Antara Rendahnya Target Energi Terbarukan dan Ambisi Pertumbuhan Ekonomi yang Tinggi

Jakarta, 20 Februari 2024 – Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai langkah Dewan Energi Nasional (DEN) melakukan penyesuaian target bauran energi terbarukan di Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional dari semula 23 persen menjadi 17-19 persen pada 2030 merupakan langkah mundur karena tidak sesuai dengan cita-cita pengurangan emisi dan pencapaian target net-zero emission Indonesia pada 2060 atau lebih cepat yang telah dicanangkan.

Fabby menyoroti pula agenda transisi energi yang diusung masing-masing pasangan calon presiden dalam pemilu 2024, yang memuat sejumlah target bauran energi terbarukan hingga tahun 2030 dalam wawancara dengan program Squawk Box

Menurutnya, masing-masing kandidat telah memiliki agenda transisi energi, salah satunya kehendak untuk mengejar target bauran energi terbarukan sama dengan Kebijakan Energi Nasional yang berlaku saat ini, berkisar antara 27-30 persen pada 2030. Selain itu, masing-masing kandidat juga memiliki komitmen untuk membatasi operasi PLTU batubara.

“Untuk pasangan 02, yang terlihat jelas adalah peningkatan penggunaan biofuel untuk mengganti atau mengurangi subsidi BBM seperti disampaikan pada saat kampanye,” kata Fabby. Pasangan calon presiden dan wakil presiden bernomor urut dua menargetkan  persentase campuran biofuel sebesar 50 persen pada tahun 2029, juga pemanfaatan etanol 10-20 persen.

Lebih jauh, Fabby menegaskan untuk sektor ketenagalistrikan, tujuan pengakhiran operasional PLTU batubara secara dini harus dibarengi dengan penambahan porsi energi terbarukan yang lebih besar. Selain untuk menggantikan daya listrik yang awalnya dipenuhi oleh PLTU batubara, pembangkit energi terbarukan juga harus mencukupi kebutuhan proyeksi pertumbuhan listrik di masa mendatang. Apalagi Indonesia berambisi untuk  mengejar pertumbuhan ekonomi hingga misalnya 6-7 persen, maka kebutuhan listrik diproyeksikan akan tumbuh lebih besar lagi. 

“Hitungan IESR, untuk mencapai berbagai target tersebut bauran energi terbarukan pada 2030 harus mencapai 40 persen, hal ini agak berbeda dengan penyesuaian target yang dibuat DEN saat ini,” jelas Fabby.

Fabby menambahkan PR pemerintahan baru terkait di sektor energi nanti adalah melakukan percepatan pembangunan energi terbarukan utamanya pada sub-sektor ketenagalistrikan dan bahan bakar cair.

Persiapan Transisi Energi di Sumatera Selatan bagi Kaum Muda

Palembang, 5 Desember 2023 – Meningkatnya intensitas bencana hidrometeorologi dalam satu dekade terakhir mengindikasikan perubahan iklim sedang berlangsung saat ini. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres, menyebut bahwa di tahun 2023 bumi telah memasuki era pendidihan global (global boiling), di mana bulan Juli 2023 tercatat sebagai hari terpanas sepanjang sejarah.

Perubahan iklim terjadi akibat tingginya emisi gas rumah kaca. Sektor energi termasuk penghasil emisi tertinggi, terutama dengan penggunaan energi fosil seperti batubara. Indonesia merupakan salah satu negara dengan produsen batubara, dengan 80% hasil batubaranya untuk kebutuhan ekspor. Produksi batubara Indonesia terkonsentrasi pada empat provinsi di Indonesia yaitu Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, dan Sumatera Selatan. Sumatera Selatan merupakan lumbung pangan dan energi untuk pulau Sumatera. Batubara yang dihasilkan Sumatera Selatan akan digunakan untuk membangkitkan listrik yang memasok seluruh kebutuhan listrik di pulau Sumatera bahkan menurut proyeksi akan mengekspor listrik hingga ke Singapura.

Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan Institute for Essential Services Reform (IESR), dalam kuliah umum di Universitas Sriwijaya mengutip survey terkait fenomena perubahan iklim yang sedang terjadi ini, orang muda dengan rentang usia 24-39 tahun memiliki kekhawatiran tinggi terhadap krisis iklim dan dampaknya.

