CNA | ‘Mengapa Mereka Akan Membangun yang Lain?’: Indonesia Memperluas Energi Bersih Sambil Menambah Pembangkit Listrik Tenaga Batubara

Selama lebih dari satu dekade, para nelayan di Desa Kanci, di pinggiran kota industri Cirebon, telah melihat hasil tangkapan mereka seperti kerang, udang, dan ikan mengalami penurunan. Yang lebih mengkhawatirkan, mereka melihat kasus penyakit pernapasan meningkat, terutama di kalangan anak-anak dan lanjut usia.

Baca selengkapnya di CNA.

Menggali Lebih Dalam Dampak Transisi Energi pada Daerah Penghasil Batubara

Jakarta, 21 November 2023 – Indonesia merupakan salah satu negara pengekspor batubara terbesar di dunia. Produksi batubara di Indonesia terkonsentrasi pada empat provinsi yakni Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, dan Sumatera Selatan. Batubara atau sektor pertambangan menjadi komponen signifikan pada perekonomian lokal para daerah penghasil batubara ini. 

Adanya agenda transisi energi secara global membuat setiap negara berpotensi menurunkan permintaan batubara. Hal ini akan menjadi ancaman utamanya bagi provinsi penghasil batubara jika tidak disikapi dengan strategis.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), dalam acara Media Dialogue: Transisi Berkeadilan di Daerah Penghasil Batubara di Indonesia menyatakan tren penurunan produksi batubara akan dirasakan mulai tahun 2025 berdasarkan proyeksi IESR. 

“Berangkat dari hipotesa ini, kami mencoba melihat empat aspek dari transisi energi pada daerah penghasil batubara yaitu sektor pekerjaan, masyarakat sekitar yang bergantung secara ekonomis pada industri tambang, penerimaan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD), dan perekonomian daerah secara keseluruhan,” kata Fabby.

Untuk itu, Fabby menekankan pentingnya mempersiapkan daerah penghasil batubara melakukan transisi bertransisi sebab akan ada dampak ekonomi yang signifikan jika proses transisi tidak dipersiapkan sejak sekarang.

Syahnaz Nur Firdausi, analis iklim dan energi IESR, menjelaskan salah satu temuan utama kajian ini yakni kontribusi signifikan sektor pertambangan pada pendapatan daerah.

“Kontribusi sektor pertambangan pada PDRB sebesar 50% di Muara Enim dan 70% di Paser. Namun kontribusi besar ini tidak berbanding lurus dengan nilai tambah pada besaran upah tenaga kerja atau efek pengganda lainnya. Dengan kata lain, keuntungan dari sektor pertambangan sebagian besar dinikmati oleh perusahaan, bukan masyarakat sekitar,” kata Syahnaz.

Martha Jessica, analis sosial dan ekonomi IESR, menambahkan bahwa ada kesenjangan pemahaman diantara masyarakat, pemerintah daerah, dan perusahaan tambang. Perusahaan tambang sudah menyadari adanya tren untuk beralih ke energi terbarukan dan mereka memang berencana untuk bertransisi.

“Perlu ada komunikasi antara perusahaan, pemerintah daerah, dan masyarakat terkait rencana transisi dan bisnis model baru dari perusahaan supaya pemerintah daerah dan masyarakat dapat bersiap-siap,” kata Martha.

Hasil temuan studi IESR ini diamini oleh perwakilan pemerintah daerah Muara Enim dan Paser. Kepala Bappeda Muara Enim, Mat Kasrun, menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi daerahnya bersifat eksklusif. 

“Pertumbuhan ekonomi di Muara Enim sebesar 8,3% pada 2023 namun angka kemiskinan ekstrem masih di angka 2,9%. Hal ini berarti pertumbuhan ekonomi yang tinggi hanya dinikmati segelintir orang saja,” katanya.

Kondisi di kabupaten Paser kurang lebih mirip dimana kontribusi sektor pertambangan pada pendapatan daerah sangat besar. Rusdian Noor, Sekretaris Bappeda kabupaten Paser, menyatakan bahwa daerahnya membutuhkan pendampingan khusus untuk menghadapi era transisi energi ini. 

