Melihat Peluang dan Tantangan Transisi Energi di Daerah

Bali, 30 Agustus 2022 – Pemerintah daerah (Pemda) dan masyarakat dapat menjadi motor untuk percepatan transisi energi. Transisi energi yang terdesentralisasi relatif memerlukan waktu yang  lebih singkat karena dilakukan dalam skala kecil dan dampaknya pun dapat secara langsung dirasakan dan dilihat oleh masyarakat. 

Disampaikan Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, dalam seminar paralel G20 “Decentralizing energy transition: Advancing the role of the community and subnational government” (30/8), bahwa dalam konteks pengembangan energi terbarukan diperlukan desentralisasi asimetris, yang berarti masing-masing Pemda diberikan ruang yang cukup untuk merencanakan pengembangan energi terbarukan sesuai potensi dan situasi daerahnya.

“Potensi kemandirian energi di desa-desa ini, dari sisi bisnis tidak bagus sebab skalanya relatif kecil untuk skala bisnis, tetapi jika kita tidak membuat contoh seperti pemasangan PLTS sebesar 20 kWp untuk 8 UMKM di Jepara, PLTS off grid untuk pompa air, atau PLTMH dengan kapasitas 15 kWp yang melistriki 75 kepala keluarga, dengan sungguh memanfaatkan potensi yang ada di lokal,  maka tidak akan terlaksana, jadi kita perlu keberanian untuk berubah.” tegas Ganjar.

Ida Ayu Giriantari, Staf Khusus Gubernur Bali menyatakan masyarakat, utamanya masyarakat Bali memiliki kesadaran yang cukup tinggi untuk menjaga lingkungan dan beralih pada sumber energi yang lebih ramah lingkungan. 

“Energi bersih sudah menjadi landasan hidup dan visi pembangunan Bali sejak dulu dan tertuang dalam Pergub 45/2019, ketika pemerintah pusat membuat kebijakan energi bersih secara nasional kami merasa ada dukungan dari pemerintah pusat,” katanya.

Pada bulan Maret 2022, Gubernur Bali mengeluarkan surat edaran yang menghimbau untuk kantor pemerintah, dan bangunan pariwisata memasang PLTS atap. Hal ini salah satunya untuk mengejar target Bali mencapai status netral karbon 2045.

“Dengan kerjasama semua stakeholder dan masyarakat saya optimis kita bisa mencapai Bali Net Zero Emission 2045,” tutur Ida Ayu.

Dilalui aliran sungai Batang Hari, provinsi Jambi mulai memperkenalkan penggunaan energi terbarukan pada tahun 2000an mencakup PLTA, PLTB (Tanjung Barat dan Timur), dan surya.

“Saat ini kami sedang menyiapkan program bantuan konsumsi energi terintegrasi dapur dan rumah tangga, atau kami sebut program Boenda. Ini akan segera kami luncurkan,” jelas Abdullah Sani, Wakil Gubernur Jambi pada acara yang sama.

Sani melanjutkan bahwa pemerintah Provinsi Jambi berkomitmen untuk bekerjasama dengan pemerintah pusat maupun swasta untuk mengembangkan transisi energi karena sumber daya yang tersedia dirasa sudah cukup melimpah namun masih perlu mentransformasikannya menjadi energi yang dapat digunakan.

Bob Saril, Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PT PLN, menyatakan bahwa pihaknya sebagai penyedia listrik di Indonesia telah merancang skema transisi energi melalui RUPTL (Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik) berbasis energi terbarukan.

“Dalam RUPTL saat ini porsi energi terbarukan mencapai 52%, hal ini menjadi langkah awal dalam transisi yang kami rancang. Bahwa setelah 2022, kita tidak lagi menambah komitmen PLTU baru lagi,” kata Bob.

Chrisnawan Anditya, Kepala Biro Perencanaan Kementerian ESDM, menyatakan bahwa perbedaan potensi EBT di berbagai daerah merupakan tantangan teknis sekaligus peluang besar untuk sistem energi kita. 

“Hal ini memungkinkan pembagian energi berbasis EBT, ketika daerah mengalami kelimpahan atau kelangkaan energi. Agar hal tersebutdapat terjadi, maka diperlukan sistem tenaga listrik yang terintegrasi (SmartGrid dan SuperGrid),” jelas Chrisnawan.

Sektor energi diperkirakan akan menjadi kontributor emisi utama jika tidak ditangani dengan serius. Togap Simangunsong, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga, Kementerian Dalam Negeri menjelaskan pihaknya terus memantau provinsi-provinsi dalam menyusun Perda RUED (Rencana Umum Energi Daerah) sebagai turunan dari Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).

“27 dari 34 provinsi sudah memiliki Perda RUED dan sejumlah provinsi masih berproses dengan tahapan beragam untuk penyusunan RUED-nya,” tutur Togap.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR mengingatkan para pemimpin daerah untuk menyelaraskan RUED dengan RPJMD supaya kebijakan yang dibuat sejalan sehingga pelaksanaannya pun dapat berjalan lancar. Dirinya juga menekankan pentingnya peran serta masyarakat dalam inisiatif transisi energi di daerah

“Masyarakat dapat ikut serta berinvestasi pada energi terbarukan dengan memasang PLTS atap di rumah masing-masing. Pemda juga dapat berkontribusi dengan mengalokasikan anggaran pada sektor ini. Jika investasi dalam negeri tumbuh baik, maka investasi asing pun akan lebih tertarik untuk masuk,” jelas Fabby.

