Apakah Energi Fosil Benar-Benar Murah?
Tanpa Subsidi, Murah Mana PLTU dan Energi Terbarukan?

Adanya Anggapan:
“Biaya energi terbarukan mahal dan kualitas energinya belum sepenuhnya dapat diandalkan, sementara PLTU masih dapat diandalkan dan murah sehingga tidak perlu pensiun dini.”
Namun:
Harga listrik PLTU terlihat murah karena batubaranya disubsidi melalui mekanisme Domestic Market Obligation (DMO) yang menetapkan harga batubara sebesar USD 70/ton. Namun, jika menggunakan harga pasar, biaya listrik PLTU bisa melebihi USD 0.09/kWh, yang sebenarnya lebih tinggi dibandingkan harga listrik dari energi terbarukan seperti panas bumi dan PLTA. Bahkan, teknologi energi terbarukan seperti Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang dikombinasikan dengan Battery Energy Storage System (BESS) sudah mampu menyediakan listrik dengan harga kompetitif sekitar USD 0.08-0.09/kWh.
Penjelasan:
Harga listrik PLTU menjadi murah karena adanya kebijakan Domestic Market Obligation (DMO). Kebijakan ini membuat PLTU memiliki biaya pembangkitan yang relatif murah dan stabil. Tanpa kebijakan DMO, harga listrik dari PLTU batubara dapat naik hingga tiga kali lipat saat harga batubara global naik. Harga batubara untuk pembangkit listrik di Indonesia saat ini dipatok sebesar USD 70/ton melalui kebijakan domestic market obligation (DMO). Hal ini membuat harga listrik PLTU terlihat seolah-olah lebih murah.
- Berdasarkan studi IETO 2024, langkah transformasi di sektor energi Indonesia, yang menjadi sumber emisi dengan dominasi energi fosil pada suplai energi domestik sekitar 90,4 persen, perlu beralih ke energi terbarukan menjadi upaya krusial untuk menekan emisi (IESR, 2023).
- Harga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) saat ini lebih murah karena batubara yang digunakan disubsidi melalui mekanisme Domestic Market Obligation (DMO) dengan harga USD 70 per ton(CNBC, 2024). Jika menggunakan harga pasar, biaya listrik dari PLTU bisa mencapai lebih dari USD 0,09 per kWh(SIEJ, 2021), yang berarti lebih tinggi dibandingkan dengan energi terbarukan seperti geothermal dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Selain itu, terdapat kebijakan dikeluarkan oleh Kementerian ESDM, mengatur tentang harga batubara acuan (HBA) untuk Desember 2023, yang menetapkan HBA dalam kesetaraan nilai kalori 6.322 kcal/kg GAR, sekitar USD 117,38 per ton(Kementerian ESDM, 2023).
- Pada tahun 2023, subsidi yang digelontorkan Pemerintah Indonesia untuk energi mencapai 159,6 triliun, mencakup subsidi untuk BBM dan LPG (95,6) dan subsidi listrik (64)(Katadata, 2024)
- Sementara itu, energi terbarukan tidak mendapatkan dukungan, malah harganya selalu diminta bersaing dengan listrik PLTU dan PLTG(Simanjuntak, Uliyasi. 2023).
- Di sisi lain, harga listrik dari energi terbarukan terus mengalami penurunan. Studi Scaling Up Solar Potential oleh IESR dan BNEF pada tahun 2021 menunjukkan bahwa harga listrik energi surya di Indonesia telah turun sebesar 76% sejak tahun 2015(Bloomberg NEF, 2021). Dengan dukungan kebijakan yang berpihak pada pengembangan energi terbarukan, harga akan dapat semakin ditekan dan listrik dari energi terbarukan pun akan semakin ekonomis dan kompetitif.
- Pengakhiran dini operasional PLTU batubara dari tahun pensiun PLTU alaminya dipandang memiliki biaya yang lebih rendah dibandingkan memperpanjang usia PLTU batubara dengan penambahan teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture and Storage, CCS)(Simanjuntak, Uliyasi. Kurniawati H. 2023).

