Pengangkatan Jonan Diapresiasi, Tetapi Arcandra Tetap Bikin Resah

Baru saja Presiden RI Joko Widodo melantik Ignasius Jonan selaku Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) definitif. Bersamaan dengan itu, Jokowi juga mengangkat Arcandra Tahar sebagai Wakil Menteri ESDM.

Posisi ini sebelumnya telah ditiadakan. Mengomentari pengangkatan Jonan dan Arcandra, Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, sepertinya posisi menteri dan wamen dibuat untuk mengakomodasi kepentingan Presiden dan kepentingan pendukungnya.

“Jonan tidak berpengalaman di bidang energi, tetapi kredibilitasnya sangat baik, demikian juga integritasnya,” kata Fabby kepadaKompas.com, Jakarta, Jumat (14/10/2016).

Fabby mengatakan, kredibilitas dan integritas Menteri ESDM yang kuat memberikan harapan tata kelola sektor energi yang lebih baik. Fabby menengarai, pilihan Jokowi pada Jonan ini merupakan aset untuk mengimbangi sosok Arcandra, yang menurut Fabby, kurang diterima oleh pemangku kepentingan.

“Saya terkejut dengan pengadaan posisi wamen. Apakah memang dibutuhkan? Kalaupun diperlukan, apakah Arcandra layak atau tepat menduduki posisi ini, mengingat kredibilitasnya sangat jatuh di mata pemangku kepentingan energi? Ini akan menjadi beban di masa depan,” kata dia lagi.

Menurut Fabby, dengan adanya menteri yang kurang paham persoalan dan prioritas sektor energi, maka wamennya seharusnya orang yang paham isu-isu energi dan kenal dengan pemangku kepentingan dan dengan kredibilitas yang baik.

“Kualitas ini tidak dimiliki Arcandra,” pungkas Fabby.

Sumber: kompas.com.

Pertamina Diminta Bentuk Tim Untuk Usut Perkara Glencore

Skalanews – PT Pertamina diminta menyelidiki kesalahan pengiriman minyak yang dilakukan Glencore. Dikatakan Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) Febby Tumiwa, penyelidikan harus dilakukan profesional dan objektif.

“Kesalahan komposisi ini apakah disengaja atau tidak, itu yang perlu diselidiki. Karena bisa saja praktek yang dulu kembali terjadi yaitu kasus minyak Zatapi. Pertamina bisa menurunkan tim investigasi dari internal, tapi pemerintah juga perlu memperhatikan,” kata Febby kepada wartawan, Jakarta, Selasa (27/9)

Seperti diketahui, dalam pembelian minyak untuk kilang Balikpapan, Pertamina memesan 70 persen minyak sarir (super heavy) dan 30 persen minyak mesla (light). Namun yang datang justru sebaliknya, 30 persen sarir dan 70 persen minyak mesla.

Kesalahan tersebut, diduga terjadi karena adanya permainan mafia migas. Ada kelompok tertentu yang melakukan permainan atau kesengajaan mencari untung dari selisih harga komposisi.

“Ini perlu diselidiki dan saya sarankan hasilnya agar diumumkan oleh Pertamina kepala publik. Ini menyangkut kepercayaan publik kepada reformasi di internal Pertamina,” sambung Febby.

Dan jika nantinya memang ditemukan kesengajaan, Pertamina selanjutnya diminta untuk melakukan blacklist terhadap Glencore.

Senada dengan Febby, mantan anggota Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas Fahmy Radhi menduga ada permainan mafia dalam kesalahan ‎pengiriman pesanan tersebut.

“Adanya perubahan komposisi tersebut mengindikasikan bahwa mafia migas masih bergentayangan dalam impor pengadaan minyak. Kalau sekarang mafia tidak bisa masuk dalam proses bidding (tender), celah yang digunakan mafia migas adalah perubahan komposisi yang lebih sulit dideteksi,” tutup Fahmy. (frida astuti/bus)

Sumber: skalanews.com.

Ini Tiga Model Pengelolaan Pembangkit Listrik di Desa-desa

JAKARTA, KOMPAS.com – Kebutuhan listrik semakin mendesak untuk desa-desa di Indonesia. Pembangunan pembangkit listrik dari energi terbarukan pun menjadi cara untuk memenuhi hal tersebut.