IESR: Penggunaan PLTS Atap pada Sektor Bisnis Bawa Tiga Manfaat Sekaligus

Semarang, 14 Juni 2022 – Semakin populernya isu perubahan iklim dan kelestarian lingkungan perlahan mempengaruhi pola konsumsi dan pola belanja masyarakat dalam berbagai bidang mulai dari kebutuhan rumah tangga hingga pariwisata. Survei global yang dilakukan The Economist terdapat peningkatan belanja produk-produk berkelanjutan (sustainable) dari tahun ke tahun sejak 2016 – 2020. Bukan hanya tentang bahan/material produk yang dijadikan acuan, namun emisi yang dihasilkan selama produksi juga menjadi perhatian. Penggunaan energi menjadi faktor krusial yang menentukan kelestarian suatu produk/jasa.

Handriyanti Diah Puspitarini, peneliti senior IESR, menjelaskan bahwa jika suatu entitas bisnis menggunakan energi terbarukan seperti PLTS atap pada bisnisnya terdapat tiga manfaat sekaligus yang didapat.

“Ada tiga keuntungan yang didapat secara bersamaan dengan menggunakan PLTS atap yaitu efisiensi energi, peningkatan reputasi (branding) melalui praktik bisnis berkelanjutan, dan penghematan biaya operasional yang berarti profit yang didapat akan lebih maksimal,” jelas Handriyanti.

Handriyanti melanjutkan, Indonesia memiliki potensi energi surya sangat besar mencapai lebih dari 7.000 GW. Di Jawa Tengah sendiri, terdapat potensi pasar sebesar 9,8% early followers dan early adopters pada sektor bisnis dan komersial. 

“Kelompok ini adalah kelompok yang sudah memiliki informasi dasar tentang PLTS atap, dan ingin memasang namun masih perlu diberi informasi yang lebih komprehensif dan diberikan opsi pembiayaan yang lebih menarik seperti skema cicilan dengan tenor panjang dan bunga bersaing,” tuturnya.

Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Tengah, Sujarwanto Dwiatmoko, menyatakan dukungannya pada sektor bisnis, pariwisata, dan hotel yang berkomitmen untuk menggunakan energi bersih, mengurangi penggunaan energi dan air secara sistematis.

“Dukungan dan apresiasi ini akan berupa sertifikat yang kami serahkan pada bisnis yang secara sistematis melakukan efisiensi sumber daya (energi dan air) serta yang memasang PLTS atau menggunakan energi terbarukan,” jelasnya.

Jaringan swalayan lokal, Aneka Jaya, telah merasakan penghematan tagihan listrik mencapai 50-60% per bulannya setelah memasang PLTS atap pada salah satu unit swalayannya. 

“Akibat pandemi, kami harus mencari cara untuk melakukan efisiensi salah satunya mengurangi tagihan listrik. Setelah kami tahu PLTS atap kami mulai mencari vendor dan survey,” jelas Indaru Imam Susilo, manajer Aneka Jaya Kalipancur.

Imam melanjutkan bahwa pihaknya mengambil skema pembiayaan performance-based renting di mana dirinya tidak mengeluarkan investasi awal, namun membayar per bulan berdasarkan energi yang dihasilkan selama 15 tahun (sesuai kontrak).

Cahyo Danu Sukmo, Sub Koordinator Pengembangan Usaha Pariwisata, Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah, menyatakan saat ini sektor pariwisata khususnya di Jawa Tengah sedang bergerak menuju sustainable tourism, yakni pariwisata yang tidak eksploitatif dan mengedepankan pemberdayaan masyarakat lokal.

“Kami juga mulai fokus mengembangkan desa wisata dengan panduan green tourism, termasuk mengikuti panduan penyediaan energinya,” jelas Cahyo.

Pemerintah melalui Kementerian ESDM juga terus mendorong pemanfaatan energi terbarukan khususnya PLTS atap pada berbagai sektor. Surya bahkan sudah masuk dalam program strategis nasional untuk mengejar target bauran energi terbarukan sebesar 23% pada 2025. 

“Dukungan kami salah satunya melalui kebijakan terbaru yaitu Permen ESDM No. 26/2021 yang mengatur tentang pelanggan PLN yang memasang PLTS atap,” tutur Mustaba Ari Suryoko, Koordinator Pelayanan Pengawasan Usaha Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, Ditjen EBTKE, Kementerian ESDM.

Meski hingga saat ini implementasi Permen ESDM 26/2021 masih menemui kendala, namun Mustaba menyatakan pihaknya terus melakukan evaluasi dan mencari jalan tengah supaya aturan tersebut dapat dijalankan.

Mustaba juga menyatakan pihaknya bekerjasama dengan United Nations Development Programme (UNDP) untuk memberikan insentif bagi pemasang PLTS atap melalui hibah dana Sustainable Energy Funds (SEF).

Dijelaskan oleh Yovi Rahmawati, dari UNDP, bahwa hibah ini berlaku untuk pelanggan baru PLTS atap, yang mulai melakukan instalasi sejak November 2021. 

“Program ini sendiri masih berlangsung hingga November 2022, pengajuan permohonan dilakukan via website dan tim akan melakukan verifikasi,” tutur Yovi.