“Transisi energi menjadi suatu upaya sistematis untuk memitigasi dampak krisis iklim yang semakin sering kita rasakan,” ujar Marlistya Citraningrum yang akrab disapa dengan Citra.

Perubahan sistem energi ini juga membawa dampak ikutan lainnya yaitu tumbuhnya kebutuhan tenaga kerja yang memiliki skill dan wawasan keberlanjutan. 

Namun antusiasme anak muda untuk terjun di bidang pekerjaan hijau terbentur beberapa hal, salah satunya masih terbatasnya informasi tentang pekerjaan hijau dan lowongan kerja di bidang pekerjaan hijau. 

“Dalam proses transisi energi, anak-anak muda dapat mengambil peran sesuai dengan keahlian masing-masing, tidak terbatas pada bidang teknik engineering saja. Jurusan sosial seperti ekonomi, hubungan internasional juga dapat berkontribusi pada proses transisi energi,” kata Citra.

Citra menambahkan bahwa saat ini sejumlah tantangan masih dihadapi pengembangan pekerjaan hijau di Indonesia, salah satunya terkait sertifikasi. Saat ini sertifikasi pekerjaan hijau masih terbatas pada sektor teknis yang terkait dengan pembangkitan listrik berbasis energi terbarukan. 

Di sisi lain, pengurangan dan penghentian penggunaan batubara dan beralih ke energi terbarukan akan berdampak pada aspek sosial dan ekonomi di daerah penghasil batubara di Indonesia. Hari Wibawa, Kepala Bidang Perekonomian dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Sumatera Selatan, dalam kesempatan yang sama, mengatakan cadangan batubara di provinsi Sumatera Selatan akan habis dalam 12 tahun, sehingga diversifikasi ekonomi menjadi sangat penting untuk menghindari guncangan ekonomi yang besar saat sektor batubara sudah berhenti.

“Prioritas kami (pemerintah) saat ini adalah integrasi rencana transisi energi ke dalam RPJPD sehingga setiap aksi atau aktivitas sudah memiliki payung legalitas yang kuat,” kata Hari.

IETO 2024: Indonesia Perlu Bangun Momentum Capai Puncak Emisi Sektor Energi di 2030

Jakarta, 12 Desember 2023 -Indonesia menargetkan untuk mencapai puncak emisi gas rumah kaca (GRK) pada 2035 untuk selanjutnya melandai hingga tercapai net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih awal. Transformasi di sektor energi Indonesia, yang menjadi sumber emisi dengan dominasi energi fosil pada suplai energi domestik sekitar 90,4 persen, beralih ke energi terbarukan menjadi upaya krusial untuk menekan emisi. 

Sayangnya, Institute for Essential Services Reform (IESR), mengamati tren pembangunan energi terbarukan cenderung melambat yakni hanya mencapai 0,97 GW dari target 3,4 GW pada kuartal keempat 2023. Artinya, jika tren ini berlanjut, Indonesia justru tidak akan mencapai puncak emisi karena stagnasi dekarbonisasi sektor daya (power) sedangkan emisi sektor permintaan (demand) terus naik. Hal ini membuat, langkah Indonesia untuk menurunkan emisi akan  semakin sulit jika tidak disertai ambisi penurunan emisi yang tinggi dan komitmen politik yang kuat. 

Pembahasan upaya Indonesia dalam meraih puncak emisi pada 2030 yang berpotensi sebagai tonggak transformasi ke energi terbarukan secara besar-besaran atau justru mengakhiri harapan untuk mencapai target NZE lebih cepat, merupakan topik utama dalam laporan unggulan IESR berjudul Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024.

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa menyampaikan tahun ini, IETO 2024 hadir dengan lebih komprehensif dalam  memantau perkembangan dan proyeksi transisi energi di Indonesia. Menurutnya, Indonesia telah mengeluarkan rencana dan komitmen transisi energi dengan terbitnya beberapa kebijakan pemerintah seperti Perpres 112/2022 tentang percepatan pembangunan energi terbarukan, dan pemutakhiran Kebijakan Energi Nasional (KEN) oleh Dewan Energi Nasional. Namun implementasi untuk mempercepat transisi energi masih membutuhkan dukungan dari segi regulasi dan investasi.