Namun seringkali dalam pengelolaannya justru sering terabaikan lantaran kontraktor atau donor yang membangun melepasnya begitu saja setelah pembangkit listrik itu dibuat.

Institute for Essential Services Reform (IESR), sebuah lembaga yang fokus pada kebijakan publik tentang energi dan perubahan iklim mengidentifikasikan tiga model pengelolaan pembangkit listrik di desa-desa.

“Pertama yang paling sederhana ada donor memberikan dana untuk membangun pembangkit listrik mikro hidro (tenaga air) kemudian diberikan masyarakat lalu mereka memilih siapa saja bertanggung jawab mengelola serta menjadi penagih untuk tarif listrik,” jelas Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa, di Jakarta, Kamis (29/9/2016).

Model ini, sambung Fabby lazim dilakukan namun kerap tidak bisa jangka panjang lantaran tarif yang telah dimusyawarahkan tidak mencerminkan biaya perawatan pembangkit listrik tersebut.

Selain itu, dalam metode ini Fabby juga mengkritik donor yang hanya sekadar membangun tanpa memberikan sumbangsih untuk perawatan.

Model kedua yang dipaparkan Fabby berikutnya adalah pembangkit listrik milik masyarakat dikerjasamakan atau joint operation dengan PLN sehingga pembayaran listrik dilakukan langsung ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.

“Biasanya kontrak dengan PLN bisa Rp 1.000 atau bahkan Rp 500 per kilowatt. Model ini nggak membuat masyarakat pusing soal perawatan karena ditanggung PLN dan hanya memastikan saja agar air tidak kering,” tambahnya.

Kemudian yang terakhir, lanjut Fabby adalah masyarakat menjadi bagian dari skema investasi bersama.

Artinya, dalam model ini, masyarakat dilibatkan dan diberdayakan untuk bisa menggunakan listrik dengan maksimal seperti memanfaatkannya sebagai salah satu elemen ekonomi kreatif.

“Saya kira ini cukup baik dan mungkin ini jawaban berkelanjutan sehingga bisa memberikan manfaat finansial langsung ke masyarakat karena model ini memungkinkan masyarakat mendapatkan uang selain listrik seperti halnya PLN,” pungkas dia.

Sumber: kompas.com.

Pertamina Diminta Selidiki Kasus Impor Minyak yang Tak Sesuai Komposisi

JAKARTA (Pos Kota) – Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR), Febby Tumiwa meminta manajemen Pertamina bertindak profesional dan objektif untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus impor minyak yang tak sesuai komposisi.

Bahkan, pemerintah-pun diharapkan turun tangan karena imbas kegagalan impor berpotensi pada layanan kebutuhan masyarakat.

“Kesalahan komposisi ini apakah disengaja atau tidak, itu yang perlu diselidilki, karena bisa saja praktek yang dulu kembali terjadi yaitu kasus Zatapi. Pertamina bisa menurunkan tim investigasi dari internal dia, tapi Pemerintah juga perlu memperhatikan karena ada dampak pasokan BBM yang terganggu di kilang-kilang dengan adanya salah kirim ini,” kata Febby di Jakarta, Senin (26/9).

Febby menambahkan, penyelidikan yang dimaksudnya harus memenuhi asas transparansi dan dilaporkan kepada publik agar menjadi pembuktian bagi direksi Pertamina untuk komitmen memerangi mafia di tubuh perusahaan BUMN itu.

Jika ditemukan adanya oknum yang melakukan permainan atau kesengajaan mencari untung dari selisih harga komposisi, dia minta oknum tersebut ditindak tegas, begitupun terhadap kontraktor Glencore harus dijatuhkan sanksi black list.

“Ini perlu diselidiki dan saya sarankan hasilnya agar diumumkan oleh Pertamina kepada publik. Ini menyangkut kepercayaan publik kepada reformasi di internal Pertamina. kan ISC dibentuk untuk mengganti Pertal yang dibubarkan, kalau ada permainan dalam ISC, kan sama aja bohong, berarti reformasi itu gagal. Saya kira nanti kalau ada unsur kesengajaan, Glencore itu sebagai trader harus di blacklist, tidak boleh lagi berbisnis dengan Pertamina,” jelasnya.

