Menelusuri Manfaat Energi Terbarukan di Tanah Pasundan

Bandung, 24 Januari 2024 – Energi terbarukan menjadi sebuah keharusan yang perlu terus didorong pemanfaatannya menuju keberlanjutan dan pengurangan dampak lingkungan. Di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, upaya untuk meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan semakin menjadi fokus. Berdasarkan data Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat, wilayah tersebut memiliki potensi energi terbarukan mencapai 192 GW (gigawatt).

Untuk melihat lebih dekat berbagai perkembangan energi terbarukan di sektor industri dan masyarakat di Jawa Tengah, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat bekerjasama dengan Institute for Essential Services Reform (IESR) menyelenggarakan Jelajah Energi Jawa Barat selama empat hari yakni  23-26 Januari 2024. Pada hari kedua, terdapat dua pembangkit energi terbarukan milik PT PLN Nusantara Power, dan satu desa yang dikunjungi rombongan, yakni  PLTMH Gunung Halu, Kab. Bandung Barat.

PLTA dan PLTS Cirata: Dua Kekuatan Energi Terbarukan yang Berjalan Seiring

PLTA Cirata, salah satu pembangkit listrik tenaga air yang memberikan kontribusi signifikan terhadap penyediaan energi bersih di Jawa Barat. Ristanto Handri W, Senior Officer PJB UP PLTA Cirata memaparkan, PLTA tersebut memiliki sistem transmisi interkoneksi 500 kV Jawa Madura Bali. 

“PLTA yang dibangun pada dekade 1980-an ini memiliki delapan pembangkit listrik dengan total kapasitas 1.008 megawatt (MW).PLTA ini terbesar di Indonesia dan nomor dua se-Asia Tenggara (setelah PLTA di Vietnam, red),” ujar Ristanto. 

Sementara itu, PLTS Cirata menjadi bukti bahwa energi surya dapat diintegrasikan ke dalam portofolio energi Jawa Barat. Dimas Kaharudin,  Direktur Operasional PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energy (PMSE) menyatakan, PLTS Cirata memiliki kapasitas produksi listrik sebesar 192 megawatt peak (MWp) memiliki potensi untuk penambahan kapasitas hingga mencapai 1000 MWp. 

“Agar pulau panel surya tidak bergerak maka menggunakan jangkar. Satu pulau memerlukan 150 jangkar yang terletak di pinggir pulau tersebut. Satu pulau berkapasitas 15,7 MWp. Keberadaan PLTS ini membuktikan energi bersih dapat bersaing kompetitif secara ekonomis dengan energi fosil,” kata Dimas. 

Dimas menegaskan, terdapat kombinasi PLTA dan PLTS yang berada di satu wilayah bisa membuat pasokan listrik tetap stabil. Misalnya saja seperti PLTA dan PLTS Terapung Cirata yang dikelola oleh PT Pembangkit Jawa Bali (PJB). 

“Ketika PLTA produksinya rendah ketika musim kemarau, maka PLTS akan produksi tinggi. Begitu juga sebaliknya, ketika musim hujan ketika PLTS produksinya menurun, tapi PLTA-nya produksinya naik. Sehingga dengan dua musim (hujan dan kemarau, red), penggunaan energi terbarukan di Cirata dapat bermanfaat secara maksimal,” kata Dimas. 

PLTMH Gunung Halu: Memberdayakan Energi Mikro untuk Komunitas Lokal

Adanya kearifan lokal mendorong terhadap pemahaman mengenai pola alam sekitar yang terbukti mampu membawa masyarakatnya berdaya. Misalnya saja di Kampung Tangsijaya, Desa Gununghalu, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Warga sekitar memanfaatkan dan mengolah arus sungai menjadi energi listrik melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Pengelola PLTMH Gunung Halu, Toto Sutanto memaparkan, PLTMH Gunung Halu memiliki kapasitas sekitar 18 kWh, yang dapat mengaliri listrik ke 80 rumah di Kampung Tangsijaya. Tidak sekadar memberikan listrik untuk puluhan rumah, energi listrik dari PLTMH juga mendukung operasional pabrik kopi, yang menjadi sentral perekonomian di kampung tersebut.

“Kami memanfaatkan debit air sungai sebesar 400 liter/detik dan head setinggi 8 meter. Listrik yang dihasilkan dari PLTMH disalurkan ke rumah warga dan mereka hanya dikenakan iuran Rp 25 ribu per bulan. Sementara fasilitas umum, seperti sekolah dan masjid, serta rumah warga lansia tidak dipungut iuran listrik,” ujar Toto. 

Air Menggerakkan Produksi Kopi Dusun Tangsi Jaya

Bandung, 24 Januari 2024 – Suasana sejuk dan rintik-rintik hujan membasahi tanah menyambut tim Jelajah Energi Jawa Barat ketika tiba di Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Gunung Halu. Perjalanan yang berkelok-kelok dan menempuh waktu sekitar 3-4 jam dari Purwakarta, membawa tim tersebut ke sebuah lokasi yang menjadi perwujudan inovasi dan pemberdayaan masyarakat setempat. PLTMH Gunung Halu menjadi salah satu pemberdayaan energi mikrohidro yang dikelola oleh komunitas setempat. Dengan memanfaatkan potensi air sungai yang melimpah, PLTMH ini mampu menghasilkan listrik secara berkelanjutan tanpa menghasilkan emisi karbon yang tinggi. 

