Memacu Industri Baterai Kendaraan Listrik Secara Berkelanjutan

Farid Wijaya, Analis Senior Bahan dan Energi Terbarukan, Institute for Essential Services Reform (IESR)

Jakarta, 19 Desember 2023 – Dalam beberapa tahun terakhir, transisi energi telah menjadi fokus utama di berbagai negara, termasuk Indonesia. Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mempromosikan peralihan dari sumber energi konvensional ke energi terbarukan. Salah satu langkah strategis yang ditekankan adalah pengembangan kendaraan listrik. Dukungan ini diwujudkan melalui berbagai insentif, termasuk keringanan pajak, untuk mempercepat pertumbuhan industri kendaraan listrik serta perluasan pasar.

Farid Wijaya, Analis Senior Bahan dan Energi Terbarukan, Institute for Essential Services Reform (IESR) memaparkan, salah satu komponen utama dalam kendaraan listrik yang memungkinkan kinerja dan efisiensi tinggi adalah baterai. Untuk itu, nikel menjadi bahan baku kunci dalam pembuatan baterai kendaraan listrik. Berdasarkan International Energy Agency (IEA), tren transisi energi akan meningkatkan permintaan nikel di pasar global. Apalagi dengan adanya permintaan kendaraan ramah lingkungan yang menggunakan baterai listrik. Pada tahun 2040 mendatang, kendaraan listrik diproyeksi akan menguasai 58 persen kendaraan global.

“Sayangnya, peningkatan permintaan nikel dapat mengakibatkan ketergantungan yang lebih besar pada sumber daya alam. Proses penambangan dan pemurnian nikel dapat menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan, termasuk deforestasi, pencemaran air, dan kerusakan ekosistem. Untuk itu, kita perlu memperhatikan pengelolaannya agar memenuhi analisis dampak lingkungan (AMDAL) dan standar lingkungan hidup, serta unsur keadilan sosial,” ujar Farid Wijaya di Forum Group Discussion (FGD) dengan judul “Rantai Pasok Baterai Kendaraan Listrik: Bekerjasama Membangun Rantai Pasok yang Berkelanjutan” yang diselenggarakan oleh Traction Energy Asia pada Selasa (19/12). 

Farid menuturkan,  industri pertambangan dan pemurnian nikel sarat dengan pelanggaran hak asasi manusia dan kerusakan lingkungan. Untuk itu, berdasarkan analisis IESR terdapat beberapa hal perlu dipertimbangkan dalam mengoptimalkan hilirisasi nikel melalui industrialisasi ramah lingkungan. Pertama, perizinan dari tata kelola pertambangan dan pemurnian nikel perlu ditinjau ulang dan berlaku pencabutan izin beserta denda. Misalnya, masalah administrasi, lingkungan dan ketidakadilan sosial. 

“Kedua, pembuatan peta jalah oleh masing-masing industri untuk melakukan dekarbonisasi. Ketiga, pengembangan dan implementasi Standar Industri Hijau (SIH) untuk pertambangan dan pemurnian nikel,” tegas Farid Wijaya. 

Lebih lanjut, Farid menekankan peningkatan yang perlu dilakukan untuk mengoptimalkan hilirisasi nikel melalui industrialisasi ramah lingkungan, seperti penggunaan teknologi bersih ramah lingkungan, konservasi energi dan kepatuhan terhadap standar lingkungan hidup serta analisis mengenai AMDAL. Tidak hanya itu, perlu pula perhatian terhadap  keamanan dan keselamatan pekerja serta konsultasi pemangku kepentingan. 

Di lain sisi, Farid juga memaparkan, dunia akan dibanjiri dengan baterai lithium ion besar yang sudah habis masa pakainya dan perlu dibuang seiring peningkatan jumlah kendaraan listrik di jalan raya secara global. Untuk itu, proses daur ulang dibutuhkan untuk memulihkan sebagian besar bahan aktif baterai. Pada tahun 2040, IEA memperkirakan 10% permintaan dapat dipenuhi dengan mendaur ulang baterai bekas. 