Kata IESR
“Biaya listrik PLTU batubara di Indonesia memang lebih murah dari rata-rata dunia, kisaran antara 4-6 sen/kWh. Namun, biaya tersebut dimungkinkan karena kebijakan dan regulasi yang mendukung pembelian harga batubara untuk domestik yang murah (DMO price cap USD 70/ton), jaminan usaha PLTU dari pemerintah serta tidak ketatnya standar emisi dan polusi lingkungan.”
– Deon Arinaldo, Manajer Program Sistem Transformasi Energi, IESR
2. Infrastruktur energi seperti pembangkit listrik itu umurnya tiga dekade lebih. Jadi, kalau bicara biaya harus melihat perkembangan teknologi, biaya dan tren investasi jangka panjang juga.
3. Tren biaya investasi energi terbarukan menjadi makin murah. Dalam dekade 2010-2020, biaya investasi PLTS turun 90%, PLTB turun 60%, dan baterai turun 90% (BNEF, 2020). Penurunan biaya ini diakibatkan skala manufaktur yang semakin masif, dan juga inovasi teknologi yang masih berkembang. Oleh karena itu, biaya ini akan terus diperkirakan turun dalam dekade mendatang.
4. Sebaliknya, teknologi pembangkit termal seperti PLTU, PLTG, dan bahkan PLTN tren biayanya naik. Biaya PLTU dan PLTG bisa naik karena kebutuhan untuk mengurangi polusi dan dampak eksternalitas lainnya (CCS) maupun ketersediaan pendanaan ke pembangkit fosil yang semakin terbatas. PLTN naik karena kenaikan kompleksitas dari teknologi serta teknologi yang dibangun belum terbukti dari segi skala implementasi sehingga banyak resiko pengembangan yang belum teridentifikasi (yang menambah biaya investasi).
5. Jelas lebih murah pembangkitan listrik dari energi terbarukan terutama surya, angin dan bahkan dibantu baterai dalam beberapa tahun kedepan. Sehingga, sistem kelistrikan perlu direncanakan agar bisa mengakomodasi energi terbarukan dan intermitensinya agar bisa tetap kompetitif.
6. Hal ini membutuhkan transformasi dari paradigma dan perspektif dalam melakukan perencanaan dan operasi sistem kelistrikan agar biaya murah dan kehandalan sistem terjaga atau bahkan lebih baik.
Penjabaran untuk
Anak (14-18 tahun):

- Saat kita membeli suatu barang, harga yang harus kita bayar mungkin bukanlah harga pasaran barang tersebut. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi, salah satunya saat ada pihak lain yang bersedia untuk membayar sebagian harga dari barang yang hendak kita beli. Dalam bahasa pemerintah, hal ini disebut subsidi. Yaitu ketika pemerintah dengan cara tertentu membayar sebagian barang yang digunakan masyarakat. Contoh subsidi antara lain bahan bakar minyak (BBM) untuk kendaraan, Elpiji tabung hijau, juga listrik.
- Subsidi harga ini bertujuan untuk menolong masyarakat kurang mampu supaya mereka tetap dapat membeli BBM, elpiji, dan mendapat akses listrik. Namun, harga setelah subsidi ini membuat harga yang beredar terlihat murah. Padahal jika dihitung harga asli (dikurangi subsidi) harga energi fosil mahal.
- Ketergantungan Indonesia terhadap energi fosil, termasuk batubara membuat kita akan menghadapi risiko besar yakni terancamnya ketahanan energi, terdampak dari harga energi fosil yang fluktuatif dan terancam dari turunnya pendapatan nasional karena hilangnya pasar global energi fosil. Kamu juga bisa menonton video animasi untuk dapat memahami kondisi dunia apabila energi fosil dihentikan dan diganti oleh energi terbarukan di YouTube Kok Bisa, yang berjudul “Apa Jadinya Kalau Seluruh Energi Fosil Kita Musnahkan?”(CASE Indonesia, 2023)”.
Penjabaran untuk
Dewasa (19 tahun ke atas):

- Harga listrik PLTU menjadi murah karena adanya kebijakan Domestic Market Obligation (DMO). Kebijakan ini membuat PLTU memiliki biaya pembangkitan yang relatif murah dan stabil. Tanpa kebijakan DMO, harga listrik dari PLTU batubara dapat naik hingga tiga kali lipat saat harga batubara global naik.
- Biaya listrik PLTU batubara di Indonesia saat ini di kisaran 4-6 sen/kWh (lebih rendah dari rata-rata dunia).
- Biaya tersebut dimungkinkan karena kebijakan dan regulasi yang mendukung pembelian harga batubara untuk domestik yang murah (DMO price cap USD 70/ton), jaminan usaha PLTU dari pemerintah serta tidak ketatnya standar emisi dan polusi lingkungan.
- BNEF dan IESR menghitung LCOE saat ini dari energi Surya+baterai di Indonesia sebesar $113-251/MWh (riil 2020). Nilai ini sudah kompetitif dengan pembangkit diesel, yang dapat mencapai $200/MWh di daerah terpencil karena biaya bahan bakar yang tinggi.
- PLTS kemungkinan akan menjadi kompetitif dari segi biaya terhadap pembangkit PLTU dan gas baru dalam dekade ini. LCOE energi surya diperkirakan turun menjadi $63-155/MWh pada tahun 2025 dan menjadi $49-119/MWh pada tahun 2030. Salah satu faktor turunnya harga adalah turunnya harga baterai lithium-ion.