Secara terpisah, Mantan Tim Reformasi dan Tata Kelola Migas, sekaligus Pengamat Ekonomi dan Energi dari UGM, Fahmy Radhi mengungkapkan kejadian ini bukti bahwa mafia migas masih bersarang di PT Pertamina. Kalau dulu pola permainan mafia melalui skenario tender, namun sekarang ditemukan celah melalui permainan komposisi yang memang sulit terdeteksi.

“Adanya perubahan komposisi tersebut mengindikasikan bahwa mafia migas masih bergentayangan dalam impor pengadaan minyak. Kalau sekarang mafia tidak bisa masuk dalam proses bidding, celah yang digunakan mafia migas adalah perubahaan komposisi yang lebih sulit dideteksi,” kata Fahmy Radhi. (guruh/win)

Sumber: poskotanews.com.

Perusahaan Energi Asing Dituduh Suap Pejabat RI

Maxpower membangun pembangkit listrik tenaga gas di Tarahan, Provinsi Lampung, dan Tarakan, Kalimantan Timur, pada 2015 lalu.
Maxpower membangun pembangkit listrik tenaga gas di Tarahan, Provinsi Lampung, dan Tarakan, Kalimantan Timur, pada 2015 lalu.

Departemen Kehakiman Amerika Serikat tengah menyelidiki perusahaan perbankan Standard Chartered atas tuduhan sebuah perusahaan energi yang berada di bawah naungannya melakukan praktik suap untuk mendapat proyek listrik di Indonesia.

Penyelidikan ini bermula dari audit internal yang dilakukan MaxPower Group, sebuah perusahaan pembangun pembangkit tenaga listrik yang bernaung di bawah Standard Chartered.

Audit itu mengungkap tuduhan praktik suap yang melibatkan perusahaan itu dan pejabat pemerintah Indonesia. Dalam audit disebutkan bahwa sejumlah anggota dewan direksi Maxpower berbincang mengenai ‘uang pelicin’ yang dibayarkan perusahaan kepada pejabat Indonesia untuk memuluskan bisnis di Indonesia.

  • Dahlan Iskan tersangka kasus korupsi gardu listrik
  • Hasil lelang barang gratifikasi capai 80 juta
  • Rudi Rubiandini didakwa terima US$1,4 juta

Perbincangan itu rupanya direkam salah satu anggota dewan direksi “secara diam-diam” dan kemudian isi pembicaraan dituangkan dalam audit internal. Tidak disebutkan siapa pejabat yang disuap.

Penyelidikan Departemen Kehakiman AS kini berfokus pada Standard Chartered dengan tudingan bahwa perusahaan itu melanggar undang-undang tindak korupsi dan tahu praktik yang terjadi namun tidak menghentikannya.

Saya mendatangi kantor Maxpower Indonesia Rabu (28/09) siang, namun tidak ada perwakilan yang bersedia berkomentar.

Perusahaan Listrik Negara mengaku mengetahui Maxpower dan siap membantu proses penyelidikan yang dilakukan Departemen Kehakiman AS.
Perusahaan Listrik Negara mengaku mengetahui Maxpower dan siap membantu proses penyelidikan yang dilakukan Departemen Kehakiman AS.

Maxpower membangun pembangkit listrik tenaga gas di Tarahan, Provinsi Lampung, dan Tarakan, Kalimantan Timur, pada 2015 lalu.

Bantu proses penyelidikan

Tuduhan praktik suap yang melibatkan perusahaan asing dalam pembangun pembangkit listrik belum diketahui Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

“Saya tidak tahu masalah itu, baru dengar barusan. Maxpower Group itu membangun di mana ya? Coba cek ke PLN karena yang bangun-bangun itu PLN,” kata Jarman.

Perusahaan Listrik Negara mengaku mengetahui Maxpower dan siap membantu proses penyelidikan yang dilakukan Departemen Kehakiman AS.

“Kita serahkan prosesnya kepada yang berwenang, yaitu Departemen Kehakiman AS, untuk menyelidikinya. PLN tentunya siap membantu proses penyelidikan sesuai dengan perundangan yang berlaku bila diperlukan,” kata juru bicara PLN, Agung Murfidi.

