Webinar Debrief COP30: Menakar Ambisi Iklim, Pendanaan Iklim, and Transisi Berkeadilan Indonesia

Latar Belakang

COP30 UNFCCC yang diselenggarakan di Belém, Brazil memiliki arti penting mengingat penyelenggaraannya serentak dengan peringatan 10 tahun Persetujuan Paris. Meskipun sejak ditandatangani di tahun 2015 terdapat perkembangan dan progress dalam upayanya membatasi suhu bumi tidak lebih dari 2 derajat celcius di tahun 2100 atau mengejar target 1,5 derajat, upaya tersebut masih dinilai belum cukup jika ditinjau dari berbagai aspek. Laporan Climate Analytics (2025) menilai terdapat kesenjangan cukup signifikan antara komitmen nasional negara pihak (parties) UNFCCC dan pengurangan emisi yang diperlukan untuk mencapai target Persetujuan Paris. Di sisi lain, terdapat kebutuhan pendanaan untuk dapat selaras target 1.5 derajat, yakni 7.5 triliun dollar per tahun dari 2025 hingga 2030, serta 8.8 triliun per tahun dari 2031 hingga 2050 (CPI, 2025). Lebih lanjut, aspek transisi berkeadilan menjadi penting untuk memastikan tidak ada yang tertinggal pada implementasi kebijakan iklim. Oleh karena itu, draft text keputusan COP “Global Mutriaou” diharapkan mampu menghasilkan panduan yang dapat memberikan arah dukungan dan pelaksanaan iklim yang lebih ambisius dan menjadi rujukan bagi dunia, termasuk Indonesia. 

Dalam konteks komitmen iklim global, terdapat harapan bahwa semua parties menyampaikan komitmen iklim terbarunya (NDC 3.0) pada tahun 2025, laporan Sekretariat UNFCCC menunjukan 64 dari 194 parties yang telah menyampaikan komitmen iklim terbarunya dengan kesimpulan masih perlu didorong upaya mencapai target 1,5 derajat Persetujuan Paris (UNFCCC, 2025). Indonesia telah menyampaikan dokumen Second Nationally Determined Contributions (SNDC) pada Oktober 2025 namun dokumen iklim terbaru tersebut perlu ditingkatkan karena dinilai belum sejalan dengan target 1,5 Persetujuan Paris dan belum merefleksikan komitmen Presiden untuk 100% energi terbarukan di tahun 2035 (DPR, 2025). Beberapa elemen perlu ditingkatan, seperti percepatan emisi puncak sektor energi, peningkatan persentase energi terbarukan, hingga perlu dimasukannya komitmen Global Methane Pledge sebagai komponen SNDC. 

Pada konteks pendanaan iklim, agenda negosiasi difokuskan pada New Collective Quantified Goal atau NCQG yang disepakati untuk memobilisasi pendanaan kepada negara berkembang 300 milliar dollar per tahun pada 2035 hingga pembahasan Roadmap Baku to Belem to 1.5 trillion (Carbon Brief, 2024; COP30, 2025). Meskipun tergambar angka indikatif, beberapa laporan mengatakan komitmen tersebut masih jauh di bawah kebutuhan negara Global South untuk mengimplementasi rencana iklim, adaptasi terhadap dampak perubahan iklim, dan melakukan transisi menuju ekonomi hijau (CPI, 2025; UNDP, 2025). Di luar aspek negosiasi, Brazil selaku host COP30 meluncurkan Tropical Forest Forever Facility (TFFF) – inisiatif global untuk menyediakan platform pembiayaan berkelanjutan bagi negara-negara berhutan tropis yang memperoleh dukungan dari Indonesia (Kemhut, 2025). Keterlibatan Indonesia pada TFFF dapat ditafsirkan sebagai upaya utama menutup gap kebutuhan pembiayaan iklim dengan kebutuhan 285 milliar dollar untuk 2018-2030 (Indonesia 3rd BUR, 2021) dan 427 milliar dollar untuk pelaksaaan SNDC (SNDC, 2025).  

Di sisi lain, aspek berkeadilan perlu disorot untuk memastikan bahwa aksi mitigasi perubahan iklim mempertimbangkan kelompok rentan dan terdampak (World Bank, 2025). Sebagai tindak lanjut, untuk memastikan transisi menuju ekonomi rendah karbon tidak meningkatkan kesenjangan, COP28 menghasilkan Just Transition Work Programme (JTWP) – program ini didesain bahwa aksi iklim harus people-centred, mendorong dialog sosial, dan menciptakan pekerjaan yang berkualitas sembari memitigasi dampak sosial ekonomi yang tidak diinginkan, seperti penggantian tenaga kerja (workforce displacement) (WRI, 2024). Adapun outstanding isu yang sedang dinegosiaskan di JTWP mencakup beberapa di antaranya; pendanaan dan kelembagaan, sengketa dagang (misalnya keberadaan Carbon Border Adjustment Mechanism), hingga implementasi untuk memastikan inklusivitas dan kepemilikan (equity).   

Mempertimbangkan latar belakang tersebut, Institute for Essential Services Reform bermaksud mengadakan diskusi dengan judul “Debrief COP30: Menakar Ambisi Iklim, Pendanaan Iklim, and Transisi Berkeadilan Indonesia”, sebagai platform dialogue untuk mendiskusikan hasil COP30, implikasinya bagi Indonesia, dan hal yang perlu ditindaklanjuti oleh Indonesia segera.  

Tujuan

  1. Sebagai platform untuk berbagi pandangan mengenai hasil COP30 terkait aspek ambisi iklim, pendanaan iklim, dan transisi berkeadilan. 
  2. Untuk mendiskusikan implikasi hasil COP30 terhadap kebijakan iklim di Indonesia, termasuk mengidentifikasi elemen kunci COP30 yang dapat didorong untuk penguatan komitmen dan implementasi iklim Indonesia yang lebih ambisius.  
  3. Untuk menganalisa dan mendiseminasi temuan kunci COP39 kepada publik. 
  • 00

    days

  • 00

    hours

  • 00

    minutes

  • 00

    seconds

Book Event

Form/ticket icon icon
Book Webinar
Form/up small icon icon Form/down small icon icon
Available Tickets: Unlimited

Booking Tiket Event Webinar Debrief COP30: Menakar Ambisi Iklim, Pendanaan Iklim, and Transisi Berkeadilan Indonesia

The "Book Webinar" ticket is sold out. You can try another ticket or another date.

Date

Nov 28 2025

Time

14:00 - 16:00

Category

REGISTER

Speakers

QR Code