Webinar : Tren Pertumbuhan Industri Hijau dan Persepsi Green Lifestyle Konsumen Indonesia
Tayangan Ulang
Latar Belakang
Pemerintah Republik Indonesia membuat strategi berbagai sektor untuk mendukung tercapainya target Net Zero Emission tahun 2060 atau lebih cepat. Melalui dokumen Enhanced NDC, Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon sebesar 31,89 persen dengan upaya sendiri dan 43,2 dengan bantuan internasional pada tahun 2030. Sementara itu, saat ini emisi gas rumah kaca dari sektor industri di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 2011 hingga 2022, dengan jumlah emisi pada tahun 2022 mencapai lebih dari 400 juta ton setara karbondioksida.
Dalam pidatonya, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan upaya dekarbonisasi sektor industri menjadi perhatian Indonesia dikarenakan adanya faktor-faktor seperti pergeseran pasar atas produksi hijau seiring peningkatan kesadaran greenlifestyle, kerentanan pasokan bahan baku akibat krisis iklim, regulasi negara tujuan ekspor Indonesia yang mewajibkan praktik berkelanjutan, rencana diberlakukannya pasar karbon nasional dan kontribusi terhadap komitmen negara dalam konvensi internasional.
Pada skala industri, setidaknya perlu dilakukan 4 langkah utama agar suatu industri dapat memastikan penurunan emisi dalam proses produksinya yaitu: (1) inventarisasi emisi gas rumah kaca (GRK) yang komprehensif, (2) target pengurangan emisi GRK yang jelas, (3) pembuatan dan perencanaan strategi pengurangan emisi, dan (4) pemantauan dan verifikasi implementasi strategi pengurangan emisi. Tahapan tersebut perlu dilakukan secara transparan dan terverifikasi sehingga industri dapat melakukan klaim sebagai produsen produk ramah lingkungan.
Produk ramah lingkungan (green product) menjadi isu penting dan strategis bagi industri nasional untuk menjawab tuntutan pasar global terkait keselarasan pembangunan industri dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Sejalan dengan UU Nomor 3 Tahun 2014 hal ini bisa dilakukan dengan penerapan dan pengembangan konsep sistem industri hijau (green industry), mulai dari pengadaan dan penggunaan material input yang ramah lingkungan dan diproduksi dengan menggunakan mesin atau teknologi ramah lingkungan serta penanganan limbah yang efektif. Dalam rangka percepatan pengembangan industri hijau, sejak tahun 2017 Kementerian Perindustrian telah menetapkan Standar Industri Hijau (SIH) sebagai acuan dalam penerapan industri hijau bagi perusahaan industri dan pemberian fasilitasi bantuan sertifikasi industri hijau.
Dalam upaya mendorong minat pemenuhan sertifikasi industri hijau, beberapa keuntungan ditawarkan ketika perusahaan telah melakukan sertifikasi seperti (1) Mendapatkan bantuan fasilitas fiskal dan non fiskal oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah (2) Industri yang telah memperoleh Sertifikat Industri Hijau dari LSIH-BBSPJIA diperbolehkan menggunakan Logo Industri Hijau pada kemasan produk, label produk, kop surat perusahaan, kartu nama perusahaan dan/atau media promosi perusahaan selama masa berlaku sertifikasi. Pada tahun 2024, terdapat 44 perusahaan dari 19 komoditas yang sudah ditetapkan memperoleh sertifikat industri hijau sebagai implikasi dari upaya penurunan emisi pada proses industri.
Melihat pada sudut pandang pasar, tren perkembangan green lifestyle di masyarakat global mulai meningkat seiring adanya berbagai kampanye lingkungan yang dilakukan. Laporan Healthy & Sustainable Living 2023 menyebutkan bahwa terdapat indeks peningkatan green lifestyle pada masyarakat dibandingkan tahun 2019 dimana masyarakat memilih membawa tas belanja sendiri (67% dari 63%), melakukan daur ulang sampah (59% dari 53%), menghindari penggunaan plastik sekali pakai (46% dari 42%), dan membeli produk organik (41% dari 37%). Hal menarik disebutkan dalam laporan tersebut adalah sebanyak 72% konsumen yang diwawancarai dalam penelitian tersebut mengatakan bahwa mereka menginginkan lebih banyak informasi tentang bagaimana perusahaan membuat produk mereka lebih baik bagi lingkungan. Ini tentunya perlu disambut bagi perusahaan dan pemerintah untuk menghadirkan mekanisme yang lebih informatif terkait standarisasi produk hijau di Indonesia.
Namun pilihan menjalani green lifestyle ini terhambat karena produk-produk berlabel produk berkelanjutan saat ini mempunyai harga yang relatif tinggi yang mengakibatkan green lifestyle bergantung pada tingkat daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan secara menyeluruh. Hal ini diakibatkan perlunya investasi teknologi rendah karbon yang umumnya menjadi beban modal perusahaan di awal sehingga berimplikasi terhadap penyesuaian harga barang. Untuk itu perlu adanya upaya memastikan mekanisme transisi menuju proses produksi rendah karbon tidak menjadi beban peningkatan harga barang dan menurunkan daya beli masyarakat.
Presentasi
BSKJI – Kemenperin (Kementrian Perindustrian) _ Perkembangan Supply Demand Produk Hijau
Perkembangan-Supply-Demand-Produk-Hijau-BSKJI-KemenperinSpeakers
-
Fabby Tumiwa - Direktur Eksekutif IESR
-
Faricha Hidayati - Koordinator Proyek Dekarbonisasi Industri - IESR
-
Andi Rizaldi - Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kementerian Perindustrian (Kemenperin)
-
Joko Yulianto - Factory Director PT Sarihusada Generasi Mahardhika (SGM)
-
Tulus Abadi - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
-
M.F. Dahlan - Vice COO Green Product Council Indonesia
-
Dr.-Ing Diah Indriani Widiputri - Swiss German University