Adil dan Inklusif Perlu Jadi Landasan Rencana Investasi JETP Indonesia

 

Jakarta, 27 Juni 2023– Setelah menandatangani Just Energy Transition Partnership (JETP), tiga negara berikut, Afrika Selatan, Indonesia dan Vietnam segera menindaklanjuti isi kesepakatan dan menyiapkan berbagai langkah strategis demi mencapai tujuan JETP di masing-masing negara. Komunikasi dan diskusi  antar ketiga negara tersebut pada acara JETP Convening for Exchange and Learning Session dilakukan untuk saling berbagi informasi dan pelajaran dalam mencapai unsur keadilan melalui transisi energi.

Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi, KESDM mengatakan  Sekretariat JETP di Indonesia dalam proses perancangan peta jalan pengakhiran operasional PLTU batubara.

“Kami sedang membahas (dalam Sekretariat JETP-red) mengenai PLTU Pelabuhan Ratu yang akan diprioritaskan dalam rencana pengakhiran operasional PLTU secara dini. Saat ini, KESDM juga sedang meninjau aturan, utamanya tentang pengalihan aset dan pembentukan perjanjian jual beli tenaga listrik (Power Purchase Agreement, PPA),” ungkap Dadan.

Fabby Tumiwa, Direktur Institute for Essential Services Reform (IESR) menekankan bahwa proses penyusunan rencana investasi yang komprehensif atau comprehensive investment plan (CIP) harus dilakukan secara transparan, jelas dan mudah diakses serta secara konsisten melibatkan partisipasi masyarakat.

Selain itu, Fabby juga mendorong agar pemerintah mereformasi kebijakan di antaranya untuk mencapai target JETP dan mendorong pemanfaatan energi terbarukan yang lebih masif lagi.

“JETP adalah tentang menciptakan lingkungan yang mendukung energi terbarukan. Dana sebesar 20 miliar dolar ini tidaklah cukup untuk mencapai target Persetujuan Paris, namun kita harus menjadikannya sebagai katalisator untuk meningkatkan porsi energi terbarukan dan juga penghentian penggunaan PLTU batubara,” jelas Fabby.

Mpetjane Lekgoro, Duta Besar Afrika Selatan untuk Indonesia pada kesempatan yang sama juga mengatakan bahwa pihaknya mengedepankan prinsip keadilan dan nilai inklusivitas dalam mengelola pendanaan JETP.

“Afrika Selatan berkomitmen untuk menggunakan JETP untuk mendorong keadilan restoratif dalam transisi energi. Investasi tersebut tidak hanya harus membiayai, tetapi juga menjunjung tinggi dukungan, keberlanjutan, termasuk keamanan. Hal ini harus dilakukan dengan cara mengikutsertakan pihak-pihak yang paling terdampak,” imbuhnya.

Senada, Dipak Patel, Kepala Pendanaan Iklim & Inovasi untuk Komisi Iklim Presiden (President Climate Commission, PCC), Afrika Selatan, mengemukakan pembahasan rinci tentang keadilan dalam transisi energi menjadi fokus mereka.

“Afrika Selatan memprakarsai 3 bidang keadilan dalam transisi energi, melingkupi keadilan restoratif dengan memperhatikan komunitas yang paling terdampak, keadilan procedural yang mengikutsertakan seluruh masyarakat dalam pembuatan keputusan terkait transisi energi dan iklim, dan keadilan distribusi yang memastikan perlakuan yang adil dan merata,” jelas Patel.

Menilik pendanaan JETP untuk Afrika Selatan sebesar USD 8,5 juta untuk kurun waktu 3–5 tahun, Neil Cole, JETP-IP Project Management Unit, Afrika Selatan menyebutkan perlu secara detail dan kreatif memasukkan pendanaan JETP ke dalam proyek-proyek di tingkat nasional dan sub nasional.

“Pendekatan dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas perlu disinkronkan dalam kebutuhannya sehingga kita dapat menentukan bersama rencana yang dapat ditindaklanjuti yang inklusif dalam pelaksanaannya,” terang Cole.

Le Viet Anh, Direktur Jenderal, Departemen Ilmu Pengetahuan, Pendidikan, Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Kementerian Perencanaan dan Investasi, Vietnam, menuturkan beberapa tindakan utama untuk mempercepat pencapaian target JETP di antaranya, membangun lingkungan yang kuat, kolaboratif dan mendukung di antara pemerintah, mitra internasional dan sektor swasta,  mempercepat pelembagaan kerangka hukum yang mendukung seperti taksonomi hijau, insentif hijau, dan mekanisme pembiayaan hijau serta memfasilitasi transfer teknologi energi bersih, keahlian, dan pengetahuan teknis untuk meningkatkan kemampuan Vietnam.

“Pemerintah Vietnam menunjukkan komitmen yang kuat untuk mendorong pertumbuhan hijau melalui strategi nasional. Vietnam telah membuat komitmen hijau yang berdampak besar pada COP 26, yang mencakup komitmen seperti target emisi nol karbon bersih pada tahun 2050, menghapus pembangkit PLTU batubara pada tahun 2040-an,” jelasnya.

Just Energy Transition Partnership (JETP) Convening diselenggarakan oleh Ford Foundation di Indonesia, Institute For Essential Services Reform (IESR), dan African Climate Foundation (ACF), dengan dukungan dari Global Energy Alliance for People and Planet (GEAPP) dengan tujuan untuk memfasilitasi forum pertukaran pembelajaran antar pemangku kepentingan.

 

IESR Mendorong Peningkatan Kapasitas Masyarakat Melalui Akademi Transisi Energi

Fabby Tumiwa

Jakarta, 23 Juni 2023 –  Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong peningkatan kapasitas masyarakat menuju Indonesia bebas emisi, melalui peluncuran platform Akademi Transisi Energi  yang bisa diakses melalui laman akademi.transisienergi.id. Platform tersebut dapat digunakan sebagai wadah pembelajaran isu transisi energi dan perubahan iklim. Keberadaan platform ini tidak lepas dari perkembangan frasa transisi energi yang semakin populer dan kerap digunakan dalam ruang publik. 

Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa memaparkan, Pemerintah Indonesia telah mencanangkan transisi energi secara bertahap dan akan mencapai net zero emission (NZE) pada 2060 atau lebih awal. Di sisi lain, berdasarkan studi  IESR yang berjudul “Deep decarbonization of Indonesia’s energy system: A pathway to zero emissions by 2050 menunjukkan bahwa secara teknologi dan ekonomi, sektor energi Indonesia mampu mencapai nol emisi karbon pada 2050. Untuk bisa mencapai NZE, maka diperlukan transformasi penyediaan dan pemanfaatan energi di seluruh sektor energi. 

“Dengan mencapai NZE 2050 Indonesia akan mendapat 3,2 juta lapangan kerja baru di sektor energi terbarukan. Hal ini berarti terdapat kesempatan untuk pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan lapangan pekerjaan. Untuk itu, perlu ada kebutuhan membangun kapasitas, keahlian, dan keterampilan baru mengingat transisi energi harus membawa manfaat sosial dan ekonomi. Berkaca dari hal tersebut, akademi transisi energi bisa menjadi  sarana masyarakat berpartisipasi dalam transisi energi dengan menambah wawasan dan kapasitas,” terang Fabby Tumiwa. 

Diskusi panel dalam peluncuran Akademi Transisi Energi pada Jumat (23/6/2023).

Irwan Sarifudin, Koordinator Clean Energy Hub IESR menjelaskan, dengan adanya platform Akademi Transisi Energi diharapkan masyarakat secara umum bisa mengimplementasikan pengetahuan tentang transisi energi dalam pekerjaan sehari-hari. Khususnya untuk Lembaga Swadaya Masyarakat, dengan mendapatkan ilmu tentang transisi energi, diharapkan mereka bisa menggunakan ilmu tersebut untuk membuat proyek energi terbarukan, tanpa harus menunggu bantuan dari pusat. 

“Ada beberapa fitur yang dapat memudahkan pembelajaran di Akademi Transisi Energi dibandingkan platform lain, seperti synchronous dan asynchronous, Lanjut Nanti, Secepat Pemahamanmu, Tanya Ke mana Saja, Sumber Data & Reference, dan Bimbingan Tutor,” ujar Irwan. 

Raditya Wiranegara, Peneliti Senior IESR menuturkan, Akademi Transisi Energi menggandeng beberapa universitas dan institusi ternama dalam tiga fase pengembangan modul. Fase pertama Akademi Transisi Energi menggandeng ITB, UNS dan ATW Solar, fase kedua menggandeng UI, Swiss German University, ITS, Mongabay dan Tempo, serta fase ketiga menggandeng UGM, Universitas Mataram, PEC, Kementerian ESDM dan lainnya. 

“Terdapat beberapa kelas akademi transisi energi dengan mutu terjamin yakni dasar-dasar transisi energi, pengenalan peta jalan transisi energi di Indonesia, pelatihan PLTS atap,” ujar Raditya. 

Peluncuran Akademi Transisi Energi ini mendapatkan sambutan yang baik dari berbagai kalangan. Khoiria Oktaviani, Program Manager GERILYA Kementerian ESDM memaparkan, keberadaan Akademi Transisi Energi diharapkan bisa memberikan wawasan dan pengetahuan terkait transisi energi. 

“Kami rasa ada gap (kesenjangan) di mana teman-teman di kuliah hanya mendapatkan teori, sehingga setelah lulus mereka merasakan ada kekurangan saat langsung praktek di lapangan. Keterbatasan dari GERILYA adalah pemilihan mahasiswa yang kurang afirmatif sehingga tidak meratakan partisipannya di seluruh Indonesia,” papar Khoiria. 

Irvan S. Kartawiria, Wakil Rektor Swiss German University (SGU) menegaskan, generasi Z dan alpha banyak memikirkan social impact dari pekerjaan yang akan dilakukan. Bagaimana pekerjaan berdampak pada orang lain dan sustainability lingkungan. Untuk itu, beberapa universitas (termasuk SGU, red) mempersiapkan mahasiswanya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. 

Di lain sisi, Efri Ritonga, Jurnalis TEMPO menyatakan, transisi energi ini sangat kompleks, tidak hanya perubahan sistem energi dari yang berbasis energi fosil ke energi bersih, namun sangat berkaitan dengan sektor-sektor lain. Dari sisi energi, ketenagalistrikan, transportasi berbasis baterai, dan lain sebagainya. 

“Dari sisi jurnalis sendiri, sebenarnya untuk membumikan isu transisi energi ini gampang-gampang sulit. Yang paling gampang yang menyentuh kehidupan, seperti konsumsi energi rumahan, kendaraan listrik, isu pencemaran PLTU, kebutuhan kita adalah untuk memahami isu yang langsung membumi ke masyarakat,” papar Efri. 

Hadi Priyanto, Juru Kampanye Iklim & Energi Greenpeace menilai, adanya komitmen Just Energy Transition Partnership (JETP) pemerintah makin fokus pada transisi energi. Meski demikian, untuk mengarusutamakan transisi energi ke masyarakat, diperlukan penyadartahuan yang lebih luas dan masif serta regulasi yang lebih stabil dari pemerintah.

Muhammad Arman, Advokat Konsultan Hukum & Mediator AMAN menuturkan, praktik soal energi bersih sudah lama dilakukan dengan kearifan lokal oleh masyarakat adat. Misalnya saja beberapa desa telah melakukan kemandirian energi di Sorong, Papua Barat. 

“Transisi energi prinsipnya inklusif, pemerataan dan adil. Jangan sampai transisi energi menciptakan ketidakadilan, banyak pembajakan. Untuk itu, kita perlu UU masyarakat adat agar kita bisa memastikan adanya perlindungan masyarakat adat menjaga lingkungan,” ujar Arman.

Acara peluncuran Akademi Transisi Energi dilaksanakan pada Jumat (23/6/2023) dengan dua sesi yaitu peluncuran dan lokakarya platform Akademi Transisi Energi. Dalam lokakarya, terdapat beberapa mahasiswa maupun masyarakat secara umum yang turut serta mencoba platform Akademi Transisi Energi. 