“Apabila baterai lithium ion (LIB) bekas dibuang begitu saja dan ditimbun dalam jumlah besar bisa menyebabkan infiltrasi logam berat beracun ke dalam air bawah tanah, yang mengakibatkan pencemaran lingkungan. Begitu juga LIB bekas dibakar sebagai limbah padat, hal tersebut akan menghasilkan sejumlah besar gas beracun. Misalnya hidrogen fluorida (HF) dari elektrolit di dalam LIB, yang dapat mencemari atmosfer. Oleh karena itu, penanganan limbah dari baterai bekas ini sangat dibutuhkan. Tak hanya itu, daur ulang menjadi penting untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor luar negeri,” tukas Farid Wijaya.

Terobosan Kebijakan Akan Percepat Lepas Landas Transisi Energi Indonesia

press release

Jakarta, 15 Desember 2023 – Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai transisi energi di 2023 dalam kondisi menggeliat dan dalam persiapan untuk lepas landas, jika pemerintah mampu mendorong penciptaan kondisi pendukungnya. 

IESR membahas secara komprehensif perkembangan transisi energi dan peluang dalam mempercepat transisi energi di Indonesia pada laporan utamanya Indonesia Energy Transition Outlook (IETO) 2024. 

Laporan IETO 2024 menemukan bahwa walaupun terdapat target dan komitmen pemerintah untuk melakukan transisi energi dan target  yang lebih tinggi  untuk mitigasi emisi gas rumah kaca, pasokan energi fossil masih mendominasi. Di sektor ketenagalistrikan. jumlah total kapasitas PLTU batubara on grid dan captive coal plant sekitar 44 GW dan diproyeksikan akan meningkat menjadi 73 GW pada 2030. Hal ini akan meningkatkan emisi GRK menjadi sekitar 414 juta ton setara karbondioksida (MtCO2e) pada 2030. 

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif IESR mengatakan bahwa pemerintah harus mau membatasi  izin pengembangan PLTU captive setelah 2025 dan memandatkan pemilik kawasan industri   untuk mengoptimalkan  pemanfaatan energi terbarukan dan menurunkan emisi dari PLTU yang telah beroperasi sesuai dengan target peak emission sektor kelistrikan di 2030 dan net-zero emission di 2060 atau lebih awal.

IETO mencatat  tidak terdapat kenaikan yang signifikan untuk kapasitas energi terbarukan dan kontribusi pada bauran energi terbarukan. Pemanfaatan energi terbarukan yang hanya mencapai 1 GW pada 2023 dari target RUPTL 2021-2030 yang menetapkan 3,4 GW pada periode yang sama.

Fabby menjelaskan agar transisi energi dapat berjalan cepat maka perlu adanya kesamaan visi transisi energi yang hemat biaya (cost effective) oleh presiden dan pembuat kebijakan kunci di Indonesia. Kesamaan visi akan menentukan keberlanjutan komitmen politik dan peta jalan yang optimal.

Selain itu, ia juga menyoroti lambatnya transisi energi di Indonesia disebabkan oleh lemahnya kepemimpinan politik, kurangnya kapasitas aktor, dan beban kebijakan masa lalu. Untuk itu, ia menekankan perlunya ‘no regret policy’ atau kebijakan yang sudah dipastikan akan memberikan manfaat sosial ekonomi menyeluruh, terlepas dari perubahan yang mungkin terjadi, dan reformasi anggaran publik dan reformasi PLN untuk mempercepat  proses transisi energi. 

“Indonesia perlu peta jalan yang koheren untuk mencapai NZE 2060 atau lebih cepat. Saat ini baru sektor kelistrikan yang paling banyak kemajuannya, sektor transportasi dan industri masih berada di tahap awal. Pemerintah perlu pula melibatkan masyarakat agar tercipta transisi yang adil. Dengan nilai dan sejarah bangsa Indonesia, transisi energi harusnya dapat dilakukan dengan gotong-royong,” tandasnya.

