Insentif Cara Dongkrak Adopsi Kendaraan Listrik

5 April 2023 – Subsidi kendaraan listrik akhir-akhir ini menjadi bahasan menarik di sosial media. Beberapa menganggap kebijakan ini tidak sesuai kebutuhan, namun lainnya berpendapat bahwa kendaraan listrik akan membantu proses transisi energi. Dalam acara Ruang Publik KBR yang diselenggarakan secara daring pada 20 Maret 2023, Ilham R.F. Surya, Peneliti Kebijakan Lingkungan IESR, menjelaskan pemberian insentif kendaraan listrik akan berguna dalam merangsang adopsi kendaraan listrik. Selain itu, pemerintah perlu pula menerapkan strategi Avoid-Shift-Improve (ASI) untuk menekan emisi di sektor transportasi. 

Menurut Ilham, penggunaan paradigma Avoid-Shift-Improve (ASI) akan membantu mengurangi emisi karbon, terutama untuk sektor transportasi sebagai salah satu penyumbang emisi terbesar. 

“Jika memungkinkan, lakukan avoid terlebih dahulu, seperti mengurangi perjalanan yang tidak diperlukan. Apabila tidak, lakukan shift dengan menggunakan transportasi umum. Pilihan terakhir adalah improve, atau menggunakan teknologi yang lebih ramah lingkungan,” jelas Ilham.

Lebih jauh, ia menerangkan bahwa kendaraan listrik muncul untuk memenuhi kebutuhan teknologi ramah lingkungan. Secara emisi dan polutan, kendaraan listrik jauh lebih rendah daripada kendaraan bahan bakar, bahkan ketika sumber listriknya belum optimal atau masih menggunakan batubara. Menurutnya, menggunakan kendaraan listrik merupakan hal kecil yang dapat dilakukan secara individu dalam mengurangi emisi karbon, selain bijak menggunakan energi. Utamanya, sektor energi kini menjadi penyumbang terbesar emisi di Indonesia yaitu sekitar 26%.

Mengenai kesiapan Indonesia mengadopsi kendaraan listrik, Ilham menyatakan bahwa semua pihak masih saling tunggu-menunggu siapa yang akan terlebih dahulu menunjukkan kesiapan sebelum mengambil langkah lebih lanjut dalam pengembangan kendaraan listrik. Namun, yang akan paling berpengaruh adalah pemasangan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) atau unit pengisian daya, yang akan 3-4 kali lebih efektif dalam meningkatkan adopsi kendaraan listrik karena berkurangnya kecemasan akan jarak tempuh. Selain itu, kendaraan listrik sejauh ini sudah memberikan beberapa inovasi dalam teknologi, dan secara keamanan juga sudah sesuai dengan standar kendaraan pada umumnya.

Salah satu upaya untuk meningkatkan adopsi kendaraan listrik dari pemerintah adalah dengan memberi insentif, karena masih ada jurang antara harga kendaraan listrik dan kendaraan bahan bakar. Mengenai penerima dari insentif itu sendiri, Ilham menyatakan bahwa daya beli masyarakat Indonesia masih terbatas pada konsumen motor listrik, sementara mobil listrik lebih terjangkau untuk 1% masyarakat. Sehingga, untuk meningkatkan adopsi lebih cocok untuk diberikan kepada konsumen motor listrik. 

“Sebelum aturan subsidi ini dinaikkan, alangkah baiknya apabila syarat Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menjadi ketentuan yang wajib ada untuk subsidi, karena selain akan meningkatkan adopsi, akan sekaligus menyerap tenaga kerja dalam negeri,” jelas Ilham.

Kendaraan listrik juga dinilai Ilham dapat membantu untuk aksesibilitas di daerah terpencil. Walaupun demikian, tantangan yang muncul adalah listrik yang sering mengalami pemadaman bergilir di daerah. Tantangan adopsi kendaraan listrik lainnya meliputi harganya, tidak hanya harga kendaraan namun juga infrastrukturnya. Selain itu, ada juga kecemasan jarak karena infrastrukturnya yang belum memadai.