Pengelola PLTMH Gunung Halu, Toto Sutanto menjelaskan, sebelum adanya PLTMH, warga Dusun Tangsi Jaya kekurangan penerangan serta tidak memiliki peralatan elektronik seperti penanak nasi (rice cooker), kulkas, dan televisi. Bahkan, sebelum tahun 2000, Dusun Tangsi Jaya tidak memiliki akses listrik, mereka mengandalkan lampu minyak untuk menerangi rumah sehari-hari. Jumlah penduduk yang minim, hingga hambatan akses serta jarak menjadi beberapa faktor jaringan listrik tidak masuk ke dusun tersebut pada momen itu. 

“Dengan kondisi tersebut, muncul inisiatif warga untuk memanfaatkan arus sungai Ciputri dengan menggunakan kincir air sederhana selama 10 tahun lamanya. Hingga kemudian, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Barat melihat potensi PLTMH tersebut dan memberi bantuan. Kini warga sekitar sudah bisa memanen senyum karena memperoleh listrik yang bersih dan murah,” terang Toto. 

Toto menegaskan, dengan adopsi energi terbarukan melalui PLTMH Gunung Halu, kampung tersebut lebih mandiri dengan adanya pencahayaan dan listrik yang mendukung kehidupan sehari-hari warganya. Pengelolaan PLTMH tersebut diserahkan kepada warga setempat yang tergabung dalam koperasi. Setelah Dusun Tangsi Jaya memiliki PLTMH, jaringan listrik milik PLN masuk ke dusun tersebut. Namun demikian, mayoritas warga memilih tetap menggunakan aliran listrik dari PLTMH. 

“Sekitar 80 dari hampir 100 rumah yang berada di Dusun Tangsi Jaya memilih menggunakan listrik PLTMH karena lebih murah dan stabil. Sedangkan sisanya menggunakan listrik dari PLN maupun memakai keduanya. Dari sisi harga, listrik dari PLTMH lebih murah, sekitar Rp25 ribu per bulan, dibandingkan iuran listrik PLN yang mencapai Rp50 ribu per bulan. Namun demikian, untuk fasilitas umum tidak dikenakan tarif dalam pemanfaatan listrik dari PLTMH, begitu juga dengan lansia,” kata Toto. 

Menurut Toto, tak sekadar penerangan semata, PLTMH tersebut mendorong warga untuk menjaga kelestarian alam sekitar. Operasional PLTMH yang perlu aliran air yang stabil membuat warga sekitar enggan untuk merusak hutan di sekitar dusun. Sebab, apabila hutan dibabat habis, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap aliran sungai yang menjadi sumber tenaga dari PLTMH. Kelestarian hutan yang masih asri berperan dalam menjaga aliran air Sungai Ciputri untuk tenaga PLTMH. 

“Agar bisa dimanfaatkan lebih luas, PLTMH Gunung Halu memiliki rencana untuk menambah satu unit. Dijadwalkan dibangun pada Februari 2024, unit PLTMH baru itu dapat menghasilkan listrik dengan kapasitas 30 kilowatt. Dengan penambahan kapasitas yang cukup signifikan, pasokan listrik dari unit PLTMH baru rencananya akan dialokasikan sepenuhnya untuk kebutuhan listrik warga,” terang Toto.  

Toto menuturkan, PLTMH yang sudah ada nantinya akan dialihkan fungsi untuk memasok tenaga bagi industri pengolahan kopi yang dijalankan oleh warga setempat. Kesuksesan Tangsi Jaya dalam mencapai swasembada energi memanfaatkan sumber energi dari mikrohidro membuat dusun tersebut menjadi percontohan dalam pengembangan PLTMH. Khusus untuk pemeliharaan, Toto memberdayakan pemuda sekitar untuk keberlangsungan PLTMH. Mereka bertugas untuk menagih iuran serta memastikan arus air tidak terhambat.

Memanen Kopi dari Energi Terbarukan

Dusun Tangsi Jaya tidak hanya menikmati PLTMH dalam aktivitas sehari-hari saja, melainkan juga untuk memproduksi kopi. Ketika tim Jelajah Energi Jawa Barat tiba di pusat pengolahan kopi, tercium aroma kopi yang khas, hangat, dan menggoda. Toto menuturkan, tersebut dua jenis kopi Gunung Halu yakni arabika dan robusta, dengan pengolahan dilakukan dengan light roast, medium roast dan dark roast serta beberapa varian kopi tersebut yakni natural, honey, full wash dan wine. 

“Dari PLTMH, listrik masuk ke pabrik kopi terlebih dahulu untuk pengolahan kopi. Jika di hitung-hitungan, pabrik kopi hanya menggunakan 12 kWh kalau semua mesin digunakan. Apabila listrik tidak kuat karena mesin digunakan semuanya, pasti kami off (mematikan aliran listrik, red) terlebih dahulu ke warga. Tapi alhamdulilah sampai sekarang, saya tidak pernah mematikan listrik ke warga,” tambah Toto.

Toto bercerita, pusat pengolahan kopi tersebut diprakarsai dukungan Universitas Darma Persada (Unsada) melalui program desa mandiri energi dan ekonomi. Bermula adanya kelebihan daya 3 kW menjadi jalan mengoperasikan energi terbarukan ke sektor ekonomi. Pusat pengelolaan kopi ini juga mendapat donor dari Jepang sebesar Rp1,98 miliar pada 2017 untuk menerapkan ekonomi sirkular yang mampu berkontribusi positif terhadap kehidupan sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup.

“Saat ini pengolahan kopi terus berjalan dan koperasi selalu mendorong memberdayakan masyarakat sekitar. Misalnya saja kita membuka lowongan pekerjaan kepada ibu-ibu ketika panen raya. Harga kopi dari petani dibeli lebih tinggi. Hal ini dilakukan agar mereka mau merawat tanaman dan juga hutannya,” ujar Toto.