Komitmen politik pemerintah untuk transisi energi telah mendorong meningkatnya komitmen pendanaan bilateral dan multilateral untuk proyek energi terbarukan. Walaupun demikian, IETO 2024 mencatat target investasi energi terbarukan jauh dari target yang dicanangkan. Salah satunya dikarenakan rendahnya investasi ini terjadi karena minimnya bankable project dan persepsi risiko investor karena kualitas kebijakan dan regulasi yang belum memenuhi kebutuhan investor dan pelaku usaha. Namun, ini belum mampu mendongkrak pemanfaatan energi terbarukan yang hanya mencapai 1 GW pada 2023. 

IESR memandang agar dapat menarik minat investasi, perlu dilakukan tinjauan ulang review atas kebijakan harga tertinggi energi terbarukan di Perpres No. 112/2022 sesuai dengan perkembangan teknologi dan tingkat suku bunga pendanaan, yang diikuti dan dengan reformasi lainnya untuk mendorong pengembangan proyek energi terbarukan bankable dan menguntungkan bagi investor. Upaya menarik investor dapat dilakukan dengan memperbaiki struktur tarif dan memastikan profil risiko-imbalan (risk-reward) yang adil bagi para mitra produsen listrik swasta serta mempertimbangkan skema power wheeling.

“Selain kolaborasi yang solid antara PLN, regulator, pengembang proyek, dan pemberi dan, baik itu swasta maupun pemerintah, diperlukan untuk menyiapkan rangkaian proyek yang kokoh dan meningkatkan proyek-proyek yang layak untuk pendanaan,” jelas His Muhammad Bintang, Analis Teknologi Penyimpanan Energi dan Materi Baterai IESR, yang juga merupakan penulis IETO.

Di sisi transportasi, peningkatan adopsi kendaraan listrik mengalami kenaikan sebesar 2,4 kali lipat untuk sepeda motor listrik pada 2023, dari 25.782 unit di 2022 menjadi 62.815 di September 2023.

“Meskipun insentif dan bantuan pemerintah untuk mengadopsi kendaraan listrik bagi publik, akan tetapi ada masalah – masalah lain yang menjadi halangan untuk mengadopsi kendaraan listrik. Misalnya, di sisi kendaraan roda dua ada keterbatasan jarak tempuh, dan keterbatasan performa dibandingkan dengan kendaraan roda dua berbasis BBM, sedangkan di sisi kendaraan roda empat ada harga kendaraan mobil listrik yang lebih tinggi, keterbatasan tipe kendaraan, serta kurang menjamurnya SPKLU,” jelas Faris Adnan Padhilah, Analis Sistem Ketenagalistrikan IESR.

Di lain sisi, pemerintah daerah di Indonesia tengah menghadapi tantangan untuk menyelesaikan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) dan mengimplementasikannya untuk memenuhi target energi terbarukan. Adanya peraturan terbaru Perpres No. 11/2023 memperluas kewenangan pemerintah daerah dalam pengembangan energi terbarukan. Namun, salah satu tantangan implementasinya adalah  anggaran pemerintah daerah yang terbatas, sehingga perlu diseimbangkan dengan prioritas lainnya.

“Selain perluasan kewenangan, pemerintah provinsi juga perlu untuk melakukan perincian peraturan rencana energi daerah ke dalam berbagai instrumen dan skema terukur, misalnya prioritas alokasi keuangan daerah untuk energi terbarukan dan aturan spesifik untuk dekarbonisasi berbagai sektor (transportasi dan bangunan) di daerah. Selain itu, dengan sedang berlangsungnya revisi dokumen rencana umum energi nasional (RUEN), pemerintah daerah perlu melakukan pembaruan RUED provinsi ke depannya agar lebih mencerminkan ambisi-ambisi daerah dalam transisi energi dan mengintegrasikan target energi terbarukan yang lebih ambisius,” ujar Martha Jesica, Analis Sosial dan Ekonomi, IESR.