Dukungan Sektor Finansial untuk Transisi Energi di Sektor Rumah Tangga

Jakarta, 9 Juni 2022 – Potensi pemanfaatan PLTS atap di sektor rumah tangga merupakan salah satu yang terbesar dalam mendorong transisi energi dan mencapai target bauran energi terbarukan Indonesia. Instrumen kebijakan yang tepat serta dukungan finansial yang menarik menjadi beberapa faktor pendukung dalam mendorong adopsi masif PLTS atap di Indonesia. 

Andriah Feby Misna, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan, menyatakan bahwa Indonesia memiliki beberapa target nasional yaitu pencapaian bauran energi terbarukan 23% pada 2025, penurunan emisi 29% dengan usaha sendiri dan 41% dengan bantuan luar negeri pada 2030, serta mencapai status netral karbon pada tahun 2060. 

“Untuk itu kementerian ESDM menyusun berbagai strategi seperti RUPTL hijau di PLN dan mendorong penggunaan PLTS atap di sektor rumah tangga dan memasukkannya dalam program strategis nasional. Sebagai dukungan (pada PLTS atap), kami mengeluarkan Permen ESDM No. 26/2021,” jelasnya.

Feby menambahkan bahwa jumlah pelanggan PLTS atap saat ini sebanyak 4.377 rumah tangga, dan terdapat pertumbuhan signifikan sejak dikeluarkannya peraturan menteri yang mengatur tentang pelanggan PLN yang memasang PLTS atap pada tahun 2018.  

Feby tidak memungkiri bahwa saat ini masih ada kendala dalam implementasi Permen ESDM 26/2021, namun ia mengatakan saat ini pihaknya sedang berusaha mencari win-win solution supaya aturan tersebut dapat segera berlaku.

Selain regulasi yang masih belum optimal, hambatan lain untuk pemanfaatan PLTS atap di sektor rumah tangga adalah investasi awal yang masih relatif besar bagi masyarakat. Meski demikian, masih terdapat potensi pasar yang cukup besar di sektor rumah tangga.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR, menjelaskan, berdasarkan survei pasar bertahap yang dilakukan IESR sejak tahun 2019, menunjukkan potensi pasar PLTS atap sektor residensial di sejumlah kota besar Indonesia seperti Jabodetabek, Surabaya, Jawa Tengah dan Bali mencapai 34 – 116 GW.

“Potensi pasar transisi energi di sektor rumah tangga besar. Yang termasuk dalam kategori early followers dan early adopters ini perlu kita tangkap. Sebab mereka sudah cukup familiar dengan produknya (PLTS atap) dan sudah memiliki niat untuk pasang namun terkendala investasi awal yang cukup besar,” Fabby menjelaskan.

Masih dari hasil survei pasar yang sama, para responden berharap ada produk kredit dari bank dengan kisaran tenor 24 – 48 bulan dengan bunga rendah. 

Veronika Susanti, Digital Lending Division Head bank OCBC NISP menjelaskan bahwa sektor energi terbarukan menjadi salah satu perhatian dari pihak perbankan untuk mendapat pendanaan. 

“Saat ini kami memiliki program solar panel financing dengan dua skema. Pertama cicilan kartu kredit 0% dan Kredit Tanpa Agunan selama maksimal 36 bulan,” kata Veronika.

Ia menambahkan bahwa pihaknya bekerjasama dengan penyedia jasa panel surya untuk memudahkan pelanggan dalam mengakses skema pembiayaan PLTS atap ini juga untuk mempelajari teknologi sehingga makin memahami risiko dan peluang dari PLTS atap.

Fendi Gunawan Liem, pendiri dan CEO SEDAYU Solar juga menegaskan bahwa potensi sektor residensial untuk tumbuh dan berkembang sangat besar.

“Sektor residensial inikan sektor yang memiliki aturan pemasangan PLTS paling akhir, namun growth pelanggannya yang paling besar dibanding sektor lainnya,” jelas Fendi. 

Bank sebagai lembaga finansial perlu melihat PLTS atap sebagai aset berisiko rendah, untuk itu perlu mempelajari teknologi PLTS atap sehingga dapat membuat analisa risiko yang akurat. Dengan demikian bank dapat merancang skema kredit yang lebih ramah lagi dengan tenor yang lebih beragam dan suku bunga rendah.

Korea Selatan Dukung Indonesia Capai Target Energi Terbarukan

Jakarta, 19 Mei 2022 – Energi terbarukan dipandang sebagai quick win untuk mengamankan kenaikan suhu global tidak lebih dari 2 derajat Celcius, menurut Perjanjian Paris. Indonesia yang target pengurangan emisinya 29% atas upaya sendiri dan 41% dengan bantuan internasional pada tahun 2030 secara aktif mencari cara yang lebih efektif untuk mengamankan targetnya. Waktu yang tersisa untuk mencapai target hanya sekitar 8 tahun. Yayan Mulyana dari Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri Kementerian Luar Negeri Indonesia mengaku hal ini sulit namun Indonesia optimis bisa mencapainya.

Gandi Sulistiyanto, Duta Besar Indonesia untuk Korea Selatan, saat menyampaikan keynote speech dalam webinar “Meningkatkan Investasi dari Korea Selatan untuk Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia” yang diselenggarakan oleh Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia pada Kamis, 19 Mei 2022, mengatakan bahwa kedua negara terus mengembangkan momentum dan kepentingan bersama dalam investasi energi terbarukan.

