IESR dan Ford Foundation Menyerukan Pemusatan Keadilan dalam Kemitraan Transisi Energi

press release

Jakarta, 19 September 2023 – Institute for Essential Services Reform (IESR) dan Ford Foundation di Indonesia menyerukan kepada pemerintah Indonesia tentang pentingnya mengedepankan prinsip keadilan dalam upaya transisi energi di Indonesia, khususnya pada kemitraan transisi energi berkeadilan (Just Energy Transition Partnership atau JETP).

JETP adalah mekanisme pembiayaan inovatif yang bertujuan untuk mempercepat transisi energi yang dipimpin negara dari bahan bakar fosil, termasuk batubara, ke sumber energi terbarukan. JETP pada dasarnya menghubungkan paket keuangan yang terdiri dari pembiayaan konsesi (pinjaman lunak) dan hibah dari negara-negara donor, dengan inisiatif transisi energi di negara-negara Selatan.

Dalam laporan yang diluncurkan secara digital oleh IESR dan Ford Foundation hari ini, disebutkan bahwa pendanaan JETP yang dijanjikan tidak cukup untuk menutupi biaya seluruh proses transisi. Sebaliknya, dana ini berfungsi sebagai pendanaan awal untuk mengkatalisasi dan memobilisasi sumber pendanaan lainnya.

Laporan tersebut menyoroti hasil dan rekomendasi dari The JETP Convening, Exchange and Learning from South Africa, Indonesia, and Vietnam yang diselenggarakan pada 25-28 Juni 2023 lalu di Jakarta. Acara ini diselenggarakan oleh Ford Foundation, Institute for Essential Services Reform (IESR), dan African Climate Foundation.

“Karena pendanaan awal JETP memiliki batasan waktu, maka penting untuk menetapkan pencapaian dan proyek yang masuk akal serta dapat dicapai dalam jangka waktu yang disepakati dan mengembangkan strategi untuk memanfaatkan sumber pendanaan lain untuk menutupi biaya untuk mencapai target tahun 2030,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR.

Fabby juga menambahkan bahwa instrumen pembiayaan seperti pinjaman lunak, pinjaman komersial, ekuitas, dana jaminan, hibah dan instrumen lainnya harus dikaji secara cermat agar tidak terjadi ‘jebakan utang’ di masa depan. 

 “Pemerintah harus terus mengadvokasi permintaan hibah dan pinjaman lunak yang lebih besar untuk mencapai target yang disepakati tanpa menambah beban bagi negara penerima,” kata Fabby.

Hal ini ditegaskan Edo Mahendra, Kepala Sekretariat JETP Indonesia saat menjadi pembicara dalam diskusi panel bertajuk ‘Safeguarding the “Just” in Just Energy Transition Partnerships (JETP) and Other Emerging Climate Finance Models’ pada acara Climate Week tanggal 18 September 2023 di New York, Amerika Serikat

“Komponen pendanaan tertinggi masih berasal dari pinjaman komersial dan investasi dengan tingkat bunga non-konsesi. Oleh karena itu, penting untuk membangun kemitraan dan kolaborasi antara pemerintah, organisasi filantropi, dan sektor swasta,” kata Edo.

Ford Foundation di Indonesia memandang bahwa filantropi mempunyai peran penting dalam mendukung prinsip keadilan baik melalui pemerintah maupun langsung kepada masyarakat yang terkena dampak. Mereka mempunyai kemampuan untuk bertindak lebih cepat dibandingkan pemerintah dan menjembatani kesenjangan antara pemerintah dan masyarakat. Filantropi juga dapat mendukung pengembangan sumber daya manusia dengan memberikan bantuan teknis, peningkatan kapasitas, pelatihan, dan pertukaran pengetahuan.

Prinsip berkeadilan juga harus diterapkan untuk memitigasi dampak transisi energi terhadap masyarakat. Dukungan kepada inisiatif sosial-ekonomi alternatif di bidang-bidang ini penting dilakukan agar gagasan keadilan memihak kepada seluruh kelompok masyarakat. Hal ini termasuk memberikan peningkatan keterampilan dalam peralihan dari bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan, mendidik dan membantu pemerintah daerah untuk menyesuaikan strategi dan rencana pembangunan ekonomi mereka untuk jangka panjang, serta menciptakan pendanaan yang didedikasikan untuk mengatasi dampak peralihan dari penggunaan batu bara.