“75% pendapatan kabupaten Paser pada tahun 2022 disumbang oleh sektor pertambangan dan pertanian, dan alokasi belanja APBD ini banyak untuk pembangunan infrastruktur. Kalau langsung beralih ke energi bersih dan tambang tidak lagi beroperasi, kami tidak bisa lagi melakukan pembangunan. Nah, kami perlu pendampingan khusus supaya dengan adanya transisi ini, kami tidak kehilangan daya (ekonomi, red),” kata Rusdian.

Reynaldo G. Sembiring, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), menanggapi studi ini dengan menggarisbawahi keterbatasan wewenang pemerintah daerah dalam urusan energi. Untuk itu, diperlukan pendekatan komprehensif untuk memastikan proses transisi berjalan secara berkeadilan.

“Transisi yang berkeadilan adalah transisi yang mendukung pemulihan dan perbaikan ekosistem. Transisi energi Ini bisa menjadi momentum harmonisasi kebijakan antara pusat dan daerah,” kata Reynaldo.

Nikasi Ginting, Sekretaris Jenderal DPP FPE Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia,  menyoroti adanya kesenjangan kebutuhan jumlah pekerja dari transisi energi ini.

“Contoh yang terjadi di Sidrap tahun 2013, saat proses pembangunan PLTB dibutuhkan hingga 4480 pekerja namun saat selesai dan beroperasi tenaga kerja yang dibutuhkan hanya ratusan saja. Nasib dari ribuan pekerja ini harus menjadi perhatian bersama,” katanya.

Laporan lengkap Transisi yang Berkeadilan di Daerah Penghasil Batubara di Indonesia dapat diunduh di sini.

Menjajaki Pengakhiran Dini Operasional PLTU Batubara

press release

Jakarta, 15 November 2023 – Pemerintah tengah menindaklanjuti Peraturan Presiden (Perpres) No. 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik, dengan menggodok peta jalan pengakhiran operasional PLTU batubara. Institute for Essential Services Reform (IESR) memandang penyusunan peta jalan pengakhiran dini operasional PLTU batubara merupakan langkah awal untuk mendorong pengembangan energi terbarukan. Selanjutnya, setelah peta jalan ditetapkan, pemerintah perlu mempersiapkan kerangka regulasi yang dapat mendukung penerapan struktur atau skema pembiayaan untuk pengakhiran operasional PLTU batubara di Indonesia.

Deon Arinaldo, Manajer Program Transformasi Energi, IESR, mengungkapkan sudah ada beberapa usulan struktur untuk pengakhiran operasional PLTU seperti write-off atau  penghapusan aset PLTU dari catatan perusahaan karena dinilai tidak ekonomis lagi, atau misalnya spin-off yaitu penjualan aset ke perusahaan baru untuk mengelola aset tersebut dengan masa operasi lebih singkat. Selain itu, menurutnya, pemerintah perlu membuat beberapa proyek percontohan (pilot) untuk pengakhiran operasional PLTU yang sedang berjalan seperti PLTU Cirebon, sebagai pembuktian konsep dan memberikan kepastian pada PLN maupun Produsen Listrik Swasta (Independent Power Producers, IPP) sebagai pemilik aset PLTU.

“Selain dari skema atau struktur yang jelas dalam pengakhiran dini operasional PLTU batubara, diperlukan pula mekanisme untuk bisa mengalokasikan pendanaan yang didapatkan dari pengakhiran dini PLTU tersebut ke pembangkit energi terbarukan. Regulasi yang ada sekarang di Indonesia tidak memungkinkan hal ini, sehingga perlu dikaji dan diusulkan perubahannya agar pendanaan energi terbarukan yang biayanya bisa murah bisa sekaligus digunakan untuk mempensiunkan aset PLTU,” kata Deon pada diskusi panel Enlit Asia berjudul “Leapfrogging to NZE: Accessing ASEAN readiness to retrofit or early retire coal fleets” (15/11).

Deon memandang masih banyak pekerjaan rumah untuk melaksanakan pensiun dini PLTU, misalnya memastikan bahwa ada payung legal yang menjelaskan bahwa pengakhiran dini operasional  PLTU memang bagian dari kebijakan negara untuk bertransisi energi dan mengurangi emisi, ketersediaan regulasi yang memungkinkan modifikasi perjanjian jual beli listrik (PJBL) dan lainnya.