Menyingkap Tantangan Pasar Energi Bersih di Asia Tenggara

Jakarta, 21 Juni 2023 – Asia Tenggara memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar, namun pemanfaatannya belum dimaksimalkan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang cepat, kawasan Asia Tenggara bergantung terhadap penggunaan energi yang tinggi untuk mendukung aktivitas perekonomian. Untuk itu, energi terbarukan memiliki peran strategis bagi perkembangan ekonomi kawasan yang lebih rendah emisi dan biaya. 

Marlistya Citraningrum, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan, IESR memaparkan,  bahwa investasi yang diperlukan untuk transisi energi di ASEAN dalam jangka pendek sampai 2030 mencapai USD 987 miliar untuk skenario net-zero 2050, mengutip analisis IRENA yang dilakukan di tahun 2022. Dari angka tersebut, 40%-nya diperlukan untuk pembangkitan listrik, terutama peningkatan penetrasi energi terbarukan.

“Untuk mempercepat transisi energi dan investasi energi terbarukan di Asia Tenggara, diperlukan upaya-upaya yang lebih terkonsolidasi, misalnya mendorong pasar untuk pembiayaan berkelanjutan regional dengan taksonomi hijau ASEAN, menyediakan fasilitas manajemen risiko pengembangan proyek energi terbarukan, hingga adanya sinergi kebijakan dan peraturan yang memungkinkan tumbuhnya skema-skema pembiayaan inovatif,” ungkap Citra dalam webinar bertajuk “Unlocking Renewable Energy Investment in Southeast Asia”.

Adam Adiwinata, Konsultan International Renewable Energy Agency (IRENA) menyatakan dengan mengakselerasi transisi energi, pada tahun 2030, 26% dari total energi di Asia Tenggara akan terpenuhi oleh energi terbarukan, dari hanya 14% tahun ini, dan ⅔ dari total energi pada tahun 2050 yang akan mengurangi 75% emisi karbon.

“Beberapa kesempatan investasi yang dapat dipertimbangkan antara lain investasi pada sektor pembangkitan energi, elektrifikasi dan efisiensi energi, serta grid and flexibility. Total investasi yang bisa dibutuhkan mencapai USD 822 miliar,” ungkap Adam.

Sonal Agarwal, konsultan Ernst and Young, memaparkan beberapa tantangan yang harus dijawab dalam membuka pasar bagi energi terbarukan di Asia Tenggara, diantaranya pentingnya ambisi nasional tiap negara, kebijakan yang kuat dan bisa beradaptasi dan memperbanyak proyek-proyek energi terbarukan untuk menarik investor.

“Pasar di Asia  masih didominasi oleh pembeli tunggal, sehingga untuk membuka peluang investasi bagi pasar energi bersih di Asia Tenggara, pilihan untuk berinvestasi pada proyek energi terbarukan juga harus diberikan kepada perusahaan melalui Perjanjian Pembelian Tenaga Listrik/PPA. Melalui PPA, perusahaan dapat menjadi investor bagi proyek-proyek energi terbarukan, terutama dalam mencapai ambisinya dalam menggunakan energi bersih dalam proses bisnisnya,” ujar Sonal.

Dari segi pendanaan, Lawrence Ang dari Climate Smart Venture mengungkapkan bahwa pendanaan alternatif sangat diperlukan untuk membuka peluang investasi. Beberapa pilihan pendanaan alternatif antara lain, green bonds, transition bonds, sustainable linked bonds, sustainable linked loans, dan lain sebagainya.

“Meskipun telah ada beberapa pilihan pendanaan alternatif, jumlah proyek hijau masih terbatas.  Proyek-proyek energi terbarukan harus tersedia terlebih dahulu, langkah selanjutnya adalah memilih pendanaan yang tepat, ” ujar Lawrence.

Sebagai salah satu contoh program energi terbarukan yang telah berhasil dilakukan, Jihan A. As-Sya’bani dari Yayasan Rumah Energi berbagi pengalamannya dalam menjalankan proyek dalam skala nasional. Jihan mengaku, pihaknya memberikan stimulasi kepada masyarakat dan komunitas lokal untuk bisa mengakses biogas domestik melalui pendekatan pasar dan ekonomi sirkuler. 

“Dalam proses tersebut, Yayasan Rumah Energi juga mengalami beberapa tantangan dimana harga teknologi energi terbarukan mahal, kurangnya dukungan dari segi kebijakan, awareness yang masih sedikit dari institusi keuangan mikro, dan pendapatan petani yang bergantung pada musim panen. Meski demikian, di balik tantangan tersebut, terdapat keuntungan dari proyek energi terbarukan yakni  lebih menarik permintaan pasar, institusi keuangan mikro lebih kooperatif, dan meningkatnya tren global bagi pendanaan hijau,” terang Jihan.

Langkah Awal untuk Capai Ketahanan Energi Terbarukan di ASEAN

Jakarta, 13 Juni 2023 – Asia Tenggara merupakan suatu kawasan dengan pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi terbesar. Pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan pertubuhan permintaan energi di kawasan ini diproyeksikan akan terus naik di tahun-tahun mendatang. Jika tidak diantisipasi dengan penggunaan sumber energi ramah lingkungan, pertumbuhan ekonomi dan permintaan energi ini akan menjadi pokok masalah naiknya emisi gas rumah kaca (GRK) di kawasan ASEAN.

Dalam webinar bertajuk “Towards a Decarbonized ASEAN: Unlocking the Potential of Renewables to Advance ASEAN Interconnectivity” Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform menyatakan bahwa ASEAN memiliki peluang untuk mendorong penciptaan ekosistem industri energi terbarukan melalui kerjasama jaringan interkoneksi regional ASEAN Power Grid (APG).

ASEAN power grid bisa menjadi salah satu infrastruktur pendukung untuk mempercepat pemanfaatan energi terbarukan di negara ASEAN sembari menunggu pangsa pasarnya tumbuh. Negara ASEAN bisa mendorong kerjasama rantai pasokan teknologi energi terbarukan, khususnya teknologi sel modul surya,” katanya.

