Perjalanan transisi energi Indonesia memasuki masa-masa kritis mengingat waktu yang ada semakin pendek. Target terdekat Indonesia adalah untuk mencapai 23% bauran energi terbarukan pada tahun 2025. Sementara, kesepakatan Just Energy Transition Partnership (JETP) yang dikomitmenkan pada KTT G20 2022 menargetkan 34% energi terbarukan pada tahun 2030.
Dalam rentang waktu yang semakin pendek ini, progres transisi energi di Indonesia sayangnya masih tersendat. Kerangka kesiapan untuk bertransisi (Transition Readiness Framework) yang dikembangkan oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) sejak tahun 2020 mencatat di tahun 2022 tidak ada perkembangan signifikan dari berbagai sektor transisi energi di Indonesia. Komitmen politik dan kebijakan bertransisi energi, serta iklim investasi untuk pembangkit energi terbarukan termasuk dalam kategori rendah. Hal ini dapat diartikan sebagai tantangan dalam pengembangan energi terbarukan sekaligus faktor yang perlu diperhatikan agar Indonesia tidak gagal mencapai target-targetnya.
Tidak dipungkiri terdapat peningkatan kapasitas terpasang energi terbarukan tiap tahunnya. Namun penambahan kapasitas ini tidak cukup cepat untuk memenuhi target-target kapasitas energi terbarukan Indonesia dalam upaya membatasi kenaikan rata-rata suhu bumi di bawah 1,5 derajat celcius.
Mengapa penting bagi Indonesia mencapai target-target energi terbarukannya? Indonesia masuk dalam sepuluh besar negara penghasil emisi terbesar di dunia. Maka, Indonesia memiliki tanggungjawab untuk mengurangi emisi gas rumah kacanya secara signifikan. Emisi Indonesia didominasi oleh dua sektor yaitu alih guna lahan dan sektor energi.
Dari sektor energi, emisi dapat dikurangi secara drastis dengan berfokus pada sektor ketenagalistrikan dengan menambah porsi pembangkit energi terbarukan, dan beralih pada sistem elektrik (elektrifikasi) bagi kendaraan dan industri.
Indonesia Energy Transition Outlook 2023 melihat terdapat kesempatan untuk menambah kapasitas energi terbarukan pada tahun 2023. Adanya bantuan internasional untuk mengurangi emisi khususnya dari sektor energi harus menjadi katalis untuk penambahan kapasitas energi terbarukan sekaligus sarana pembuatan portofolio untuk menarik lebih banyak investasi untuk energi terbarukan. Untuk mencapai status bebas emisi pada tahun 2050, Indonesia membutuhkan 25-30 juta dolar Amerika per tahun untuk bertransisi.
Perubahan sistematis untuk memperbaiki iklim investasi diperlukan. Setidaknya terdapat tiga poin yang perlu diperbaiki menurut pengembang energi terbarukan yaitu perlu adanya FiT (Fit in Tariff), insentif fiskal, dan pinjaman berbunga rendah.