“Lebih baik lagi jika strategi pada PLTU merupakan bagian dari upaya transisi energi yang ingin mengintegrasikan energi terbarukan dalam skala besar sehingga mengurangi emisi GRK. Jika tujuannya seperti itu, maka aset PLTU akan dioptimalkan untuk memastikan energi terbarukan bisa masuk ke bauran listrik dengan cepat dan murah. Misalnya, selain menunggu dipensiunkan, PLTU bisa dioperasikan secara fleksibel untuk membantu menjaga kestabilan dan keandalan sistem seiring meningkatnya bauran PLTS dan PLTB yang intermiten,” imbuh Deon.

 

Pesan untuk Para Pemimpin Negara Jelang COP 28

Jakarta, 3 November 2023 – Pertemuan para Pihak untuk Perubahan Iklim atau Conference of the Parties (COP 28) akan segera diselenggarakan di Dubai, Uni Arab Emirate. Salah satu agenda pertemuan tahunan ini adalah untuk melihat perkembangan aksi berbagai negara untuk menangani krisis iklim. Dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community Indonesia (FPCI) hari Jumat 3 November 2023, Marlistya Citraningrum, Program Manajer Akses Energi Berkelanjutan, Institute for Essential Services Reform (IESR), menjelaskan bahwa menyongsong pertemuan tahunan para pemimpin dunia ini, Pemerintah Indonesia baru saja merilis dokumen Rencana Investasi dan Kebijakan Komprehensif (Comprehensive Investment and Policy Plan) dan berencana untuk mengumumkan dokumen resmi ini pada COP 28.

“Dalam dokumen ini, secara esensi cukup mengecewakan karena meski menjanjikan proyek-proyek energi terbarukan, namun masih sangat fokus pada energi terbarukan berskala besar (base-load renewables) seperti hidro (PLTA) dan geotermal (PLTP). Energi terbarukan yang bersifat Variable Renewable Energy (VRE) seperti surya dan angin dianggap sebagai proyek berisiko tinggi,” jelas Citra.

Selain keberpihakan pada VRE yang kurang, Citra juga menyoroti rendahnya komitmen untuk pensiun dini PLTU batubara. Dalam dokumen CIPP yang saat ini sedang dalam proses konsultasi publik, negara-negara IPG hanya bersedia memfasilitasi pensiun dini PLTU sebesar 1,7 GW. Dalam draf dokumen tahun lalu, Amerika Serikat dan Jepang awalnya bersedia untuk membiayai 5GW pensiun dini PLTU batubara.

“Padahal untuk mencapai target net zero emission Indonesia butuh mempensiunkan sekitar 8 GW PLTU batubara,” tegas Citra.

Direktur Lingkungan Hidup Kementerian PPN/Bappenas, menyetujui pentingnya kenaikan komitmen dan aksi iklim bukan semata-mata sebagai aksi iklim namun juga sebagai bagian dari pembangunan.

“Dalam draf RPJPN yang saat ini sedang digarap, kami menargetkan target pengurangan emisi kita naik ke 55,5% pada tahun 2030 dan 2045% pada tahun 2045 sebesar 80%. Hal ini menjadi keharusan untuk meningkatkan target dan ambisi iklimnya,” kata Medril.

Seberapa Pentingnya Suntik Mati PLTU Batubara Pakai APBN?

Jakarta, 24 Oktober 2023 –  Pengakhiran dini operasi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara dinilai krusial dalam pemenuhan target transisi energi. Untuk itu, pemerintah merilis aturan pembiayaan untuk mempercepat pensiun dini PLTU batubara dan pembangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan. Hal tersebut tertuang di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 Tahun 2023 tentang Pemberian Dukungan Fiskal Melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan. Aturan mulai berlaku pada tanggal diundangkan 13 Oktober 2023. Berdasarkan aturan tersebut, sumber pendanaan platform transisi energi dapat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengapresiasi adanya peraturan tersebut. Namun demikian, terbitnya peraturan tersebut bukanlah suatu momen mengejutkan karena ketika tahun lalu Energy Transition Mechanism (ETM) dibuat, Pemerintah Indonesia telah menunjuk PT SMI sebagai ETM Country Platform Manager dan di dalam kerangka ETM tersebut disebutkan pula sumber pendanaan pensiun dini PLTU batubara bersumber dari APBN. 