Fabby menambahkan bahwa Indonesia sebagai pemegang Keketuaan ASEAN tahun ini memiliki peluang untuk mendorong inisiatif tersebut dan mendorong transisi industri berbasis bahan bakar fosil menuju energi terbarukan. Transformasi industri yang lebih hijau diyakini akan membawa efek ikutan berupa terciptanya lapangan kerja hijau di masa mendatang.

Senada dengan Fabby, Yeni Gusrini, Sub Koordinator Program Gatrik Kementerian ESDM menyatakan bahwa pada pengembangan fase pertama, ASEAN Power Grid telah berhasil mentransfer listrik sebesar 100 MW dari Laos ke Singapura. 

“Pengembangan APG fase pertama telah berhasil menghubungkan Laos – Thailand – Malaysia – Singapura. Ke depannya, APG akan menjadi kontributor pertumbuhan ekonomi yang memastikan kecukupan energi di seluruh wilayah ASEAN,” tambah Yeni.

Indra Overland, Head of Center for Energy Research, Norwegian Institute of International Affairs, mengungkapkan penting bagi negara-negara ASEAN untuk mulai memikirkan strategi peningkatan energi terbarukan di dalam negeri dan di kawasan.

“Kita dapat mencontoh Vietnam yang berhasil menambahkan kapasitas energi terbarukannya secara masif dalam  satu  dekade ke belakang. Strategi seperti adanya kerangka kebijakan yang mendukung pengembangan energi terbarukan termasuk perpajakan dan kemudahan pengurusan perizinan sangat berpengaruh pada minat investor untuk berinvestasi pada pengembangan energi terbarukan di suatu wilayah,” katanya.

Ditambahkan oleh Overland, salah satu indikator suatu negara memiliki implementasi kebijakan yang baik adalah saat sektor energi terbarukan memiliki investor yang berlimpah.

Faktor finansial yang menjadi salah satu faktor penghambat penetrasi energi terbarukan dalam jaringan diakui oleh Zulfikar Yurnaidi, Energy Modelling and Policy Planning Manager, ASEAN Centre for Energy. Dirinya mengatakan bahwa salah satu fokus ASEAN 2021 – 2025 adalah untuk membangun konektivitas dan mengintegrasikan pasar regional. 

“Penetrasi energi terbarukan harus terlihat dari penambahan kapasitas pembangkitannya. Untuk mendukung itu peremajaan jaringan harus dilakukan untuk menjaga stabilitas, fleksibilitas, dan ketangguhan jaringan. Hal ini semua membutuhkan investasi yang tidak kecil, dan anggaran pemerintah saat ini tidak cukup untuk membiayai semua itu, maka diperlukan peran investor swasta disini,” jelas Zulfikar.

Keberadaan ASEAN Power Grid akan membawa dampak sosial ekonomi yang panjang. Harapannya listrik yang diperjualbelikan adalah listrik bersih yang dihasilkan pembangkit energi terbarukan. Maka hal ini jelas berpengaruh pada keberadaan pembangkit fosil yang masih cukup banyak di kawasan ASEAN.

Ahmad Ashov Birry, Direktur Program Trend Asia, mencontohkan Indonesia masih memiliki setumpuk pekerjaan rumah terkait pembangkit listrik ini. Mulai dari rencana pensiun dini pembangkit listrik berbasis fosil seperti PLTU batubara hingga pembangunan pembangkit baru berbasis energi terbarukan. 

“Dalam rangkaian proses ini (penghentian pembangkit energi fosil dan pembangunan pembangkit baru berbasis energi terbarukan, red), masyarakat perlu dilibatkan, supaya dapat mengantisipasi dampak yang timbul dari masing-masing tahapan. Sehingga transisi (energi, red) yang terjadi adalah (transisi, red) yang berkeadilan, membuat kehidupan sejahtera dan makmur,” jelasnya.

Mengenalkan Serba-Serbi PLTS Atap pada Siswa SMK Negeri 7 Semarang

Semarang, 6 Juni 2023 – Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah mengadakan pelatihan teknis pembangunan dan pemasangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia di bidang ketenagalistrikan, energi baru dan terbarukan, konservasi energi, khususnya untuk instalasi pemasangan PLTS atap.  Pelatihan PLTS atap diikuti oleh 30 perwakilan siswa-siswi kelas 12 (dua belas) Program Studi Teknik Ketenagalistrikan, SMK Negeri 7 Semarang.

Kepala SMK Negeri 7 Semarang, Haris Wahyudi, menyambut baik inisiatif Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah ini dan berpendapat bahwa pelatihan PLTS ini merupakan keterampilan yang tepat untuk siswa-siswanya. 

“Pelatihan ini adalah hal yang sangat tepat untuk bekal peserta didik kita, baik yang akan magang kerja maupun menghadapi dunia kerja. Kompetensi ini sangat diperlukan dan tepat sekali dengan tren saat ini. Kami bersyukur dan berterima kasih diberikan kesempatan atas terselenggaranya kegiatan ini di SMK Negeri 7 Semarang,” katanya.

Haris menambahkan bahwa pihaknya berharap pelatihan ini dapat memotivasi dan bermanfaat, sehingga tingginya peluang kerja PLTS atap di masa mendatang bisa diisi oleh anak-anak dengan keahlian dan bekal yang baik.

Kegiatan pelatihan PLTS atap ini merupakan salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas ESDM untuk meningkatkan pengetahuan dan keahlian generasi muda, agar mampu untuk ikut andil dalam menghadapi transisi energi. 

Boedyo Dharmawan, Plt. Kepala Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah dalam sambutannya mengatakan bahwa Jawa Tengah memiliki potensi energi baru dan terbarukan (EBT) yang cukup banyak dan melimpah, praktik-praktik pemanfaatan EBT sudah banyak dibangun dan dimanfaatkan oleh masyarakat Jawa Tengah. Dia berharap generasi-generasi muda mampu memahami dan siap menghadapi perubahan-perubahan transisi energi yang terus terjadi saat ini.