Survei yang dilakukan Transparansi Internasional menyebutkan para pebisnis harus membebankan sekian persen dari ongkos produksi untuk suap agar bisnis bisa berjalan mulus.
Survei yang dilakukan Transparansi Internasional menyebutkan para pebisnis harus membebankan sekian persen dari ongkos produksi untuk suap agar bisnis bisa berjalan mulus.

Ketika ditanya apakah PLN akan melakukan penyelidikan internal, Agung mengatakan masih menunggu hasil penyelidikan Departemen Kehakiman AS.

Jamak terjadi

Praktik korupsi dan uang pelicin jamak terjadi di Indonesia, sebagaimana dikatakan Sekretaris Jenderal lembaga Transparansi Internasional, Dadang Trisasongko.

Bahkan, menurut survei yang dilakukan lembaganya, para pebisnis harus membebankan porsi tertentu dari ongkos produksi untuk suap agar bisnis bisa berjalan mulus.

“Dari survey kami terhadap pengusaha lokal maupun multinasional, sebagian besar responden mengatakan biaya yang dialokasikan untuk suap bisa 30% dari total biaya produksi. Istilahnya, uang pelicin,” kata Dadang.

Fabby Tumiwa selaku Direktur Eksektutif Institute for Essential Services Reform (IESR), mengatakan praktik uang pelicin terjadi ketika pemerintah dan BUMN menggelar tender proyek.

“Kasus suap umumnya terjadi pada level proyek, ketika proses tender. Pihak yang ikut tender itu kemudian berusaha memenangkannya dengan memberikan uang pelicin,” kata Fabby.

Untuk menekan praktik tersebut, khususnya dalam kasus tuduhan perusahaan pembangun pembangkit listrik, dia mendesak pemerintah dan BUMN menerapkan kebijakan antikorupsi yang ketat.

“Institusi atau perusahaan milik negara seperti PLN juga harus punya kebijakan antikorupsi yang kuat. Nah, selama PLN tidak bersikap hati-hati, atau ada pejabat di atas yang memberi katabelece, praktik ini masih terus terjadi,” ujarnya.

Indonesia menempati peringkat 88 dalam indeks persepsi korupsi 2015 versi lembaga Transparansi Internasional. Posisi itu jauh di bawah Singapura dan Malaysia.

Sumber: bbc.com.

Subsidi Dicabut, Tarif Listrik Diharap Tak Beratkan Masyarakat

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah harus melakukan pengkajian terlebih dahulu sebelum melakukan pencabutan subsidi listrik untuk golongan pelanggan 450 Volt Ampere (VA) dan 900 VA, agar sesuai dengan kemampuan masyarakat.

Direktur Eksekutif Institut for Essential Services Reform (IESR‎) Fabby Tumiwa mengatakan, sebelum melakukan pencabutan subsidi, pemerintah harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk membayar listrik.

“Tetapi pemberian subsidi tersebut perlu pengkajian, mempertimbangkan kemampuan membayar,” kata Fabby, saat berbincang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Senin(26/9/2016).

Menurut Fabby, pencabutan subsidi listrik jangan sampai memberatkan masyarakat sehingga tak mampu membeli listrik. Hal tersebut sudah diamanatkan dalam Undang-Undang ‎Nomor 30 Tahun 2007 tentang energi.

“Jangan sampai subsidi tersebut membuat orang tidak punya listrik, jadi harus benar-benar perlu diperhatikan karena kalau lihat Undang-Undang Energi dan listrik maka energi hak setiap rakyat Indonesia,”‎ tutur Fabby.

Fabby mengakui, pengkajian pencabutan subsidi listrik agar penyaluran subsidi tepat sasaran memang tidak mudah, namun hal tersebut harus dilakukan.

“Karena kalau dicabut tidak dapat haknya. Ini pengkajian subsidi itu tepat sasaran itu memang tidak mudah tapi tugas pemerintah melakukan itu,” tutur Fabby.

PT PLN (Persero) menyatakan, pencabutan subsidi listrik tahun depan tidak hanya diberlakukan ‎untuk golongan pelanggan 900 VA, tetapi juga golongan 450 VA yang masuk kategori mampu.

