Jakarta, 10 Oktober 2023 – Indonesia tengah mengejar ambisi Indonesia Emas pada 2045 yang menargetkan pertumbuhan ekonomi, ditandai dengan peningkatan pendapatan perkapita setara dengan negara maju serta penurunan intensitas emisi. Agar pertumbuhan ekonomi tetap meningkat, dengan pemenuhan energi yang andal serta rendah emisi, maka energi menuju energi terbarukan menjadi salah satu cara penting dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.
Ervan Maksum, Deputi Bidang Sarana dan Prasarana, Kementerian PPN/Bappenas mengungkapkan, transisi energi menjadi salah satu pengubah signifikan (game changer) untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Menurut Ervan, penyediaan energi yang berkelanjutan perlu didorong agar dapat memenuhi pelayanan dasar, menopang kegiatan ekonomi, dan pertumbuhan bangsa yang berkualitas.
“Transisi energi tidak hanya memerlukan implementasi teknologi modern, namun juga membutuhkan dukungan regulasi dan kelembagaan. Melalui transisi energi, kami berharap agar dapat memenuhi komitmen Indonesia kepada dunia di mana penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia mampu mencapai 32%-43% pada tahun 2030 serta target net zero emission (NZE) 2060 atau lebih cepat,” ungkap Ervan pada Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2023.
Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) menekankan pentingnya pengembangan ekosistem energi terbarukan dan memasukkannya ke dalam strategi di Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Menurutnya, transisi energi harus diupayakan mencapai target penurunan emisi yang lebih ambisius lewat akselerasi energi terbarukan, dengan menarik lebih banyak pendanaan dari dalam dan luar negeri, dan memanfaatkan pembiayaan transisi energi yang tersedia, seperti Just Energy Transition Partnership (JETP).
“Prioritas transisi energi dan penurunan emisi dalam RPJPN dan RPJMN harus menjadi prioritas para calon presiden, parpol dan calon anggota legislatif yang akan berkontestasi di 2024. Pengakhiran operasional PLTU batubara yang selaras dengan target Persetujuan Paris, dan transisi energi berkeadilan perlu diusung sebagai agenda politik dan program kerja di sisa waktu pemerintahan sekarang dan pemerintah baru nanti,” jelas Fabby.
Yudo Dwinanda Priaadi, Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut pihaknya telah menyusun Peta Jalan Pengakhiran Dini Operasional PLTU Batubara sesuai yang dimandatkan Perpres 112/2022. Salah satunya ialah menargetkan pengakhiran dini operasional PLTU batubara hingga 2030 dengan total kapasitas PLTU batubara sebesar 6,1 GW untuk mencapai target JETP yakni mencapai puncak emisi 290 juta ton karbon dioksida ekuivalen.
“Agar keandalan sistem energi terjaga, maka ada skenario alternatif seperti pemanfaatan energi terbarukan menggunakan baterai, interkoneksi energi terbarukan Jawa-Sumatera, co-firing PLTU dengan maksimum 10 persen,” ungkap Yudo dalam paparannya di kesempatan yang sama.
Pengakhiran dini operasional PLTU batubara juga termasuk pada lima area fokus investasi Just Energy Transition Partnership (JETP). Hal ini disampaikan oleh Paul Butarbutar, Kepala Deputi Sekretariat JETP. Ia menuturkan selain pengakhiran dini operasional PLTU batubara, fokus investasi di bawah skema JETP lainnya adalah pembangunan transmisi dan distribusi, energi terbarukan yang bersifat dapat dikontrol dan konstan (dispatchable), variabel energi terbarukan dan rantai pasok, serta program transisi energi berkeadilan.
“Ke depannya, untuk memberikan ruang yang lebih besar bagi energi terbarukan, PLTU dapat tetap beroperasi dengan porsi energi yang dibangkitkan yang berkurang. Kita juga mendorong investasi industri energi terbarukan, rencananya akan ada dua pabrik yang memproduksi panel surya yang akan beroperasi di kuartal tiga dan kuartal empat tahun depan. Dari berbagai fokus area investasi ini, dibutuhkan USD 95 miliar sampai 2030 dengan fokus paling besar di variable renewable energy (VRE),” jelasnya.