“Tiga puluh lima kab/kota di Provinsi Jawa Tengah memiliki potensi energi PLTS yang begitu banyak, dan kedepannya kita akan berangsur-angsur meninggalkan energi fosil karena ketersediaannya yang terus berkurang, ini adalah sebuah keniscayaan, kita perlu bersiap diri dan siap menghadapinya,” kata Dharmawan. 

“Harapannya dengan adanya pelatihan PLTS ini, adik-adik bisa membangun dan merawat dengan baik pengelolaan PLTS. Karena jika kita hanya terus mendorong dan masifnya pembangunan energi solar, tetapi pemeliharaan dan perawatannya kurang, kedepannya ini bisa menjadi kesempatan dan peluang kerja bagi adik-adik di masa mendatang,” lanjutnya

Selain itu, Darmawan juga berharap agar program-program EBT dapat didukung dari semua pihak termasuk lingkungan pendidikan di Provinsi Jawa Tengah.

“Kami sangat berharap dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan untuk mendorong program-program pengembangan energi terbarukan, sehingga siswa-siswi SMK Negeri di Jawa Tengah siap menghadapi konversi energi di masa mendatang,” imbuhnya

Rizqi M Prasetyo, staf Program Regional Jawa Tengah, Akses Energi Berkelanjutan, Institute for Essential Services Reform (IESR) berpartisipasi menjadi salah satu pembicara dalam kegiatan pelatihan teknis PLTS atap, dengan tema “The Green Superheroes: Solar Team is Saving the Planet!”. Pemberian materi diawali dengan kuis peluang kerja PLTS di masa mendatang, yang diikuti dengan antusias oleh peserta.  

“Materi yang disampaikan jelas, cara penyampaiannya lebih seru, jadi kita gak bosen mendengarkan, diselingi kuis lewat HP sehingga apa yang diberikan mudah dimengerti, karena cara penyampaiannya yang enak gitu,” kata Aditya Arya Permata, salah satu siswa kelas 12 SMK Negeri 7 Semarang.

Rizqi juga memberikan gambaran-gambaran bagaimana kondisi iklim dan lapangan pekerjaan di masa sekarang dan masa mendatang. Dirinya berharap peserta pelatihan dapat melek dan memiliki kesadaran yang tinggi bahwa pengembangan energi terbarukan, khususnya energi surya, dapat membuka lapangan pekerjaan baru yang ramah lingkungan. 

“Kami berharap dengan adanya pelatihan PLTS di SMK ini dapat mendorong dan memotivasi generasi muda menjadi generasi yang sadar lingkungan dan paham pentingnya transisi energi, sehingga kedepannya mampu berkontribusi, berinovasi, serta memimpin proses transformasi ekonomi rendah karbon melalui energi surya,” ungkap Rizqi.

Selain IESR, materi pelatihan juga disampaikan oleh Dinas ESDM Provinsi dan PPSDM EBTKE. Pelatihan ini berlangsung dari 6 – 8 Juni 2023 dengan materi meliputi Kebijakan dan Pengembangan PLTS atap di Jawa Tengah, Regulasi dan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) PLTS, Sistem dan Komponen PLTS dan diakhiri dengan praktik pemasangan instalasi PLTS atap.

Berbagai Opsi Intervensi untuk Kurangi Emisi Sektor Energi

Jakarta, 30 Mei 2023 – Mentransformasi sektor ketenagalistrikan menjadi sistem energi berbasis energi bersih yang rendah karbon menjadi kebutuhan mutlak. Salah satunya untuk mengejar target penurunan emisi demi menjaga kenaikan rata-rata suhu global untuk  berada pada level 1,5. Disebutkan dalam IPCC AR6 Synthesis Report bahwa sejak tahun 2011 – 2020, rata-rata suhu global telah mengalami kenaikan sebesar 1,1, di tengah berbagai aktivitas manusia yang terus menghasilkan emisi. Sektor energi menjadi salah satu kontributor terbesar emisi di Indonesia setelah kehutanan dan penggunaan lahan. Rencana pengembangan pembangkit energi berbasis fosil menjadi ganjalan dalam upaya pengurangan emisi dari sektor ketenagalistrikan.

Indonesia menduduki peringkat tiga besar sebagai negara dengan proyek perencanaan PLTU setelah Cina dan India. Sebanyak 13,8 GW PLTU dengan berbagai status pengerjaan telah masuk dalam dokumen RUPTL (Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik) PLN 2021 – 2030.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), dalam peluncuran laporan dan diskusi publik ‘Delivering Power Sector Transition’ mengatakan bahwa salah satu penyebab naiknya rata-rata temperatur global adalah pembakaran bahan bakar berbasis fosil. 

“Maka, mengurangi kapasitas batubara dalam sistem ketenagalistrikan menjadi salah satu tindakan kunci dalam upaya mencapai target Persetujuan Paris, yakni menjaga kenaikan suhu global pada level 1,5 derajat Celsius,” katanya. 

Dalam konteks Indonesia, isu komersial menjadi salah satu faktor pemberat penghentian operasi PLTU batubara. Disampaikan Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru dan Terbarukan dan Konservasi Energi, Kementerian ESDM, bahwa penghentian operasi PLTU batubara masih memerlukan dorongan bersama dari semua pihak.

“Kita masih harus berjuang untuk hal ini (penghentian operasi PLTU batubara dan penambahan kapasitas energi terbarukan). Karena, secara regulasi mereka tidak menjadi satu paket kesatuan (terpisah). Namun saya ingin mendorong bahwa prosesnya harus dilakukan dalam satu tarikan nafas untuk keduanya,” kata Dadan. 

IESR memandang penghentian operasi PLTU batubara di Indonesia merupakan hal yang penting, sebab sebagai salah satu penerima komitmen pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP), Indonesia memiliki kewajiban untuk mencapai puncak emisi sebesar 290 juta ton CO2 pada 2030, dan menaikkan bauran energi terbarukan sebanyak 34% pada 2030. 