“Kedutaan Besar Indonesia di Seoul siap mendukung target Pemerintah untuk memiliki 23% energi terbarukan pada tahun 2025. Sementara Korea Selatan menargetkan 35% energi terbarukan pada tahun 2040. Kedua negara sedang menjalin komunikasi yang intens untuk mengembangkan produsen baterai mobil listrik untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik yang mulai merambah pasar Indonesia,” kata Gandhi.

Ia menambahkan, sesuai dengan prinsip keberlanjutan dan pembangunan manusia, pihaknya fokus pada empat sektor yaitu pembangunan manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan keuangan berkelanjutan, dan ketahanan energi nasional.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR mengatakan bahwa transformasi energi merupakan inti dari mitigasi perubahan iklim.

“Konsumsi energi di Indonesia diproyeksikan meningkat 7-8 kali lipat dari saat ini sebagai konsekuensi dari elektrifikasi besar-besaran transportasi dan peralatan rumah tangga lainnya, kita memiliki konsekuensi ganda dari situasi tersebut yaitu mengganti energi fosil saat ini dengan yang terbarukan dan untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat pada saat yang sama, ”katanya.

Dokumen LCCR LTS Indonesia memproyeksikan bahwa akan ada pengurangan emisi yang cepat setelah tahun 2030 jika pembangkit listrik dipasok oleh energi terbarukan 43% pada tahun 2050. Dokumen tersebut mencoba diterjemahkan ke dalam RUPTL PLN saat ini yang menunjukkan keinginan pemerintah untuk menyebarkan lebih banyak energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan di Indonesia. Sebuah studi menunjukkan bahwa Indonesia secara teknis layak dan layak secara ekonomi untuk mencapai nol emisi pada tahun 2050 dengan menggunakan 100% energi terbarukan.

“Studi IESR Deep decarbonization of Indonesia energy system menyajikan peta jalan langkah demi langkah untuk mencapai nol bersih pada tahun 2050 yang mencakup transportasi, sektor ketenagalistrikan, dan industri,” tambah Fabby.

Tenaga surya yang potensi pada sektor residensial mencapai hingga 655 GWp akan menjadi tulang punggung sistem energi berbasis terbarukan.

Minho Kim, perwakilan Komipo, Badan Usaha Milik Negara Korea mengatakan, sebagai pengusaha, pihaknya melihat Indonesia sebagai pasar potensial sekaligus mitra energi terbarukan mengingat sumber daya yang tersedia melimpah.

“Komipo sudah beroperasi di Indonesia untuk proyek panas bumi dan tenaga air. Nanti kami juga berencana untuk mengembangkan green hydrogen/ammonia,” kata Minho.

Minho menambahkan, munculnya pasar karbon menjadikan energi terbarukan sebagai komoditas panas baru karena dibutuhkan. “Semakin banyak perusahaan bergabung dengan inisiatif RE 100, permintaan energi bersih semakin tinggi, oleh karena itu penyediaan energi bersih bukan lagi pilihan tetapi keharusan karena merupakan kebutuhan industri dan permintaan pelanggan,” pungkasnya.

Kesiapan SDM Berkualitas dalam Menyongsong Orde Gigawatt Energi Surya

Jakarta, 20 April 2022Salah satu hal penting dalam membangun ekosistem PLTS di Indonesia adalah kesiapan sumber daya manusianya. Mengukur kesiapan Indonesia memasuki orde gigawatt, Institute for Essential Services Reform (IESR) bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengelar webinar berjudul “Orde Gigawatt Energi Surya, Siapkah Indonesia?” dalam rangkaian Indonesia Solar Summit 2022.

Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menargetkan kapasitas PLTS sebesar 6,5 GW di 2025. Hal ini membuka peluang bagi tingginya permintaan PLTS. Bahkan RUEN pun memandatkan untuk pemanfaatan sel surya minimum sebesar 30 persen dari luas atap dari seluruh bangunan pemerintah, dan sebesar 25 persen dari luas atap bangunan rumah mewah. 

Anthony Utomo, Wakil Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia memandang kesempatan ini perlu diimbangi dengan ketersediaan tenaga kerja lokal untuk menyediakan, memasang, memelihara dan merawat PLTS.

“AESI dalam program solarpreneur bekerja sama dengan universitas agar pelatihan (terkait PLTS atap) tersedia kepada masyarakat, pemasangan dapat dilayani dengan baik dan ujungnya dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru,” jelas Anthony.

Ratna Muntiowati, Direktur Pemasaran, TotalEnergies Renewables DG menandaskan bahwa melihat perkembangan PLTS makin marak di Asia Tenggara, maka ke depannya pasar PLTS tidak hanya di Indonesia. Oleh sebab itu, menurutnya, kurikulum tentang energi terbarukan bisa diterapkan di seluruh bidang ilmu.

“Tantangan yang kita hadapi dalam instalasi di atas bangunan ialah struktur bangunan tidak terlalu kuat. Hal ini bisa juga dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan.Bahkan saat ini, Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk civil construction, sudah memasukkan ketentuan untuk instalasi solar panel. Ini yang bisa diimplementasikan oleh lembaga pendidikan. Sehingga saat ada instalasi atau desain pabrik baru (untuk PLTS atap), sudah diperhitungkan sesuai SNI,”ujarnya.

