan semakin tidak relevan di waktu-waktu ini. Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa, menyatakan bahwa pelajaran yang dapat diambil dari dampak konflik Rusia-Ukraina utamanya pada negara Eropa adalah ketergantungan pada satu komoditas adalah suatu ancaman bagi ketahanan energi suatu wilayah.

“IEA juga mengkritik bahwa negara-negara Eropa gagal mengimplementasikan prinsip pertama dari ketahanan energi yaitu variasi suplai. Selain bergantung pada satu jenis komoditas, Eropa juga sangat bergantung pada satu negara sebagai pemasok, hal ini rentan untuk keamanan pasokan energi disana,” katanya.

Fabby melanjutkan, bahwa konflik Rusia-Ukraina memiliki dampak global yang signifikan pada pengembangan energi. Energi terbarukan lebih bersifat resilien dalam hal harga dan pasokan karena sifatnya yang lokal. Maka mengembangkan energi terbarukan di Indonesia semakin menjadi kebutuhan di masa depan untuk menjamin ketahanan energi.

Hindari Krisis Energi, Indonesia Perlu Percepat Pembangunan Energi Terbarukan

Jakarta, 11 Oktober 2021– Krisis energi di Eropa menjadi pelajaran bagi banyak negara, terutama Indonesia untuk dapat menjaga ketahanan energinya dengan mengurangi ketergantungan pada pasar energi fosil, mempersiapkan secara matang transisi energi, dan melakukan diversifikasi energi, terutama energi terbarukan.

William Derbyshire, Director, Economic Consulting Associates (ECA) UK menjelaskan bahwa ketergantungan Inggris terhadap energi fosil tercermin pada bauran pembangkit listriknya yang menempatkan porsi gas sebanyak 42%, sementara untuk energi terbarukan hanya didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB)  dengan porsi sebesar 16%.

“Jika krisis energi yang terjadi disebabkan oleh karena melonjaknya harga energi fosil, maka solusinya adalah melepas ketergantungan dari energi fosil dan beralih ke energi bersih,”jelas William dalam webinar daring “Energy Crisis in UK and Europe: Lesson learned for Indonesia Energy’s Transition” (11/10/2021) yang diselenggarakan oleh Clean, Affordable and Secure Energy for Southeast Asia (CASE).

Sejauh ini, PLTB menjadi andalan Inggris untuk menghasilkan listrik dari pembangkit energi terbarukan. Namun, PLTB ini mempunyai variabilitas yang tinggi meskipun dapat diprediksi dari catatan historis pola dan kecepatan angin di suatu titik tertentu. Namun menurut Gareth Davies, Managing Director, Aquatera, variabilitas ini  dapat dikurangi jika dapat mengidentifikasi wilayah baru dengan kecepatan angin tinggi dan membangun pembangkit baru di situ.

“Dengan mendistribusikan produksi (tenaga angin) di wilayah geografis yang luas, akan dapat membantu meningkatkan ketahanan energi dan menyimbangkan pasokan energi Inggris,” jelas Gareth.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa menegaskan bahwa volatilitas (perubahan) harga energi primer yakni energi fosil merupakan benang merah dari meluasnya krisis energi fosil.

“Perlu diingat bahwa krisis energi yang terjadi saat ini merupakan krisis energi fosil. Volatilitas harga energi fosil sangat tinggi. Kenaikan harga masing-masing energi fosil saling mempengaruhi,” tegas Fabby.

Di sisi lain, Fabby menjelaskan bahwa krisis energi memberikan pelajaran bagi Indonesia untuk  mempercepat transisi energi menuju energi terbarukan. Menurutnya, cadangan energi terbarukan di Indonesia yang melimpah merupakan kekuatan bagi Indonesia untuk berpindah dari energi fosil. Selain itu, untuk mencegah bertumpu pada satu sumber energi saja, menurutnya, Indonesia perlu melakukan diversifikasi pasokan energi dan meningkatkan energi efisiensi.

“Meningkatkan bauran energi terbarukan juga harus memikirkan penyimpanan energi dalam durasi waktu yang lama (long-term energy storage). Interkoneksi antar pulau dibutuhkan untuk mengatasi perbedaan permintaan energi antar pulau. Selanjutnya dalam perencanaan peta jalan transisi energi, perlu pula menyiapkan instrumen safeguard untuk melindungi akses energi bagi keluarga miskin,” tandasnya lagi.

Lebih lanjut, Fabby berpendapat agar setiap pihak dapat mengkomunikasikan dengan benar  tentang krisis energi yang terjadi di UK dan Eropa sehingga tidak ada kesalahan informasi yang menimbulkan kepanikan di masyarakat.

“Indonesia sendiri tidak perlu khawatir terhadap krisis energi yang terjadi di Eropa, China, Inggris, India, karena Indonesia mempunyai keunggulan untuk merancang transisi energi menuju dekarbonisasi lebih awal dengan lebih baik,” tutupnya.***

Siaran tunda webinar ini dapat diakses pada YouTube IESR pada tautan berikut: https://youtu.be/YnRd_GIy0eE