Peralihan dari bahan bakar fosil ke sumber daya rendah karbon tidak hanya berdampak pada perekonomian di tingkat lokal tetapi juga di tingkat regional atau bahkan nasional. Masyarakat yang tinggal di daerah yang bergantung pada bahan bakar fosil harus beradaptasi dengan lingkungan baru, serta menyesuaikan keterampilan dan pengetahuannya yang mungkin sulit dilakukan dalam waktu singkat.

Alexander Irwan, Direktur Regional Ford Foundation di Indonesia, mengatakan penerapan JETP harus memenuhi prinsip dasar unsur keadilan.

“Elemen keadilan sosial harus dimasukkan dalam diskusi dan rencana transisi. Konsep keadilan harus menjadi pusat perhatian, memastikan transisi yang adil bersifat inklusif bagi semua kelompok atau komunitas, khususnya pekerja, anak-anak, perempuan, dan komunitas lokal yang sangat bergantung pada rantai pasokan bahan bakar fosil,” kata Alex.

Komitmen Indonesia Terhadap Transisi Energi Pengaruhi Peluang Pembiayaan

press release

Jakarta, 18 September 2023 – Transisi energi di sektor ketenagalistrikan yang mengedepankan prinsip berkeadilan dan secara biaya terjangkau bagi masyarakat memerlukan kombinasi faktor strategis, komitmen jangka panjang, kebijakan yang mengarah pada peluang investasi untuk pengembangan energi terbarukan dan inovasi teknologinya. Hal ini diungkapkan oleh Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi, Institute for Essential Services Reform (IESR).

“Semua bentuk investasi, terutama untuk infrastruktur energi yang masa operasinya mencapai lebih dari dua dekade, memerlukan kepastian hukum dan kebijakan jangka panjang terkait investasi tersebut. Hal ini penting agar pengembang proyek energi dan lembaga keuangan dapat memperhitungkan risiko dari proyek tersebut. Apalagi, proyek energi terbarukan relatif memerlukan investasi besar di awal dibandingkan sumber energi lainnya. Dengan komitmen target jangka panjang dan juga sinergi dari berbagai kebijakan dan regulasi yang ada, maka tingkat resiko investasi dapat ditekan sehingga proyek energi terbarukan tetap bankable dengan pendanaan bunga rendah,” jelas Deon.

Febrio Nathan Kacaribu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia dalam Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023 mengatakan bahwa setiap transisi yang dilakukan oleh negara berkembang seperti Indonesia harus berlangsung secara adil dan terjangkau. Ia menilai, untuk mencapai Updated Nationally Determined Contribution (NDC) atau NDC yang dimutakhirkan sebesar 29% tanpa syarat (dengan usaha sendiri) pada 2030 di sektor energi mencapai Rp3.900 triliun. Sementara kebutuhan finansial untuk Enhanced NDC (ENDC) dengan target penurunan emisi tanpa syarat sebesar 31,89%, saat ini masih dalam proses estimasi.

Febrio memaparkan, pihaknya telah melakukan beberapa terobosan dalam upaya pembiayaan transisi energi di Indonesia di antaranya dengan memperluas investasi melalui sukuk hijau yang total mobilisasi investasi dari penerbitan sukuk hijau mencapai USD 6,54 miliar dari periode 2018-2022, serta implementasi beberapa kerangka kerja regulasi dalam Energy Transition Mechanism (ETM) telah dilakukan. Febrio menekankan kolaborasi untuk blended finance (pendanaan campuran) dengan sektor swasta semakin berpeluang besar.

“Salah satu hambatan dari sektor swasta (untuk berinvestasi di transisi energi-red) adalah kurangnya pemahaman yang sama atau taksonomi. Tahun ini, dengan Indonesia sebagai ketua ASEAN, salah satu yang disepakati adalah kegiatan transisi juga akan mencakup pengakhiran dini operasional PLTU batubara yang termasuk dalam taksonomi keuangan transisi. Terdapat ketentuan hijau dengan batasan tertentu yang dapat dibiayai sektor swasta, misalnya, jika pensiun dini sebelum 2040, maka sektor swasta bergabung (membiayai-red),” ungkap Febrio.

Dadan Kusdiana, Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) mengatakan tren biaya energi terbarukan cenderung menurun sementara energi fosil, seperti batubara semakin meningkat. Menurutnya, meskipun kebutuhan investasi untuk bertransisi energi sangat besar, namun Indonesia memiliki potensi energi terbarukan dan berbagai bentuk pembiayaan yang juga berasal dari berbagai organisasi internasional.

“Investasi yang besar (untuk transisi energi-red) sebenarnya menjadi peluang untuk mentransisi sektor energi.  Memang akan ada peningkatan biaya, namun kita akan merasakan manfaat dari penurunan biaya energi terbarukan dalam periode jangka yang panjang,” jelas Dadan.