“Untuk mengejar target Persetujuan Paris, target yang ditentukan oleh JETP sebenarnya belum cukup. Namun hal ini dapat menjadi titik awal percepatan pengembangan energi terbarukan di Indonesia,” jelas Raditya Wiranegara, Peneliti Senior IESR yang tergabung dalam tim penulis kajian.

Raditya menambahkan dalam laporan Delivering Power Sector Transition, IESR menemukan bahwa dari 13,8 GW PLTU yang direncanakan pembangunannya dalam RUPTL 2021-2030 sebanyak 2,9 GW dapat dibatalkan,  10,6 GW perlu diakhiri operasinya secara dini, dan 220 MW  dipertimbangkan untuk diganti dengan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan seperti biomassa. 

Akbar Bagaskara, peneliti bidang ketenagalistrikan IESR menambahkan bahwa penurunan emisi akan berbanding lurus dengan biaya sistem ketenagalistrikan.

“Pembatalan pembangunan PLTU yang dibarengi dengan pensiun dini untuk PLTU existing akan menjadi skenario terbaik untuk penurunan emisi. Pembatalan PLTU yang berada di dalam pipeline akan mengurangi emisi dengan signifikan. Namun hal ini dirasa masih kurang optimal untuk mengejar target JETP pada tahun 2030,” tambahnya. 

IESR menghitung untuk mengejar target JETP setidaknya sebanyak 8,6 GW PLTU batubara harus dipensiunkan sebelum 2030 diikuti dengan pengakhiran operasi 7,6 GW PLTU sebelum 2040.

Gigih Udi Utomo, Direktur Konservasi Energi Kementerian ESDM, menanggapi bahwa penghentian operasi PLTU dan pembatalan PLTU perlu dilihat sebagai dua hal yang berbeda.

“Jika kita bicara mengenai early retirement road map (peta jalan pengakhiran operasi PLTU secara dini-red), kita mengacu dengan amanat dari Perpres 112/2022. Early retirement itu untuk PLTU yang sudah beroperasi, sementara topik 13,8 GW ini merupakan PLTU yang belum beroperasi dan telah ada di RUPTL sehingga masing-masing opsi dan skenario yang ditawarkan dalam kajian perlu dieksplor lagi dan perlu berdialog dengan stakeholder terkait,” jelasnya.

Pengembang listrik swasta (Independent Power Producers) sebagai tandem PLN dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional menyatakan bahwa para pelaku usaha energi pada dasarnya bersedia mendukung pemerintah dalam bertransisi. 

“Namun yang perlu menjadi catatan adalah keikutsertaan proyek yang akan dibatalkan ataupun unit PLTU yang akan dipercepat masa pensiunnya harus berdasarkan prinsip voluntarily (sukarela) bukan mandatory (kewajiban) karena pada dasarnya pemilik proyek telah mengamankan komitmen pembangunan dan memiliki kesepakatan kerjasama dengan PLN,” kata Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI), Arthur Simatupang. 

Kirana Sastrawijaya, Senior Partner Umbra, mengingatkan bahwa penting untuk meninjau dokumen PPA (Power Purchase Agreement) antara IPP dan PLN terutama untuk usulan pembatalan pembangunan PLTU. 

“Perpres 112/2022 dapat dijadikan basis penghentian operasi PLTU batubara namun perlu ada kriteria yang dipenuhi untuk suatu unit PLTU dipercepat pengakhiran operasinya. Perpres ini juga dapat menjadi basis hukum pembatalan PLTU meski tidak secara spesifik berbicara pembatalan PLTU,” katanya.

Dalam konteks legal hukum, Karina menekankan bahwa potensi perselisihan secara hukum dapat terjadi. Maka selain aturan pemerintah yang berlaku, kesepakatan kerjasama (PPA) harus menjadi dokumen referensi karena secara detail mengatur berbagai pembatasan para pihak dan pemilik modal (funders).

Mendorong Peran Organisasi Masyarakat Sipil dalam Transformasi ASEAN

Jakarta, 16 Mei 2023 – Peran Indonesia dalam diplomasi internasional berlanjut setelah sukses menjadi tuan rumah pertemuan G20 pada November 2022. Tahun ini, Indonesia memegang keketuaan ASEAN. ASEAN sendiri merupakan kawasan penting karena menyumbang pertumbuhan ekonomi yang cukup besar. Dalam hal pertumbuhan ekonomi, ASEAN diproyeksikan akan memiliki pertumbuhan ekonomi sebesar 4,3% menurut ADB. Tantangan yang masih ada di sekitar ASEAN saat ini adalah efek dari perubahan iklim dan transisi energi.

Negara-negara ASEAN selain Vietnam masih memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap bahan bakar fosil terutama batubara dalam sistem energinya. Dibutuhkan lebih banyak upaya serta pembiayaan untuk mengubah seluruh sistem energi di ASEAN menjadi rendah karbon dan berkelanjutan.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), saat webinar bertajuk “Making Energy Green and Low Carbon to Support Sustainable Growth” through Advancing the Role of Civil Society in Southeast Asia Energy Transition During Indonesia ASEAN Chairmanship 2023” menyebutkan bahwa semua pemangku kepentingan termasuk pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja bahu membahu untuk memastikan transformasi menuju sistem energi bersih terjadi di ASEAN.

“Kami juga membutuhkan kolaborasi lebih lanjut di tingkat akar rumput dan peran CSO ASEAN yang semakin signifikan di kawasan dan bagaimana CSO ASEAN baik sebagai entitas individu maupun kelompok dapat berkontribusi untuk “Membuat Energi Hijau dan Rendah Karbon untuk Mendukung Pertumbuhan Berkelanjutan” melalui Memajukan Peran Masyarakat Sipil dalam Transisi Energi Asia Tenggara Selama Keketuaan Indonesia ASEAN 2023,” ujarnya.

Kemudian, Ridwan Budi Santoso, Koordinator Pokja Kerja Sama Investasi dan Ketenagalistrikan, Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM menjelaskan, keketuaan ASEAN Indonesia akan berupaya mendapatkan kesepakatan kerja sama regional termasuk interkonektivitas ketenagalistrikan yang diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi regional. Dia mengatakan bahwa pihaknya akan memiliki deklarasi bersama Menteri ASEAN ke-41 tentang Pertemuan Energi tentang energi berkelanjutan melalui interkonektivitas, dan pernyataan bersama untuk Proyek Integrasi Listrik Brunei Darussalam – Indonesia – Malaysia – Filipina (BIMP – PIP) sebagai penyampaiannya.