Pencabutan subsidi listrik dilatarbelakangi kesepakatan Badan Anggaran DPR‎ anggaran subsidi listrik 2016 sebesar Rp 44,89 triliun, dan penerima subsidi listrik dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2017 sebanyak 23,15 juta pelanggan, terdiri dari 19,1 juta pelanggan golongan 450 VA dan 4,05 juta 900 VA.

Sedangkan saat ini, jumlah masyarakat yang menerima subsidi listrik mencapai 45 juta pelanggan terdiri dari golongan pelanggan 450 VA sebanyak 22,8 juta pelanggan dan 900 VA sebanyak 22,9 juta pelanggan.

“Jumlah penerimaan sekitar 23,15 juta pelanggan yang meliputi pelanggan daya 900 VA dan 450 VA,” kata Direktur Perencanaan PLN Nicke Widyawati.

Menurut Nicke, angka masyarakat yang berhak menerima subsidi tersebut berdasarkan data dari Tim Nasional Percepatan Pengendali Kemiskinan (TNP2K). “Itu hasil pemeriksaan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)‎,” tutur Nicke.

‎Nicke mengungkapkan, pencabutan subsidi listrik golongan 450 VA dan 900 VA akan dilakukan secara bertahap, ‎untuk golongan 450VA akan dilakukan dalam empat tahap dan 900VA dilakukan dalam tiga tahap tahun depan.

“Tahapannya untuk penyesuaian, sudah ada. Empat kali untuk 450 VA dan 900 VA tiga Kali,” tutup Nicke.

Sumber: liputan6.com.

IESR Sesalkan Banggar DPR Tolak Subsidi EBT

JAKARTA. Institute for Essential Services Reform (IESR) menyesalkan keputusan Badan Anggaran (Banggar) DPR yang menolak usulan pemberian subsidi energi terbarukan untuk dianggarakan pada APBN 2017 oleh pemerintah.

Usulan subisidi energi terbarukan sebesar Rp 1,3 triliun awalnya dialokasikan untuk membayar selisih biaya pokok produksi PT PLN dengan tarif tenaga listrik dari pembangkit energi terbarukan.

“Seharusnya DPR dapat mengakomodasi usulan pemerintah dan meminta penjabaran mekanisme pemberian subsidi yang lebih transparan dari pemerintah sebelum menolak usulan subsidi tersebut,” tegas Direktur IESR, Fabby Tumiwa, melalui siaran tertulis, Rabu (21/9).

Fabby bilang, penolakan ini mengirim sinyal negatif kepada investor bahwa pemerintah Indonesia tidak konsisten dalam mengembangkan energi terbarukan. Adapun dukungan fiskal dan non-fiskal untuk pengembangan energi terbarukan, diperlukan mengingat Kebijakan Energi Nasional (KEN) menargetkan energi terbarukan menyumbang 23% bauran energi primer tahun 2025.

Target ini setara dengan 46 Gigawatt (GW) kapasitas pembangkit listrik dari energi terbarukan. Diperlukan tambahan 37 GW pembangkit energi terbarukan dalam 10 tahun mendatang untuk memenuhi target KEN.

Di tengah-tengah kompetisi memperoleh investasi nasional dan global, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dan praktek selama ini dianggap belum mendorong daya saing.

Untuk itu, kata Fabby, IESR mendesak Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM, untuk merumuskan sebuah kebijakan fiskal dan non-fiskal yang komprehensif untuk mendukung pengembangan energi terbarukan di Indonesia. “Kebijakan fiskal berupa pemberian fasiltas bebas pajak (tax holiday) untuk pembangkit energi terbarukan, selama masa pengembalian investasi dan penghapusan bea masuk untuk impor peralatan dan komponen pembangkit energi terbarukan,” urainya.

Sumber: kontan.co.id.

Tender PLTGU Jawa Diminta Pertimbangkan Ketersediaan Lahan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengamat energi Fabby Tumiwa meminta PT PLN (Persero) mempertimbangkan faktor ketersediaan lahan dalam menentukan pemenang tender proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Jawa 1 berkapasitas 1.600 megawatt (MW) senilai Rp 30 triliun.