Jonathan Habjan, Konselor Ekonomi Kedutaan Besar Amerika Serikat untuk Indonesia mengatakan transisi energi bukan proses yang mudah, dan melibatkan banyak orang dalam jangka waktu yang panjang sehingga perlu dilakukan dengan benar dan efisien 

“Tentu ini akan memakan biaya yang besar, membutuhkan banyak usaha, dan mengubah cara bisnis dalam banyak hal,” ungkapnya.

Jonathan menambahkan untuk memastikan bahwa transisi energi berlangsung secara adil, maka perlu melibatkan masyarakat yang tergolong rentan termasuk kelompok masyarakat yang masih bekerja di industri batubara.

Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) menyelenggarakan Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023 pada 18-20 September 2023.

Transformasi Sektor Ketenagalistrikan Menjadi Langkah Strategis dalam Mempercepat Pengurangan Emisi

press release

Jakarta, 18 September 2023 – Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong Indonesia untuk mempercepat transformasi sektor ketenagalistrikan. Hal ini menjadi fokus diskusi dalam Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2023 yang diselenggarakan oleh ICEF dan IESR bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM). IESR dan ICEF menganggap transisi energi di sektor ketenagalistrikan merupakan langkah strategis yang secara beriringan menurunkan emisi di sektor lainnya seperti sektor transportasi dan industri.

“Fokus saat ini semestinya ada pada pengembangan energi terbarukan untuk menjadi tulang punggung energi primer di Indonesia. Inovasi teknologi dalam hal pembangkitan energi dari energi terbarukan yang potensial seperti biomassa, geothermal, hidro, surya, angin, dan lainnya perlu meningkat,” ungkap Bambang Brodjonegoro, Ketua ICEF.

Bambang menyoroti bahwa Pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmen yang jelas untuk bertransisi energi yang disuarakan secara aktif melalui berbagai forum internasional dan diplomatik, dengan tekad untuk mendorong lebih banyak kerja sama dan investasi ramah lingkungan untuk transisi energi.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif mengatakan dalam sambutannya pada IETD 2023 bahwa transisi energi membutuhkan transformasi yang signifikan dari infrastruktur, khususnya untuk negara berkembang. Menurutnya, hal tersebut menjadi tantangan tersendiri dalam proses transisi energi di Indonesia.

“Ketidaktersediaan infrastruktur yang mendukung, investasi yang terbilang tinggi dengan pendanaan yang terbatas menjadi beberapa tantangan transisi energi di Indonesia. Indonesia berkolaborasi dengan negara lain untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut untuk menyediakan teknologi yang bersaing, pembiayaan yang kompetitif, akses yang mudah untuk pembiayaan yang berkelanjutan, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusianya,” jelas Arifin.

Yudo Dwinanda Priaadi, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, turut menjelaskan, “Pendanaan kita dapatkan dengan trust, oleh karena itu program-program yang berjalan juga harus selaras dengan rencana global. Saat ini pendanaan JETP sedang diperjuangkan dan masih terus dimatangkan melalui diskusi antara pemerintah Indonesia dan IPG di New York, AS.” 

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR dan ICEF menyebut salah satu hal istimewa dalam IETD 2023 ialah pertama kalinya diselenggarakan bersama oleh Kementerian ESDM. Ia juga menekankan agar transisi energi berjalan adil, aman, dan bermanfaat bagi seluruh warga negara, maka memerlukan perencanaan yang matang dan melibatkan seluruh kelompok masyarakat. Menurut Fabby, transisi energi di sektor ketenagalistrikan menjadi sektor strategis yang mudah untuk pengurangan emisi karena 3 hal seperti kelayakan teknologi pengganti (energi terbarukan-red), integrasi jaringan listrik yang bisa direncanakan, dan manfaat ekonomi dari semakin murahnya energi terbarukan. 

“Faktor teknologi tersebut mencakup integrasi energi terbarukan, solusi penyimpanan energi, interkoneksi serta fleksibilitas sistem tenaga listrik. Kemudian, integrasi jaringan listrik di mana pembangkit listrik dapat dengan mudah diintegrasikan ke dalam jaringan listrik yang sudah ada. Sumber energi terbarukan seperti angin dan matahari dapat ditambahkan secara bertahap, sehingga memudahkan peningkatan produksi energi ramah lingkungan tanpa gangguan signifikan terhadap pasokan energi. Selain itu, ada juga manfaat ekonomi di mana biaya teknologi energi terbarukan yang semakin kompetitif dengan bahan bakar fosil,” tutup Fabby.