Daniel Pianka, Universitas Kristen Immanuel (UNKRIM), Yogyakarta sepakat bahwa pelatihan dan edukasi energi terbarukan memainkan peran penting dalam membangun SDM yang berkualitas. Berdasarkan pembelajaran dari pemasangan 10 kWp panel surya di universitasnya, Daniel mengungkapkan bahwa kemampuan SDM yang mumpuni dalam melakukan instalasi panel surya turut menentukan keawetan sistem panel surya yang digunakan.

“Instalasi yang belum baik misalnya menyambungkan kabel hanya dengan isolasi (perekat) akan membuat kabel mudah terbakar jika ada daya yang tinggi. Instalasi yang berkualitas akan membuat sistem surya panel bisa digunakan lebih lama,” tuturnya.

Lebih lanjut, Daniel menjelaskan UKRIM telah membangun program energi. Program ini bertujuan untuk melatih mahasiswa, yang dominan berasal dari daerah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) untuk menjadi teknisi, melakukan instalasi yang rumit dan merawat PLTS.

“Program ini diharapkan mampu menghasilkan SDM yang terlatih dan termotivasi untuk terjun dalam sektor energi terbarukan, menciptakan banyak proyek energi berkelanjutan, gaya hidup yang lebih baik dan emisi karbon yang rendah,” tukasnya.

Di sisi lain, Eng Purnomo Sejati, Kepala SMK Ora et Labora, BSD menuturkan pihaknya senantiasa beradaptasi terhadap dinamika sektor energi di Indonesia. Semula, sekolahnya dirancang untuk memenuhi kebutuhan SDM pembangunan PLTU 35 GW. Namun, penyesuaian target baru terkait energi terbarukan maupun rencana moratorium PLTU, mendorong lembaga pendidikan yang ia pimpin bertransformasi menuju energi terbarukan.

“Sejak tahun lalu, kami bermanuver untuk membuka area lain seperti energi terbarukan dan surya. Kami sudah melakukan penetrasi dan bermitra dengan perusahaan terkait. Kami juga ingin mengembangkan kendaraan listrik, industrial internet of things (IIOT), dan perawatan gedung dan fasilitas. Bidang ini kami lihat yang akan sustain ke depan,” papar Purnomo.

Indonesia Perlu Manfaatkan Kepemimpinan G20 untuk Kejar Pengembangan PLTS

Jakarta, 20 April 2022 – Mengusung transisi energi sebagai topik utama kepresidenan Indonesia di G20, Indonesia perlu menunjukkan kepemimpinannya dalam mengejar kapasitas energi terbarukan yang lebih masif, khususnya energi surya. Indonesia juga dapat belajar dari pengalaman negara-negara G20 dalam mendorong pertumbuhan energi surya dan mempercepat penyebaran energi surya.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia dan Institute of Essential Services Reform (IESR) bekerja sama dengan BloombergNEF dan International Solar Alliance ( ISA) mengadakan lokakarya untuk mengambil pelajaran dari negara-negara G20 dalam mendorong penerapan tenaga surya yang relevan dengan negara berkembang. Lokakarya ini juga tidak terbatas pada kerangka kebijakan, instrumen fiskal dan keuangan, kesiapan pasar, dan pengembangan sumber daya manusia.

 Ali Izadi – Najafabadi, Kepala Riset APAC, BloombergNEF menyatakan optimismenya bahwa Indonesia memiliki potensi untuk mempercepat transisi energi.

“Beberapa analis mengatakan Indonesia tertinggal dari negara-negara G20 lainnya dalam energi terbarukan, terutama PLTS, tapi saya yakin Indonesia bisa mengejar. Ada banyak peluang bagi Indonesia untuk mereformasi kebijakan atau langkah-langkah regulasi khusus dengan fokus pada peningkatan ekonomi energi dan lingkungan,” kata Ali.

Senada dengan Ali, Rohit Garde, Senior Associate untuk Pembiayaan Energi Surya di BloombergNEF, mengatakan bahwa BloombergNEF mengukur kebijakan negara di sektor listrik dan kebijakan karbon. Jerman dan Inggris dengan skor masing-masing 84% dan 83% yang mengindikasikan bahwa kedua negara mempunyai kebijakan yang baik untuk PLTS. Sementara itu, Levelized Cost of Electricity (LCOE) PLTS di India, China, UEA, dan Chili adalah yang terendah karena tingkat radiasi surya yang tinggi dan pengembangan PLTS skala besar. Sedangkan LCOE PLTS di Indonesia termasuk yang tertinggi karena skalanya yang kecil dan biaya modal yang tinggi.

“Indonesia harus meningkatkan ambisinya dengan merevisi regulasi dan menghilangkan hambatan pembangunan,” tambah Rohit Garde.

Salah satu isu penting dalam kepemimpinan Indonesia di G20 adalah transisi energi.  Yudo Dwinanda Priadi, Staf Ahli Menteri Bidang Perencanaan Strategis Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan rencana pembangunan pembangkit tersebut sudah memiliki Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030. RUPTL yang lebih hijau merupakan landasan untuk mencapai nol karbon pada tahun 2060.

“Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) memiliki optimasi terbesar di Indonesia, dan akan mencapai 4.680 MW pada tahun 2030. Energi surya memiliki potensi paling melimpah. Selain itu, biayanya terus menurun, dan perkembangan teknologi PLTS yang pesat menjadikan pembangkit listrik tenaga surya sebagai prioritas. Pengembangan PLTS atap juga mencakup implementasi dan insentif yang lebih baik bagi masyarakat yang ingin memasang PLTS atap. Pemerintah telah menerbitkan Permen ESDM No.26/2021, dan peta jalan PLTS atap sedang dalam proses sebagai Program Strategis Nasional (PSN),” kata Yudo .