Informasi untuk media

Status Transisi Energi di Indonesia tahun 2023

  • IESR menilai kesiapan transisi energi Indonesia 2023 tidak mengalami perubahan dari 2022. Dari delapan variabel yang diukur,  yang mendapat nilai paling rendah adalah kemauan dan komitmen politik yang belum selaras dengan kebutuhan mitigasi gas rumah kaca sesuai dengan peta jalan 1,5 C. 
  • Kebijakan energi Indonesia saat ini belum memadai untuk menekan emisi gas rumah kaca, hanya akan menurunkan 20 persen proyeksi emisi di 2030, dan akan terus meningkat hingga tahun 2060.
  • Perkembangan energi terbarukan di sektor ketenagalistrikan berjalan lambat ditandai dengan total tambahan kapasitas terpasang hanya 1 GW sampai 2023, jauh dari target yang ditetapkan sejak tahun 2021 sebesar 3,4 GW
  • Produksi batubara semakin meningkat. Hingga akhir Oktober 2023, produksi batubara telah berada pada 619 Mt, dan diperkirakan akan melampaui 700 Mt pada tahun 2023, melebih target pemerintah pada 2023 sebesar 695 Mt. 
  • Kebijakan pemerintah Indonesia masih berpihak pada industri fosil. Pemutakhiran Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) tidak mencantumkan opsi untuk menghentikan PLTU batubara secara dini meskipun opsi tersebut secara ekonomi layak dan menguntungkan.
  • Untuk bahan bakar rendah karbon, pengembangan hidrogen hijau semakin diminati. Terdapat 32 proyek hidrogen hijau yang sedang berjalan, meski sebagian besar dalam tahap pengembangan awal.
  • Dari sisi transportasi, sepeda motor menjadi penghasil emisi terbesar pada 2022, yaitu sebesar 36% (54 MtCO2e) dari total emisi transportasi
  • Adopsi kendaraan listrik melonjak signifikan pada 2023. Adopsi mobil listrik meningkat 2,3 kali lipat dari 7.679 unit pada 2022 menjadi 18.300 unit pada September 2023. Sementara motor listrik meningkat 2,4 kali lipat dari 25.782 unit di 2022 menjadi 62.815 di September 2023
  • Pada kuartal kedua 2023, kapasitas terpasang dari PLTS atap kumulatif hanya mencapai 100 MW, jauh di bawah target yang seharusnya mencapai 900 MW pada tahun 2023. Pertumbuhan PLTS atap lambat terutama terjadi penurunan adopsi PLTS di sektor perumahan dan bisnis, masing-masing sebesar 20% dan 6%.
  • Pada tahun 2023, tujuh provinsi telah melampaui target energi terbarukan tahun 2025 yaitu Sumatera Utara, Sumsel, Bangka Belitung, Jawa Barat, Gorontalo, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Sementara 31 provinsi lainnya masih terhadang kemampuan fiskal dan kebijakan pusat untuk mencapai target bauran energi terbarukan daerah.
  • Total pendanaan di sektor energi baru dan terbarukan mencapai USD 1,7 miliar selama kuartal satu 2022 hingga kuartal tiga 2023. Komitmen pendanaan tersebut umumnya berfokus pada persiapan proyek efisiensi energi dan pengembangan energi terbarukan. Perpres 112/2022 telah meningkatkan komitmen pendanaan untuk energi terbarukan.
  • Diluncurkan pada September 2023, bursa karbon mencatatkan transaksi sebesar Rp29,2 miliar. Namun, setelah pembukaan tersebut, transaksi bursa karbon sepi peminat. Hingga akhir Oktober 2023, total transaksi hanya meningkat sebesar Rp200 juta.

 