“IESR melalui IETO 2024 mencoba mengukur proses transisi energi dalam berbagai sektor, seperti ketenagalistrikan, industri, transportasi dan bangunan. Kami juga konsisten menilai kondisi pendukung (enabling condition), khususnya di sektor ketenagalistrikan, yang menentukan kesuksesan atau kegagalan transisi energi di Indonesia. Terdapat empat enabling condition yakni kerangka kebijakan dan regulasi, dukungan pendanaan dan investasi, aplikasi dari teknologi serta dampak sosial dan dukungan masyarakat,” ujar Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR  dalam media briefing Indonesia Energy Transition Outlook 2024. 

IETO 2024 juga menyoroti agar dapat mencapai target emisi kesepakatan Just Energy Transition Partnership (JETP) 250 MtCO2e/y pada tahun 2030, hasil simulasi IESR menunjukkan Indonesia perlu mengurangi 4,29 GW PLTU batubara dan diesel hingga 2030. Selain itu, Indonesia harus menggenjot pembangunan energi terbarukan setidaknya 30,5 GW tambahan hingga 2030.

Pintoko Aji, Analis Energi Terbarukan IESR menyebutkan penetrasi energi terbarukan variabel (PLTS dan PLTB) yang tinggi akan membuat konsep pembangkit baseload atau pembangkit yang beroperasi secara berkesinambungan dengan kapasitas yang tinggi, menjadi tidak relevan.

“Dengan adanya kebutuhan untuk meningkatkan penetrasi variable renewable energy (VRE), sistem ketenagalistrikan Indonesia membutuhkan sistem yang lebih fleksibel dan responsif. Makna fleksibel berarti tingkat sistem ketenagalistrikan dapat menyesuaikan dengan beban dan sebagai reaksi variabilitas produksi listrik dari VRE. Untuk melakukannya, diperlukan pendalaman materi untuk pembatasan kontraktual, misal perubahan kontrak (legal) dari menerima atau membayar (take-or-pay) ke menerima dan membayar (take-and-pay) dan insentif fleksibilitas,” ujar Pintoko Aji, Analis Energi Terbarukan.

Pintoko Aji, Analis Energi Terbarukan IESR
Pintoko Aji, Analis Energi Terbarukan IESR

IESR mendorong agar pemerintah menunjukkan komitmen politik (political will) yang lebih kuat dan langkah-langkah yang konkret untuk mempercepat penetrasi energi terbarukan. Selain itu, , strategi dekarbonisasi perlu diterapkan di seluruh sektor agar saling mendukung. IESR memandang presiden baru yang akan terpilih pada Pemilu 2024 harus menciptakan momentum transisi energi sedari awal kepemimpinan.

Seluruh pembahasan mengenai status dan analisis sektor energi untuk mendorong percepatan transisi energi terangkum pada Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024. Terbit sejak 2017 dengan Indonesia Clean Energy Outlook (ICEO) yang kemudian bertransformasi menjadi IETO di 2019.

“Selain merangkum keberjalanan transisi energi Indonesia selama setahun terakhir, IETO kali ini juga secara komprehensif memproyeksikan kebijakan sektoral di masing-masing sektor energi dan mengkontraskannya dengan target jangka panjang. Ini dapat menjadi masukan bagi pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan di masing-masing sektor ketenagalistrikan, transportasi, industri dan gedung untuk meningkatkan target dan level implementasi mitigasi emisi sektoralnya,” jelas Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi IESR

IESR akan melakukan diskusi dan peluncuran laporan Indonesia Energy Transition Outlook 2024 pada 15 Desember 2023. Untuk pendaftaran dapat mengunjungi s.id/IETO2024

Kontan | Begini Gambaran Transaksi PLTU Cirebon 1 yang Akan Selesai pada Semester I 2024

PLTU Cirebon 1 akan dipangkas umurnya tujuh tahun lebih awal di mana pembangkit ini hanya akan beroperasi sampai Desember 2035 dari sebelumnya sampai Juli 2042. Adapun proyek ini telah mengantongi komitmen pendanaan dari skema energi transition mechanism (ETM) dan transaksi ini dapat selesai pada semester I 2024.

Baca selengkapnya di Kontan.