“Ketersediaan lahan ini penting karena terkait kemampuan peserta tender menyelesaikan proyek PLTGU secara tepat waktu dan sekaligus juga biaya proyek, apakah menjadi lebih mahal atau tidak,” katanya di Jakarta, Selasa (20/9).

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) itu mengatakan secara umum PLN mesti menentukan pemenang lelang PLTGU Jawa 1 atas empat kriteria yakni harga penawaran, kemampuan pendanaan, kredibilitas termasuk pengalaman, dan kemampuan menyelesaikan proyek tepat waktu.

“Untuk poin kemampuan menyelesaikan proyek PLTGU tepat waktu ini, soal ketersediaan lahan menjadi pertimbangan penting,” ujarnya.

Oleh karena itu, kata Fabby, panitia lelang PLN hendaknya mempertimbangkan berbagai faktor tersebut dalam menentukan pemenang tender. “Apakah dengan menggunakan reklamasi lahan, peserta tender bisa menyelesaikan proyek tepat waktu?,” katanya.

PLN kini tengah melaksanakan tender proyek PLTGU Jawa 1 senilai Rp 30 triliun. Terdapat empat peserta tender tersisa yakni konsorsium Adaro-Sembawang Corp, konsorsium Medco-Nebras, konsorsium Pertamina-Marubeni-Sojitz, dan konsorsium Mitsubishi-Pembangkitan Jawa Bali (PJB)-Rukun Raharja.

Opsi lokasi titik serah penjualan listrik sesuai persyaratan tender PLN adalah Muara Tawar, Bekasi dan Cibatu Baru, Bekasi. Konsorsium Adaro, Medco, dan Mitsubishi diketahui akan memakai lahan dari hasil reklamasi laut di sekitar Muara Tawar. Sedangkan, Pertamina diuntungkan karena akan memanfaatkan lahan sendiri di Cilamaya yang berdekatan dengan Cibatu Baru.

Sumber: republika.co.id.

Kriteria Menteri ESDM, Pengamat: Harus Orang Indonesia

Jakarta -Jabatan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) hingga saat ini masih dijabat rangkap oleh Menteri Koordinator bidan Kemaritiman lantaran ditinggal pejabat sebelumnya Arcandra Tahar yang dicopot karena memiliki dua kewarganegaraan. Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun tengah menyeleksi beberapa nama untuk mengisi kekosongan kursi Menteri ESDM tersebut.

Calon Menteri ESDM yang akan diajukan namanya oleh Jokowi juga harus memenuhi beberapa persyaratan utama karena jabatan strategis ini sarat akan banyak kepentingan. Menurut Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, calon Menteri ESDM yang akan duduk menggantikan Arcandra Tahar harus memiliki integritas yang tinggi dengan tidak memihak kepada satu kelompok tertentu.

“Integritas paling penting. Integritas dan tidak memiliki konflik kepentingan dengan berbagai sektor yang menjadi kriteria utama untuk publik,” kata Fabby dalam diskusi Menimbang Menteri ESDM Pilihan Jokowi di Hall Dewan Pers, Jakarta Pusat, Minggu (4/9/2016).

Selain itu, orang yang akan menduduki jabatan nomor satu di Kementerian ESDM juga harus seorang profesional yang sudah memahami seluk beluk energi, migas, hingga mineral dan batu bara. Sehingga Menteri ESDM yang baru tidak lagi meraba-raba kebijakan dan mampu memberikan terobosan di bidang energi.

“Bukan politisi. Pilihannya adalah orang yang profesional. Ini konsisten dengan hasil survei yang kami lakukan,” ujar Fabby.

“Orang memang menginginkan figur Menteri ESDM knows the problem, bukan lagi ingin belajar. Karena publik melihat banyak persoalan sektor ESDM yang perlu diselesaikan segera,” tambah Fabby.

Kemudian, Menteri ESDM yang baru juga harus dipastikan seorang WNI. Jangan lagi kesalahan pemerintah terulang untuk yang kedua kalinya.

“Bukan WNA, orang yang tahu persoalan energi di Indonesia yang selama ini beraksi dengan pelaku energi,” tutur Fabby.

Sumber: finance.detik.com.