Peluang dan Proyeksi Transisi Energi di Indonesia tahun 2024

  • Peluang peningkatan komitmen pemerintah terhadap transisi energi akan terlihat dari hasil pemutakhiran Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang akan menguraikan target dekarbonisasi di sektor energi, dan diikuti dengan menerbitkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
  • Pemerintah telah mengeluarkan PP No. 33/2023 tentang Konservasi Energi. Penerapan PP ini harus bersifat mengikat dan dikontrol secara mandatori sehingga dapat mendorong penurunan emisi yang signifikan di sektor bangunan.
  • Kementerian Perindustrian berencana untuk membuat peta jalan dekarbonisasi pada tahun 2023 dan 2024 terhadap sembilan sektor industri penghasil emisi energi tinggi beserta insentif untuk transisi energi. Langkah ini dapat menjadi kesempatan untuk membangun industri yang lebih hijau.
  • Rendahnya capaian energi terbarukan pada 2023 merupakan dampak dari penundaan berbagai proyek PLTA dan PLTP seperti PLTA Batang Toru, PLTP Baturaden, PLTP Rajabasa. Pemerintah perlu mendukung keberlangsungan proyek ini dengan meminimalkan risiko persiapan proyek.
  • Adopsi kendaraan listrik meningkat, namun masih ada kecemasan jarak tempuh (range anxiety). Hal ini perlu segera diatasi, di antaranya dengan meningkatkan jumlah infrastruktur pengisian daya melalui pemberian insentif.
  • Peraturan terbaru Perpres No. 11/2023 memperluas kewenangan pemerintah daerah dalam pengembangan energi terbarukan. Namun, adanya wewenang tambahan untuk pengembangan energi terbarukan di daerah dihadapkan dengan keterbatasan anggaran daerah, sehingga akan membutuhkan dukungan tambahan dari pemerintah nasional.

Penggunaan Macam Moda Transportasi Indonesia Butuh Dorongan Kuat dari Pemerintah

Dekarbonisasi sektor transportasi Indonesia

Jakarta, 5 Desember 2023 – Sejak tahun 2021 sektor transportasi di Indonesia menduduki peringkat kedua penghasil emisi tertinggi, menggeser industri. Emisi sektor transportasi ini banyak diakibatkan oleh pembakaran bahan bakar minyak yang menjadi sumber energi utama dari kendaraan. Dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi, dan rencana pembangunan, diprediksi emisi dari sektor transportasi akan terus meningkat. Sebagai salah satu upaya untuk memperkuat aksi mitigasi perubahan iklim, dekarbonisasi sektor transportasi penting dilakukan.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) dalam webinar Dissemination of Indonesia’s Transportation Decarbonization Roadmap, (5/12) menekankan bahwa untuk memastikan berbagai aksi mitigasi perubahan iklim selaras dengan Persetujuan Paris (Paris Agreement) maka target penurunan emisi harusnya dihitung bukan sekedar berdasarkan persentase namun juga memperhitungkan keselarasan dengan target Paris.

“IESR melakukan pemodelan untuk menemukan kebijakan, dan langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk peningkatan aksi mitigasi perubahan iklim Indonesia terutama di sektor transportasi,” kata Fabby.

Rancangan peta jalan dekarbonisasi transportasi ini fokus pada dua skala, yaitu skala nasional dan regional (Jabodetabek).

Analis mobilitas berkelanjutan IESR, Rahmi Puspita Sari menambahkan bahwa penambahan kepemilikan kendaraan pribadi terutama sepeda motor telah menjadi salah satu faktor penyebab naiknya emisi dari sektor transportasi.

“Dengan berbagai jenis demand yang besar dan pemilihan moda masih pada private transport, hal ini berdampak pada emisi gas rumah kaca (GRK) sektor transportasi. Kebanyakan dari emisi GRK berasal dari angkutan penumpang (passenger) (73%), dan dilanjut oleh transportasi darat (27%),” kata Rahmi.

Fauzan Ahmad, anggota Tasrif Modeling Team, yang turut serta mengerjakan pemodelan peta jalan dekarbonisasi transportasi ini memaparkan salah satu temuan utama dari simulasi ini yaitu dalam skema Avoid, Shift, Improve (ASI) yang sudah cukup umum dalam bidang pengelolaan transportasi, terdapat potensi pengurangan emisi hingga 18% dengan menghindari (avoid) adanya perjalanan dengan menerapkan sistem work from home (WFH).

“Sebenarnya hanya 8% dari total pekerja yang dapat melakukan work from home, dari potensi 8% ini saat ini baru sekitar 1% pekerja yang melakukan work from home. Jika potensi ini dimaksimalkan, kita dapat menekan lebih banyak emisi jumlah perjalanan yang dihindari,” kata Fauzan.