Di sisi lain, Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR dan Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) mengatakan perkembangan energi surya di Indonesia cukup lambat dengan beberapa kendala.

“Pada tahun 2021, potensi teknisnya hanya 0,001 persen yang terimplementasi. Namun, pembangkit listrik tenaga surya atap terus meningkat dalam tiga tahun terakhir dan itu karena adanya dukungan dari peraturan pemerintah. RUPTL 2021 merupakan sinyal untuk menambah lima kali lipat menjadi 4,7 MW, dan ada juga proyek lain seperti ekspor ke Singapura, Kepulauan Riau, dan Batam. Proyek ini memiliki potensi untuk pengembangan energi surya secara besar-besaran,” kata Fabby Tumiwa.

Fabby juga menambahkan beberapa alasan kendala transisi energi di Indonesia seperti Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

“Permasalahan dalam pengembangan proyek seperti pertanahan dan peraturan tentang Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN); proyek-proyek yang ada membutuhkan perangkat modul surya dari 40% hingga 60%, dan ini belum dipenuhi oleh industri di Indonesia dan belum mendapat bantuan dana dari negara; negosiasinya cukup panjang sementara negara lain cenderung lebih cepat. Pemerintah Vietnam memiliki kemauan dan komitmen politik yang kuat, regulasi, implementasi, dan insentif untuk kebijakan tarif terkait net metering. Yang juga penting adalah kepastian kebijakan dan transmisi Perusahaan Listrik Negara (PLN),” ungkap Fabby.

Kanaka Arifcandang Winoto, Senior Business Developer dari Mainstream Renewable Power, memaparkan bagaimana Indonesia perlu berakselerasi untuk memenuhi target bauran energi terbarukan 2025 sebesar 23%.

“Indonesia adalah konsumen energi terbesar di ASEAN, terhitung hampir 40 persen dari total penggunaan energi ASEAN. Dengan potensi sumber daya surya, panas bumi, angin, dan tenaga air yang signifikan, Indonesia berada di posisi yang tepat untuk berkembang dalam sistem energi rendah karbon,” tandasnya.

Menurut Kanaka, Indonesia adalah pemain kunci dalam mencapai 1.50C sehingga diperlukan  kerja sama dengan semua pemangku kepentingan untuk mengidentifikasi peta jalan nasional dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan keamanan iklim.

Dyah Roro Esti, Anggota DPR, Komisi VII menjelaskan pihaknya terbuka terhadap masukan masyarakat terutama pada kebijakan energi terbarukan yang tengah dibahas di DPR RI.

 “Data dari DEN, Indonesia harus mengoptimalkan 2,5 GW, dan setiap daerah memiliki potensi, baik matahari maupun angin. Oleh karena itu, perlu adanya motivasi dan kemauan politik untuk bekerjasama dengan pemerintah daerah dalam mengoptimalkan dan merealisasikan potensi tersebut. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sedang mengerjakan RUU Energi Baru Terbarukan (EBT) dan akan terbuka untuk saran. Rancangan Undang-Undang (RUU) EBT masih dalam pembahasan,” urai Dyah Roro. .

Di sisi lain, menyangkut kebijakan di tingkat daerah, Ngurah Pasek, Kepala Sub Bagian Lingkungan Hidup dan Pembangunan Daerah, Bappedalitbang Provinsi Bali, menambahkan bahwa Bali telah  menerapkan Perda 29 Tahun 2020 tentang Rencana Umum Energi Daerah (RUED) yang turunannya adalah Pergub 45 Tahun 2019 tentang Bali Clean Energy.

“Instalasi hingga kabupaten dan kota di Provinsi Bali yang saat ini sudah mencapai 8,5 MW. Target Pemprov Bali mengenai refocusing anggaran adalah bagaimana pemasangan PLTS atap (solar rooftop) di perkantoran atau perusahaan dapat berjalan dengan baik,” tandasnya.

Pengembangan PLTS atap juga terjadi di Jawa Tengah.  Nathan Setyawan, Sub-Koordinator Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Jawa Tengah menjelaskan beberapa kemajuan dalam dukungan energi terbarukan di daerahnya.

“Jawa Tengah adalah satu-satunya provinsi yang telah mengembangkan dan mengintegrasikan pemulihan ekonomi dan penggunaan energi terbarukan. Pada 2021, kami akan mendorong tidak hanya pemerintah provinsi tetapi juga bupati dan walikota dan sektor swasta untuk penerapan PLTS atap.”

Ia menegaskan peningkatan kesadaran masyarakat dan dukungan Kementerian ESDM akan mendorong pemanfaatan PLTS komunal di daerah terpencil. Selain itu Nathan berharap ketersediaan teknologi pendukung energi bersih yang terjangkau akan membantu pembangunan industri energi terbarukan lokal.

“Harapannya akan ada lembah silikon mini untuk mengembangkan industri berorientasi energi baru terbarukan,” imbuhnya.***

Mencari Skema Pendanaan dan Kesiapan Pengembangan Proyek PLTS

Workshop Financing Solar Energy - Indonesia Solar Summit

Jakarta, 20 April 2022– Isu pembiayaan masih menjadi salah satu kendala besar dalam pengembangan energi terbarukan seperti PLTS atap di Indonesia. Terdapat jarak (gap) yang cukup besar antara agenda pemerintah untuk mempercepat penetrasi surya dengan akses pada pendanaan baik untuk proyek developer maupun skala rumah tangga. Sulitnya akses pendanaan juga dapat menjadi tantangan pengembangan energi surya di Indonesia.