“Kami berharap perusahaan utilitas (di negara-negara tersebut-red) menandatangani MoU untuk interkonektivitas,” kata Ridwan.

Dalam agenda penetapan kebijakan, Indonesia bertujuan untuk memiliki pernyataan bersama terkait dampak perubahan iklim di kawasan.

“Selain pernyataan bersama ASEAN tentang perubahan iklim, kami juga akan memiliki kajian tentang aksi iklim berbasis komunitas ASEAN, yang berisi pembelajaran dan praktik baik untuk diterapkan di tingkat komunitas,” Wisnu Murti, Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Hutan dan Lingkungan dijelaskan.

Menanggapi pemaparan Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini, Antony Tan, Executive Officer All Party Parliamentary Group Malaysia on Sustainable Development Goals (APPGM-SDGs), menyoroti kehadiran ASEAN di komunitas internasional masih kurang. Sedikit berbeda dengan, misalnya, Uni Eropa yang memiliki kehadiran khusus dalam pertemuan-pertemuan internasional.

“Kita lihat itu misalnya saat COP 27 lalu. Kita (ASEAN) duduk terpisah-pisah dan bersama-sama hanya saat pembahasan loss and damage,” imbuhnya.

Terkait pengembangan energi terbarukan di Malaysia, Antony mengatakan saat ini Malaysia fokus pada PLTS dan hydro power. Malaysia bertujuan untuk meningkatkan pangsa energi terbarukannya, tidak termasuk tenaga air hingga 20% dari bauran energi pada tahun 2025.

“Kami mencabut larangan ekspor energi terbarukan. Langkah ini disambut baik oleh Singapura, karena akan menguntungkan negara tetangga dan mendorong sektor energi terbarukan lokal,” pungkasnya.

Ketua ASEAN sebelumnya, Kamboja menghadapi berbagai tantangan untuk membawa dekarbonisasi ke negara tersebut. Dalam mengatasi tantangan tersebut, lembaga swadaya masyarakat berperan sebagai jembatan untuk memperjelas visi dalam mempercepat transisi energi.

“Ketika kita berbicara tentang dekarbonisasi, itu berarti kita perlu berbicara tentang reformasi pasar energi seperti apa, pendukung apa yang dapat diimplementasikan, dan kita perlu memahami bahwa konteks antara satu tempat dan tempat lain sangat berbeda dan kita perlu mencari jalan keluarnya. pendekatan yang berbeda,” jelas Direktur Eksekutif Energy Lab, Kamboja, Natharoun Ngo Son.

Chariya Senpong, Ketua Tim Transisi Energi, Greenpeace Thailand menyoroti peran menjadi “jembatan” bagi banyak pemangku kepentingan. Organisasi masyarakat sipil harus memberdayakan masyarakat untuk mampu bergerak melampaui tingkat lintas batas.

“Penting untuk mengkomunikasikan isu terkait iklim tidak hanya kepada masyarakat tetapi juga kepada pemerintah, terutama di tingkat ASEAN. Tentang bagaimana kita bisa mendapatkan perubahan kebijakan yang cepat untuk mencapai tingkat emisi nol bersih. OMS juga perlu bekerja di berbagai tingkat advokasi untuk mempengaruhi dan menggerakkan para pemangku kepentingan ke jalur yang lebih berkelanjutan,” jelasnya.

Aryanne De Ocampo, Advocacy, Networking, and Communications Officer, Center for Energy, Ecology and Development menambahkan bahwa ASEAN memiliki kekuatan untuk mendorong dekarbonisasi secara global.

“Sebagai ASEAN, kita harus menjadi yang terdepan dalam menuntut perubahan dari pemerintah dan industri untuk berkomitmen pada target iklim yang ambisius. Agar ASEAN memiliki identitasnya, ia juga perlu mewakili bagian masyarakat yang paling rentan, mulai dari komitmen iklimnya.”

Setiap tahun ASEAN mengeluarkan ratusan pernyataan bersama dan ASEAN perlu memastikan bahwa pernyataan terkait perubahan iklim itu terwujud. Hal ini dikemukakan oleh Esther Tamara, Direktur Unit Iklim, Komunitas Kebijakan Luar Negeri Indonesia.

“ASEAN perlu memastikan bahwa pernyataan bersama terkait perubahan iklim tidak hanya sebatas pernyataan. Visi ASEAN pasca-2025 harus fokus pada iklim untuk menciptakan dunia yang hijau. Ada juga kata-kata dari pemerintah Kamboja khususnya untuk membuat Green Deal, tapi belum banyak gerakan ke arah itu,” ujarnya.

Esther menambahkan, seharusnya ada mekanisme resmi organisasi masyarakat sipil yang memungkinkan terjadinya diskusi dari bawah ke atas di ASEAN.

IESR Turut Meramaikan Puncak Kegiatan Peringatan Hari Bumi Tahun 2023

IESR turut meramaikan perayaan Hari Bumi tahun 2023

Cilacap, 12 Mei 2023 –  Dalam rangka peringatan Hari Bumi yang jatuh setiap tanggal 22 April, Institute for Essential Services Reform (IESR) turut serta meramaikan puncak kegiatan peringatan Hari Bumi tahun 2023 di Desa Bulupayung, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap pada Jumat (12/5/2023). Kegiatan tersebut mengusung tema “Invest in Our Planet Through Sustainable Mining”. 

Selama acara berlangsung, tim IESR memberikan edukasi tentang bagaimana kontribusi pemanfaatan energi ramah lingkungan khususnya dalam skala rumah tangga (PLTS atap) dan mengimplementasikan potensi energi terbarukan di sekitar mereka. Publikasi dan kajian-kajian IESR yang relevan di Jawa Tengah turut dibagikan kepada para pengunjung yang hadir dalam kegiatan tersebut. Pengunjung juga diajak untuk meramaikan photobooth dengan mengusung tema #InvestInOurPlanet.