Di masa depan, Ilham menilai bahwa semakin meningkatnya teknologi, harga kendaraan listrik akan menurun. Jumlah penurunan per tahun sekitar 9%, sehingga pada 2030 diperkirakan akan setara dengan harga mobil bensin. Selain itu, dengan meningkatnya adopsi kendaraan listrik, diharapkan bahwa ketergantungan Indonesia akan bahan bakar yang sampai kini masih disubsidi akan berkurang. Dengan mengurangi emisi dan polusi, ditambah dengan mengurangi konsumsi bahan bakar, tentunya transisi energi akan berkembang lebih pesat.

“Namun tentunya, keputusan untuk membeli kendaraan listrik masih tergantung pada pembeli. Lihat dari keperluan dan penunjang infrastrukturnya, dan jangan bergantung pada fear of missing out (FOMO). Untuk sekarang, tentunya berikan insentif pada mereka yang lebih membutuhkan,” tutup Ilham.

Proyeksi mengenai kendaraan listrik di tahun 2023 terangkum pada Indonesia Electric Vehicle Outlook 2023.

Efektivitas Insentif Kendaraan Listrik Butuh Dukungan Pemerintah untuk Mereformasi Kebijakan Lainnya

Jakarta, 8 Maret 2023 – Pemerintah pada 6 Maret 2023 menetapkan insentif Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) berupa bantuan pembelian KBLBB sebesar Rp7 juta per unit untuk 200.000 unit sepeda motor listrik baru dan Rp7 juta per unit untuk konversi menjadi motor listrik untuk 50.000 unit sepeda motor BBM. Sementara, insentif untuk mobil listrik belum ditentukan besaran pastinya namun pemerintah merencanakan untuk memberikan bantuan kepada pembelian 35.900 unit mobil listrik dan 138 bus listrik. Pemerintah pun telah menyiapkan mekanisme pemberian insentif yang hanya ditujukan bagi produsen yang telah mendaftarkan jenis kendaran listrik yang memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) 40%. Insentif ini direncanakan akan mulai berlaku pada 20 Maret 2023 hingga 30 Desember 2023. 

Institute for Essential Services Reform (IESR) menyambut baik pemberian insentif ini untuk mendorong adopsi kendaraan listrik dan menumbuhkan industri kendaraan listrik dalam negeri sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih berkelanjutan, dan mengurangi laju permintaan BBM. Namun untuk mendorong adopsi kendaraan listrik yang lebih agresif dan menjamin efektivitas insentif diperlukan sejumlah reformasi kebijakan, di antaranya pengurangan subsidi BBM dan kebijakan untuk menghentikan secara bertahap (phase-out) kendaraan BBM, mulai dari kendaraan penumpang (passenger car) sebelum 2045, dan motor konvensional. IESR memandang, meskipun reformasi kebijakan tersebut bukan kebijakan populis, tapi perlu diambil oleh pemerintah dengan pertimbangan yang dalam.

Penggunaan kendaraan listrik  juga merupakan strategi untuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca yang tertuang dalam Nationally Determined Contribution (NDC), dengan target adopsi kendaraan listrik roda dua dan roda tiga mencapai 13 juta unit dan kendaraan listrik roda empat sebanyak 2 juta unit pada 2030. 

“Pemberian insentif ini merupakan langkah awal yang baik untuk meningkatkan permintaan kendaraan listrik. Dengan adanya persyaratan TKDN 40%, dapat mendorong investasi di sisi manufaktur dan rantai pasok komponen kendaraan listrik. Diharapkan dengan ini dapat tercapai skala keekonomian produksi kendaraan listrik dan mendorong kompetisi yang bisa berdampak pada penurunan harga kendaraan listrik sehingga mendongkrak adopsi kendaraan listrik lebih banyak lagi,” kata Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR. 

Fabby menambahkan adanya insentif konversi ke motor listrik diharapkan dapat membangun kapasitas teknisi dan bengkel konversi, serta menarik minat pelaku usaha untuk mengusahakan proses konversi dengan skala yang lebih besar.