Antusiasme untuk mengembangkan energi surya berkembang pesat di Indonesia. Dalam Indonesia Solar Summit 2022 setidaknya 31 pihak berkomitmen untuk memasang PLTS dengan kapasitas mencapai 2.300 MW. Ketersediaan mekanisme pembiayaan yang murah dapat mendukung tercapainya komitmen tersebut. 

Elvi Nasution, Direktur Solutions Initiatives, menjelaskan bahwa terdapat satu skema pembiayaan yang belum banyak tersedia yaitu project financing. Project financing adalah pembiayaan terbatas dari proyek baru yang akan dijalankan melalui pendirian perusahaan baru (terpisah dari perusahaan existing). Lembaga pemberi project finance dapat berupa bank atau lembaga keuangan khusus (special mission vehicle).  

“Dibandingkan dengan Malaysia, Thailand, dan Filipina project financing di Indonesia tergolong mahal. Faktor penyebabnya antara lain jaminan pemerintah, jumlah hutang, dan struktur bisnis kelistrikan yang saat ini dimonopoli oleh PLN, sehingga pengembang kerap menemui kesulitan sebab hanya ada satu offtaker di Indonesia,” jelas Elvi.

Jagjeet Shareen, Asisten Director General International Solar Alliance, dalam forum yang sama melihat pentingnya peran institusi keuangan seperti bank untuk ikut serta dalam percepatan penetrasi surya. 

“Memberikan training pada pegawai bank penting untuk membuat mereka mengenal karakter dan menghitung risiko pembiayaan untuk PLTS. Biaya pemasangan PLTS mungkin masih relatif mahal, namun sebenarnya tidak terlalu mahal karena biaya PLTS terus mengalami penurunan,” katanya.

Jagjeet membagikan pengalaman India dalam untuk memberikan training masif pada pegawai bank yang berdampak signifikan sebab pihak bank kemudian menjadi lebih familiar dengan proyek-proyek PLTS, risiko serta kesempatan pengembangannya.

Baik Elvi dan Jagjeet sepakat bahwa untuk mempercepat penetrasi PLTS, diperlukan sinergi berbagai pihak seperti lembaga keuangan yang perlu mempelajari struktur pembiayaan berdasarkan kondisi dan potensi di tiap-tiap lokasi.

PLN sebagai single offtaker di Indonesia juga perlu mentransformasi model bisnisnya supaya relevan dengan situasi saat ini dan ke depan di mana energi terbarukan akan semakin besar porsinya. Khusus untuk pengembangan surya, PLN perlu membuat perencanaan lelang teratur dan mematangkan rencana pengembangan (pipeline). Perencanaan proyek yang baik dan jelas akan meningkatkan keyakinan investor dan lembaga keuangan untuk mendanai suatu proyek PLTS.

Calon pengguna PLTS atap sudah sedikit banyak mengetahui situasi pengembangan energi surya di Indonesia yang masih perlu banyak perbaikan. Erwin Kasim, salah satu peserta workshop Financing Solar Energy Indonesia Solar Summit 2022, menanyakan tentang minimnya subsidi biaya pemasangan awal bagi rumah tangga yang ingin memasang PLTS atap dan kira-kira skema apa yang dapat dipertimbangkan untuk meringankan calon konsumen PLTS atap.

Pihak bank, sebagai pihak yang diharapkan menyediakan solusi bagi permasalahan biaya awal ini menekankan peran pemerintah dalam membuat kebijakan yang ramah bagi semua pihak dalam pengembangan PLTS atap ini.

“Penggunaan surya perlu ada campur tangan pemerintah untuk membuat skema, melindungi bank dari gagal repayment, dan insentif,” tutur perwakilan Bank Rakyat Indonesia yang hadir dalam forum yang sama. 

Peran Pemerintah untuk menerbitkan kebijakan pembiayaan PLTS atap yang ramah pelanggan memang sangat dinanti. Sebab saat ini, pembiayaan melalui pihak bank terjadi karena adanya kesepakatan antara pihak pengembang dengan bank tanpa ada kebijakan khusus dari pemerintah yang mengatur tentang pembiayaan PLTS atap oleh bank.

Indonesia Dorong Mobilisasi Investasi Gigawatt PLTS

Jakarta, 19 April 2022– Kepresidenan Indonesia di G20 2022 menjadi momentum untuk menunjukkan keseriusan Indonesia mengakselerasi transisi energi global dan rencana transisi energi nasional untuk mencapai netral karbon 2060 atau lebih cepat. Percepatan pemanfaatan PLTS yang potensinya mencapai 3.400 gigawatt (GW) di Indonesia adalah salah satu caranya.  Melalui Indonesia Solar Summit 2022 yang diselenggarakan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bekerja sama dengan Institute for Essential Services Reform (IESR), diharapkan adanya komitmen pemerintah pusat, daerah, konsumen listrik, pengembang swasta dan BUMN, BUMD dan masyarakat untuk mendorong adopsi PLTS yang lebih besar dan memobilisasi investasi yang diperlukan.