Fauzan juga menambahkan pemilihan untuk meninjau pola transportasi di Jabodetabek disebabkan Jabodetabek dinilai sebagai suatu kesatuan area yang saling berinteraksi. 

Arij Ashari Nur Iman, modeller dari Tasrif Modelling Team, menambahkan bahwa dengan kondisi sistem transportasi yang ada saat ini solusi paling efektif untuk dekarbonisasi sektor transportasi adalah dengan membagi beban penumpang kepada berbagai moda (moda share). 

“Kendaraan listrik akan berdampak besar pada tujuan pengurangan emisi namun memerlukan dua kondisi yang harus dicapai untuk berdampak pada skala nasional yaitu meningkatkan sales share kendaraan listrik dan membuat kerangka kebijakan yang mendukung discard rate kendaraan ICE. Pergeseran moda ke kendaraan umum akan menjadi solusi yang sustain dalam konteks penggunaan bahan bakar dan sumber daya namun membutuhkan investasi besar di awal,” terang Arij.

Guru besar teknik sipil Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Taufik Mulyono menyatakan bahwa pemerintah Indonesia masih belum berani untuk membuat kebijakan (transportasi) yang mendorong adanya moda share

“Permasalahan moda share ini harus diatur oleh pemerintah dalam undang-undang, saat ini belum ada undang-undang. Kajian ini baik, karena saat moda share yang lebih advance dirasa sulit dilakukan, maka sama-sama masih transportasi jalan, namun dibagi (share) antar ruang,” katanya.

Agus juga mengingatkan tantangan implementasi jika rekomendasi kajian ini diadopsi dalam bentuk kebijakan atau peraturan.

Senada dengan Agus, Alloysius Joko Purwanto, Komisi Penelitian dan Pengembangan, Dewan Transportasi Kota Jakarta juga menyoroti penggunaan transportasi umum yang harusnya bisa lebih didorong lagi.

“Kebijakan saat ini ada yang berpotensi menimbulkan kontradiksi, seperti kebijakan insentif kendaraan listrik yang di satu sisi berpotensi untuk meningkatkan angka kepemilikan kendaraan pribadi dan berpotensi menambah kemacetan sebab angka discard rate kendaraan ICE masih rendah,” kata Joko.

Penggunaan bahan bakar nabati seperti biofuel juga dimasukkan dalam modeling  peta jalan dekarbonisasi transportasi ini. Edi Wibowo, Direktur Bioenergi, Kementerian ESDM, mengatakan bahwa hasil kajian ini secara garis besar sudah sejalan dengan peta jalan transisi energi Indonesia yang secara umum akan menambahkan kapasitas energi terbarukan pada pembangkit listrik dan sektor-sektor lain pun akan mengikuti untuk transisi ke sistem yang lebih bersih seperti bahan bakar nabati.

“Kami (di kementerian ESDM) terus mengembangkan bahan bakar nabati, saat ini sedang uji terap Biodiesel B40 dan jika prosesnya lancar tahun 2026 akan mulai digunakan. Upaya pengembangan ini sebagai wujud dukungan nyata pada rencana transisi energi Indonesia,” kata Edi.

Gonggomtua E. Sitanggang, Direktur, ITDP Indonesia menekankan pentingnya komunikasi publik untuk membangkitkan kesadaran bagi masyarakat. Ketika masyarakat memiliki kesadaran dan pengetahuan yang cukup tentang pentingnya sistem transportasi rendah emisi, akan lebih mudah pula untuk melibatkan dan menggerakkan mereka untuk perlahan mengurangi ketergantungan pada penggunaan kendaraan pribadi.

“Selain itu, penting juga untuk melihat relasi pemerintah nasional dengan pemerintah daerah, yang perlu digaris bawahi adalah peraturan perundang-undangan kita yang berkaitan dengan otonomi daerah, dimana yang memiliki budget dan otoritas adalah pemerintah daerah, sementara transportasi belum menjadi salah satu KPI (key performance indicator) bagi pemimpin daerah. Akibatnya budget untuk sektor transportasi masih minim,” kata Gonggom.