Dalam sambutan pembukaan acara tersebut, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengingatkan pentingnya melestarikan sumber daya alam sehingga terus bermanfaat bagi manusia.

“Sumber daya alam adalah kunci roda perekonomian berjalan, segala sesuatu yang berada di alam dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan serta kesejahteraan, dan sebagai manusia kita wajib menjaga dan melestarikannya,” terang Ganjar Pranowo. 

Sementara itu, Boedyo Dharmawan, Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas ESDM Jawa Tengah, menjelaskan beberapa rangkaian kegiatan lainnya selama puncak kegiatan  peringatan Hari Bumi tahun 2023. Boedyo menjelaskan, rangkaian acara tersebut bertujuan untuk melindungi bumi dari kepunahan, terutama sumber daya alam yang telah dimanfaatkan. 

 “Di momen rangkaian hari bumi ini ada beberapa poin penting kegiatan yang kita lakukan, pengukuhan Paguyuban Penambang Slamet Selatan, bantuan 4000 bibit pohon, penghargaan terhadap pelaku tambang skala kecil hingga besar yang memenuhi kaidah-kaidah Good Mining Practice (GMP), kaidah teknis dan lingkungan. Selain itu juga dilakukan penganugerahaan Desa Mandiri Energi (DME); dan Gerakan Hemat Energi dan Air (HEA). Semoga pengelolaan bumi berkelanjutan bisa dilakukan demi generasi masa depan,” ucapnya. 

Staf Program Regional Akses Energi Berkelanjutan IESR, Riina Syivarulli berharap para peserta dan pengunjung kegiatan dapat semakin menyadari pentingnya kesadaran dan mengambil langkah nyata untuk menjaga kelestarian lingkungan setelah mengunjungi booth IESR.

“Pada kesempatan ini, IESR mengenalkan platform Jejakkarbonku.id untuk mengetahui emisi karbon dari kegiatan kita sehari-hari. Selain itu, ada juga platform Solar Hub apabila ada pengunjung yang ingin mengetahui tentang PLTS atap. Banyak pengunjung yang mencoba kedua platform tersebut dan beberapa pengunjung mengatakan tertarik memasang PLTS atap. Semoga semakin banyak yang tertarik untuk memasang PLTS atap sebagai salah satu upaya mengurangi emisi dan memanfaatkan energi terbarukan dari rumah,” tutur Riina.

Menginspirasi Generasi Muda: CASE Indonesia Mengajar Tentang Pentingnya Transisi Energi di Sekolah Bogor Raya

Bogor, 4 April 2023 – Proyek Clean, Affordable and Secure Energy for Southeast Asia (CASE) bersama Sekolah Bogor Raya meluncurkan kegiatan Teaching for the Future (T4F) yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya isu transisi energi sebagai mata pelajaran pada pendidikan formal.

Kegiatan Teaching for the Future (T4F) yang diselenggarakan oleh CASE Indonesia diadakan kedua kalinya di Sekolah Bogor Raya. T4F pertama kali diadakan di Sekolah Santa Ursula BSD tahun 2022. Tahun ini T4F hadir untuk memberikan pelatihan bagi murid kelas 7,8 dan 11 yang berjumlah 150 peserta dan difasilitasi oleh 15 mentor dengan tujuan utama untuk meningkatkan pemahaman serta memberikan tantangan bagi murid-murid untuk mencari solusi bagi permasalahan transisi energi yang dialami Indonesia. 

Akses energi berkelanjutan, efisiensi energi, transportasi berkelanjutan, pertanian berkelanjutan dan transisi energi berkeadilan merupakan 5 topik yang difasilitasi oleh mentor-mentor dalam diskusi yang berlangsung. Pada akhir kegiatan, seluruh peserta di setiap kelompok akan berikan tugas untuk membuat kampanye atau proposal kegiatan pada topik yang telah dipaparkan. Kampanye atau proposal kegiatan ini nantinya akan dipresentasikan oleh setiap kelompok tanggal 14 April 2023 pada acara Pameran Hari Bumi yang diselenggarakan oleh Sekolah Bogor Raya.

Dominic, salah satu peserta program T4F memberikan tanggapannya akan hal baru yang ia pelajari, “Satu hal baru yang saya pelajari dari sesi ini adalah kekeringan yang terjadi di Danau Toba. Saya pun berfikir bagaimana kekeringan ini sangat berdampak pada masyarakat di sana, terutama dalam mengakses air bersih. Pendidikan seperti ini sangat penting untuk kami (siswa), terutama untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman akan isu energi berkelanjutan.”

Agus Tampubolon, Manajer Proyek CASE Indonesia, kembali menyuarakan pentingnya isu transisi energi sebagai salah satu mata pelajaran di pendidikan formal. 

“Pendidikan tentang perubahan iklim dan energi bersih harus diberikan pada generasi muda, karena mereka yang akan meneruskan perjuangan menuju transisi energi yang sukses di masa depan,” kata Agus.

Aditya Rao, Koordinator Kurikulum di Sekolah Bogor Raya bercerita bahwa hampir seluruh mata pelajaran yang ada di SBR didasarkan pada prinsip Sustainable Development Goals (SDGs) dan sejak sekolah dasar, siswa-siswi telah diberikan mata pelajaran mengenai perubahan iklim dan transisi energi. Aditya menambahkan, melalui kegiatan T4F, Ia berharap siswa-siswi dapat memahami isu transisi energi dan perubahan iklim dari sudut pandang praktis, tidak hanya secara teori, dan dapat terinspirasi untuk memberikan solusi. 

Note: CASE for Southeast Asia merupakan program kolaborasi antara  Institute of Essential Services Reform (IESR), GIZ Indonesia dan Kementerian PPN/Bappenas yang memiliki mandat untuk merubah narasi transisi energi di Indonesia yang fokus pada dekarbonisasi pada sektor energi, meningkatkan bauran energi terbarukan dan efisiensi energi, mencapai transisi energi yang berkeadilan, serta keuangan berkelanjutan.