Mewakili Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan bahwa roadmap transisi energi Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) tahun 2060, energi surya akan berperan penting dalam penyediaan listrik nasional, di mana dari 587 GW kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT), sebesar 361 GW atau lebih dari 60% akan berasal dari energi surya.

“Pemerintah memiliki tiga program besar pemanfaatan energi surya, yaitu PLTS atap, PLTS ground-mounted skala besar, dan PLTS terapung. Implementasi beragam program ini membutuhkan kontribusi dari banyak pihak, tak hanya pemerintah, pemegang wilayah usaha, maupun pengembang energi terbarukan, tetapi juga para pengguna energi, seperti sektor komersial dan industri,” jelas Ego dalam sambutannya sekaligus membuka kegiatan Indonesia Solar Summit/ISS 2022.

Adanya komitmen, sambung Ego, untuk mewujudkan 2,3 GW (akumulasi) proyek PLTS di 2022 dan 2023 yang dideklarasikan oleh 31 perusahaan serta rencana pembangunan pabrik komponen pendukung PLTS di Indonesia memberikan angin segar bagi investasi energi surya di Indonesia.

Ego menambahkan PLTS atap sendiri merupakan salah satu quick wins percepatan pemanfaatan energi surya melalui kontribusi langsung dari para pengguna energi, khususnya bagi industri untuk memenuhi tuntutan pasar yang semakin kuat terhadap produk hijau (green product).

“Dukungan dari manufaktur lokal juga sangat diperlukan untuk memenuhi TKDN dan memberikan manfaat yang besar untuk dalam negeri terutama dalam hal penciptaan lapangan kerja. Disamping itu aspek kemudahan akses pembiayaan murah, insentif, dan fasilitas pembiayaan lainnya sangat penting untuk memberikan kelayakan finansial dan meningkatkan investasi energi terbarukan seperti PLTS,” ungkapnya.

Michael R. Bloomberg, Pendiri Bloomberg LP dan Bloomberg Philanthropies serta Utusan Khusus PBB untuk Ambisi dan Solusi Iklim, menekankan pentingnya beralih ke energi terbarukan sebagai salah satu solusi yang tepat dalam meraih bebas emisi. Bahkan, menurutnya, semakin mendorong masuknya investasi terhadap energi surya maka akan mempercepat pembangunan ekonomi hijau yang lebih kuat..

“Indonesia memiliki potensi untuk menjadi pemimpin global dalam tenaga surya. Indonesia Solar Summit ini merupakan kesempatan penting untuk memamerkan dan mempercepat upaya energi bersih negara Indonesia, sebelum para pemimpin anggota negara G20 tiba di Bali November ini. Saat ini, PLTS sudah lebih murah daripada pembangkit listrik tenaga (uap) batubara di banyak negara. Semakin banyak yang kita lakukan untuk mempercepat investasi tenaga surya, semakin cepat kita dapat mengurangi emisi, menciptakan lapangan kerja baru, dan membangun ekonomi global yang lebih kuat dan tangguh,” jelas Michael.

Pada 2021, IESR mengidentifikasi sejumlah pipeline proyek PLTS skala besar dengan total 2,7 GWac, dengan nilai investasi US$3 miliar. Pada pergelaran ISS 2022 terangkum jumlah pipeline proyek PLTS hingga 2023 sebesar 2.300 MW yang mencakup PLTS atap (persentase terbesar), PLTS atas tanah, dan PLTS terapung. Untuk memobilisasi potensi investasi ini, tentunya diperlukan ekosistem yang menarik dan mendukung; termasuk kebijakan dan regulasi yang baik, implementasi komprehensif peraturan yang sudah ada, dan dukungan untuk mendorong pengembangan rantai pasok industri PLTS di Indonesia.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR menyatakan untuk mencapai target energi terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025 sesuai Perpres 22/2017, selain target RUPTL 10,9 GW, dibutuhkan tambahan kapasitas pembangkit energi terbarukan sekitar 4 GW di luar PLN. Tambahan ini bisa disumbang oleh PLTS baik PLTS atap maupun penggunaan PLTS di wilayah usaha (wilus) non-PLN.

“Dari deklarasi 2,3 GW proyek PLTS di ISS 2022 menunjukkan potensi energi surya yang sangat besar di Indonesia. Indonesia bisa jadi solar power house di Asia Tenggara dengan potensi pertumbuhan 3-4 GW per tahun jika tidak dihalang-halangi. Ini membuka kesempatan mengalirnya investasi hijau, kesempatan menumbuhkan industri PLTS terintegrasi dari hulu ke hilir, dan penyerapan tenaga kerja serta daya dorong pemulihan ekonomi pasca-COVID. Presiden Jokowi perlu melihat potensi ini dan memimpin revolusi energi surya untuk transisi energi di Indonesia,” tandas Fabby.

Indonesia Solar Summit (ISS) 2022 digelar pada 19 dan 20 April 2022 menghadirkan narasumber Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral yang diwakili Sekjen Kementerian ESDM, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara, Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi, perwakilan Kementerian Keuangan, CEO perusahaan nasional dan multinasional, dan 15 pembicara lokakarya Summit Day 2 dengan dukungan dari Bloomberg Philanthropies, Matahari Power, Utomo SolaRuv, BloombergNEF, International Solar Alliance, Asosiasi Energi Surya Indonesia, dan Clean Affordable and Secure Energy in Southeast Asia (CASE) Project. ISS 2022 dihadiri lebih dari 600 peserta secara daring dan luring.