“Saya kira PMK tersebut mengukuhkan secara hukum. Secara legal, hal tersebut dimungkinkan sehingga harus dianggarkan di APBN. Mengacu PMK tersebut juga, ada klausul yang menyatakan sesuai dengan kemampuan APBN. Hal-hal mengenai prioritas anggaran dan sumber pendanaan serta lainnya,” ujar Fabby Tumiwa dalam acara “Energy Corner” di CNBC Indonesia pada Selasa (24/10/2023). 

Lebih lanjut, Fabby Tumiwa memaparkan, pensiun dini PLTU batubara menjadi langkah krusial karena adanya ancaman perubahan iklim di mana Indonesia sebagai penghasil emisi terbesar ke-7 di dunia dengan mengeluarkan 1,24 Gt CO2e pada 2022. Untuk itu, Indonesia perlu ikut serta untuk menurunkan emisi. Salah satu sumber emisi terbesar di Indonesia yakni sektor energi, dengan dominasi pengoperasian PLTU batubara. Fabby berharap  dengan melakukan suntik mati PLTU batubara membuat Indonesia dapat berkontribusi dalam komitmen menurunkan emisi. 

“Pendanaan dari sumber APBN diperlukan dalam rangka membuat transaksi dari pengakhiran operasi PLTU tersebut layak secara finansial. Kita tidak ingin banyak utang, dengan APBN dimungkinkan hutangnya kecil dan transaksinya menjadi lebih visible. Mengingat sumber pendanaan untuk satu PLTU yang dipensiunkan tidak hanya dari APBN, ada juga beberapa sumber pendanaan lainnya. Tergantung nanti dari jenis transaksinya. Diharapkan masuknya dana APBN, biaya pensiun dini PLTU batubara menjadi lebih rendah,” kata Fabby Tumiwa. 

Menurut Fabby Tumiwa, pengakhiran operasi PLTU batubara merupakan satu proses yang harus direncanakan, tidak lakukan semuanya dalam satu waktu. Dasar untuk melakukan pengakhiran dini PLTU batubara sudah ditetapkan juga dalam Peraturan Presiden (Perpres) 112 Tahun 2022. Fabby menegaskan, tidak semua PLTU batubara akan dipensiunkan dini karena beberapa PLTU yang akan memasuki masa berakhir kontraknya atau usia ekonomisnya sudah habis. 

“Dalam memilih PLTU batubara mana yang akan dipensiunkan dini, beberapa hal bisa menjadi pertimbangan di antaranya penghasil emisinya tinggi dan tingkat efisiensinya rendah, serta usianya di atas 15 tahun. Sebelum 15 tahun itu biasanya pengembalian investasi dan negosiasinya akan lama. Harus diingatkan juga agar satu PLTU layak dipensiunkan perlu sumber pendanaan campuran (blended finance, red) yang artinya bukan hanya dari APBN, tetapi sumber pendanaan lainnya juga serta pendanaannya distrukturkan sehingga membuat sebuah PLTU menjadi layak secara finansial dan teknis untuk bisa dihentikan operasinya lebih awal,” tegas Fabby. 

Selain APBN, kata Fabby, komitmen pendanaan dari negara maju seperti G7 melalui kerangka  Kerjasama Transisi Energi yang Adil (Just Energy Transition Partnership, JETP)  masih ada tetapi bagaimana harus bisa direalisasikan. Salah satu pembahasan di JETP yakni mengenai perbedaan nilai pasar (market value) dengan nilai buku (book value) untuk aset PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), hal ini menjadi kendala dan menyangkut banyak hal. Di sisi lain, negara G7 juga memfokuskan terhadap pendanaan energi terbarukan. Fabby menilai, dua hal tersebut dapat dikombinasikan serta membutuhkan perubahan regulasi. Misalnya saja pensiun dini PLTU, kalau usia ekonomisnya dari 30 tahun dipangkas menjadi 20 tahun, maka 10 tahunnya bisa dikonversi menjadi pembangkit energi terbarukan. Sayangnya, belum ada aturan tersebut di Indonesia. Apabila pemerintah nantinya mengatur hal tersebut, Indonesia bisa memperoleh manfaat biaya dari pensiun dini lebih rendah dan ada peningkatan kapasitas pembangkit energi terbarukan serta investasi mengikuti tersebut.