“Temuan IESR, terdapat 6 juta unit motor konvensional per tahun dapat dikonversi ke motor listrik pada 2030. Untuk itu diperlukan ratusan bengkel konversi tersertifikasi, teknisi terampil untuk mengerjakan ini. Dukungan rantai pasok baterai, motor listrik, dan komponen lainnya sangat perlu sehingga biaya konversi semakin terjangkau oleh masyarakat,” jelas Fabby.

Selain persyaratan TKDN bagi produsen kendaraan listrik, IESR menyarankan agar pemerintah dapat menambahkan syarat performa kendaraan listrik dalam pemberian insentif di tahun depan.  

“Pemerintah dapat menambahkan syarat tambahan yang berkaitan dengan performa kendaraan listrik untuk mendorong peningkatan keandalan kendaraan listrik serta ekosistem riset dan pengembangan dari industri kendaraan listrik yang ada di Indonesia, Standar tersebut misalnya jarak tempuh kendaraan, kapasitas baterai minimal, dan efisiensi konversi,” ungkap Faris Adnan, Peneliti IESR.

Lebih lanjut, Faris menambahkan hal menarik lainnya dari insentif kendaraan listrik ini adalah prioritas pemberian insentif bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), khususnya penerima Kredit Usaha Kecil (KUR) dan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), termasuk pelanggan listrik 450-900 VA. Namun menurutnya pengendara motor penyedia transportasi online atau penyedia jasa logistik perlu pula menjadi prioritas.

“Pengendara ojek online atau logistik perlu diprioritaskan dalam pemberian bantuan ini, karena mereka memiliki jarak tempuh yang jauh per harinya sehingga manfaat ekonomi yang didapat bagi pengguna maupun pemerintah akan lebih besar. Jumlah bantuan yang ditawarkan pun perlu didorong lebih tinggi dibandingkan jumlah bantuan bagi penerima awam, yakni di atas Rp 7 juta,” urai Faris.

Ia juga menyoroti kapasitas daya terpasang calon pembeli prioritas. Charger baterai motor listrik sendiri memerlukan daya hingga 400W. Artinya jika melakukan pengisian daya baterai, maka akan banyak peralatan elektronik yang tidak bisa dipasang pada saat bersamaan. 

“Hal ini bisa diantisipasi dengan pemberian peningkatan daya tambahan saat pembeli prioritas membeli kendaraan listrik yang mendapat bantuan pemerintah, ” kata Faris. 

IESR memandang penggunaan KBLBB bahkan dapat nol emisi jika sumber pengisian dayanya berasal dari energi terbarukan. Berdasarkan analisis IESR dalam laporan Indonesia Electric Vehicle Outlook (IEVO) 2023, emisi yang dikeluarkan motor listrik dan mobil listrik lebih rendah 18% dan  25% dibandingkan motor dan mobil BBM. Namun, jika pengembangan energi terbarukan hanya mengacu pada RUPTL PLN 2021-2030, maka penurunan emisi dari motor listrik dan mobil listrik diproyeksikan tidak signifikan, hanya berkisar 6% dan 8% saja pada 2030.

“Dengan beberapa komitmen pemerintah serta dukungan transisi energi seperti Just Energy Transition Partnership (JETP), momentum ini bisa dipakai untuk juga mengakselerasi transisi sistem kelistrikan dengan membangun energi terbarukan dan menghentikan operasi PLTU batubara lebih dini. Akibatnya tentu faktor emisi jaringan yang lebih rendah sehingga manfaat kendaraan listrik untuk dekarbonisasi makin maksimal” jelas Deon Arinaldo, Manager Program Transformasi Energi, IESR.

Deon menambahkan kajian IESR bahkan melihat dengan kombinasi elektrifikasi transportasi dan juga akselerasi pengembangan energi terbarukan, bauran energi terbarukan Indonesia bahkan bisa melebihi 34% target bauran ET yang dicanangkan di JETP.***