Peta Jalan Kebijakan Transportasi Rendah Emisi di Tingkat Nasional dan Regional

press release

Jakarta, 5 Desember 2023 – Penurunan emisi yang signifikan di sektor transportasi merupakan strategi untuk mencapai nir emisi pada 2050  sesuai Persetujuan Paris, atau mencapai net zero emission (NZE) pada 2060 sesuai target Pemerintah Indonesia. Peta jalan dekarbonisasi transportasi yang komprehensif menjadi langkah penting untuk menerjemahkan komitmen pemerintah ke dalam strategi yang dapat diimplementasikan.

Institute for Essential Services Reform (IESR) mengembangkan peta jalan kebijakan dekarbonisasi sektor transportasi di tingkat nasional dan regional (Jabodetabek). Berdasarkan data IESR, sektor transportasi, terutama transportasi darat, bertanggung jawab terhadap peningkatan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Pergerakan penumpang transportasi darat menyumbang emisi sebesar 73% atau sebesar 110 mtCO2e dari total emisi transportasi pada 2022.

“Indonesia telah memutakhirkan target penurunan emisinya pada Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC). Namun, penurunan emisi bukan hanya berdasarkan persentase saja, harus selaras dengan Persetujuan Paris. Untuk itu, IESR melakukan pemodelan peta jalan peluang dekarbonisasi sektor transportasi dengan struktur model nasional dan regional Jabodetabek. Pemodelan ini bertujuan untuk menemukan langkah optimal yang dapat dilakukan dalam peningkatan aksi mitigasi perubahan iklim Indonesia,” ujar Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa. 

Rahmi Puspita Sari, Analis Mobilitas Berkelanjutan IESR, memaparkan secara nasional, pertumbuhan kendaraan pada 2021 telah melebihi laju pertumbuhan populasi penduduk. Di tingkat nasional, sepeda motor mendominasi total jumlah kendaraan teregistrasi sekitar 84,54% per tahun 2021. Hal yang sama juga terjadi di tingkat regional Jabodetabek, sebanyak 75,8% dari moda transportasi yang digunakan adalah sepeda motor per tahun 2019 berdasarkan laporan Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration (JUTPI). Dominasi kepemilikan sepeda motor ini disebabkan Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi, daya beli masyarakat meningkat dan harga sepeda motor yang juga cukup murah.

“Saat ini kita tidak memiliki angkutan umum yang dapat bersaing dengan sepeda motor dari sisi harga dan waktu. Kondisi tersebut akan menimbulkan dampak buruk karena pembakaran sepeda motor tidak sempurna dibandingkan mobil, sehingga berpotensi menimbulkan polusi yang lebih parah. Selain itu, ada juga fenomena mobilitas penglaju (commuter mobility) yakni penduduk yang melakukan mobilitas antar zona dari luar Jakarta ke Jakarta karena pendidikan dan pekerjaan. Sekitar 10% perjalanan di Jakarta disebabkan penglaju. Kemudian, ada juga fenomena mobilitas sirkuler (circular mobility) dengan pergerakannya tahunan. Misalnya saja penduduk semi permanen di kota lalu kembali ke kampung halamannya atau bepergian untuk liburan,” terang Rahmi. 

IESR menguji kebijakan yang berkaitan dengan kendaraan dan pergerakan penumpang dalam pemodelan peta jalan dekarbonisasi transportasi. Secara nasional, dengan berpedoman pada prinsip avoid (hindari dan kurangi perjalanan), shift (beralih ke kendaraan rendah karbon), improve (peningkatan efisiensi energi) terdapat 5 kebijakan yang diuji untuk menurunkan emisi di sektor transportasi. Lima kebijakan tersebut adalah bekerja dari rumah (work from home), pemusatan perjalanan pada transportasi publik, penggunaan biofuel, penetapan jumlah minimum efisiensi bahan bakar bermotor (fuel economy standard) dan pemberian insentif kepada kendaraan listrik motor dan mobil.

Fauzan Ahmad, Tasrif Modeling Team, yang juga terlibat pada pembuatan peta jalan dekarbonisasi transportasi ini, menyatakan, hasil pengujian kebijakan tersebut memperlihatkan adanya penurunan emisi transportasi dengan rentang 15%-75% hingga tahun 2060, melalui kombinasi kebijakan bekerja dari rumah (work from home), kendaraan listrik, penggunaan biofuel, penggunaan transportasi publik, dan efisiensi bahan bakar. Penurunan tersebut sebagian besar baru didukung oleh kebijakan kendaraan penumpang dan belum berkaitan dengan kendaraan barang serta logistik darat. 

“Kebijakan kendaraan listrik memungkinkan untuk berdampak besar dan menjadi pengubah signifikan (game changer) bagi penurunan emisi nasional. Namun setidaknya ada dua yang harus dicapai agar berdampak pada level nasional, yakni peningkatan pangsa penjualan kendaraan listrik (sales share EV) dan dukungan kebijakan yang mendorong pengurangan jumlah kendaraan berbahan bakar (ICE) yang tidak memenuhi syarat beroperasi (discard rate). Selain itu, pergeseran moda ke arah transportasi umum memiliki dampak yang lebih berkelanjutan (sustain) dalam konteks penggunaan bahan bakar dan sumber daya, namun membutuhkan investasi yang cukup besar,” terang Fauzan. 

Sementara secara regional Jabodetabek, dengan menggunakan prinsip avoid, shift  dan improve, terdapat 7 kebijakan yang diuji pada peta jalan dekarbonisasi transportasi yaitu perencanaan pembangunan di sekitar transportasi umum (Transit Oriented Development, TOD), bekerja dari rumah (work from home, WFH), pemberlakukan zona pembatasan terhadap kendaraan beremisi tinggi (Low, Emission Zone, LEZ), pemusatan pada transportasi publik, penggunaan biofuel, penetapan jumlah minimum efisiensi bahan bakar bermotor (fuel economy standard) dan pemberian insentif kepada kendaraan listrik motor dan mobil.

Arij Ashari Nur Iman, Tasrif Modeling Team menjelaskan hasil pengujian kebijakan di tataran regional menunjukkan terjadi penurunan emisi transportasi sekitar 7%-43% setiap tahunnya dari skenario baseline pada rentang waktu 2010-2060, melalui kombinasi kebijakan WFH, LEZ, TOD, kendaraan listrik, biofuel, penggunaan transportasi publik, dan efisiensi bahan bakar.

“Penetapan kebijakan rendah karbon akan menurunkan emisi optimal dengan nilai maksimal sebesar 45%. Jika dilihat per kebijakan, yang paling signifikan adalah penetapan jumlah minimum efisiensi bahan bakar bermotor, penggunaan biofuel, pemusatan pada transportasi publik dan penggunaan kendaraan listrik,” jelas Arij. 

Jakarta Post | Industri Baterai Mobil Listrik dalam Ketidakpastian di Tengah Ketidakjelasan Peta Jalan dan Aturan

Mengembangkan industri baterai di Indonesia diperkirakan akan tetap menjadi tugas yang menantang, karena industri ini masih terbebani oleh kurangnya regulasi dan ketidakjelasan jalan ke depan, yang dikhawatirkan akan menghambat ambisi kendaraan listrik (EV) di Indonesia.

Baca selengkapnya di Jakarta Post.

Kata Data | Ramai-ramai Kembangkan LFP, Primadona Baru Baterai Kendaraan Listrik

Awal pekan lalu, Senin (11/9), produsen baterai dan material terkemuka di Korea Selatan, LG Energy Solution, menyampaikan siap bersaing dengan Tiongkok dalam pasar baterai isi ulang untuk kendaraan listrik berjenis lithium iron phosphate (LFP). Chief Technology Officer LG Energy Solution Co. Shin Youngjoon mengatakan penetrasi Tiongkok dalam pasar baterai isi ulang semakin tinggi, terutama pada segmen baterai LFP.

Baca selengkapnya di Kata Data.