Just Transition Dialogue II: Menyelaraskan Pandangan dan Strategi Intervensi Masyarakat Sipil dalam Mewujudkan Transisi Energi Berkeadilan di Indonesia

Latar Belakang

Saat ini, pemerintah Indonesia sedang menyusun dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang merupakan turunan dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025 – 2045. Dokumen tersebut juga akan disesuaikan dengan visi dan misi presiden dan wakil presiden terpilih untuk periode 2024 – 2029. Dalam rancangan draft terbaru, kebijakan transisi energi Indonesia untuk mendukung netral karbon pada 2050 melalui beberapa sektor prioritas seperti pengembangan energi terbarukan, jaringan listrik, serta transportasi ramah lingkungan (Kementerian PPN/Bappenas, 2023). Namun, arah kebijakan transisi energi yang ada saat ini masih berfokus pada aspek teknis, sementara dimensi sosial-ekonomi dari transisi energi masih belum dibahas secara mendalam. Padahal, hal ini sangat krusial dalam memastikan proses transisi energi dapat berjalan secara berkeadilan.

Istilah ‘transisi berkeadilan’ sebenarnya pertama kali muncul sebagai sebuah konsep di sektor ketenagakerjaan pada periode 1970-an (Wang & Lo, 2021). Adapun, diskursus konsep transisi berkeadilan meluas ke dalam konteks perubahan iklim. Sebab, dampak dari perubahan iklim meluas ke berbagai elemen kehidupan masyarakat, termasuk ketenagakerjaan dan ketahanan komunitas (LSE, 2024). Estimasi International Labor Organization (ILO), misalnya, memperkirakan bahwa sekitar 1,2 miliar lapangan pekerjaan sangat bergantung pada kelestarian lingkungan hidup. Sementara, pemanasan global diperkirakan dapat berimplikasi pada hilangnya 80 juta lapangan pekerjaan (ILO, 2023). Sebagai upaya transformasional dalam menanggulangi dampak perubahan iklim, transisi energi memiliki potensi dampak yang meluas, tidak hanya pada sektor energi, tetapi juga aspek sosial-ekonomi suatu daerah. Misalnya penurunan lapangan pekerjaan dan pendapatan daerah. Maka dari itu, peralihan dari energi fosil ke energi terbarukan  harus memastikan kemudahan akses energi sekaligus meminimalisasi dampak sosial, ekonomi dan lingkungan yang mungkin terjadi. Dalam konteks Indonesia, transisi menuju energi rendah karbon juga harus dilakukan secara komprehensif dan menyesuaikan konteks di masing-masing lokasi.

Banyak negara yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap energi fosil telah lama menerapkan elemen berkeadilan dalam transisi energi. Jerman, sebagai salah satu negara yang mulai menikmati manfaat dari transisi berkeadilan, telah menerapkan kebijakan diversifikasi ekonomi akibat penurunan harga batubara besar-besaran pada tahun 1967. Peningkatan jumlah pengangguran menjadi salah satu isu utama yang menjadi perhatian, sehingga pemerintah mengambil kebijakan terkait program pelatihan kerja. Secara umum, bauran kebijakan multisektoral yang telah diterapkan Jerman selama hampir lima dekade berorientasi pada; 1) diversifikasi ekonomi, 2) dukungan ketenagakerjaan, 3) perlindungan sosial, dan 4) remediasi dan perlindungan lingkungan hidup  (Furnaro et al., 2021). 

Selain itu, Kanada juga menjadi salah contoh negara yang memiliki komitmen kuat untuk penghapusan penggunaan batubara dalam sistem ketenagalistrikannya dan membuat komisi transisi berkeadilan untuk para pekerja di sektor batubara pada tahun 2018. Strategi ini juga beriringan dengan komitmen pendanaan Pemerintah Kanada sebesar CAD 185 juta, yang terdiri dari CAD 35 juta untuk mendukung pengembangan keterampilan pekerja di sektor batu bara dan diversifikasi ekonomi, serta CAD 150 juta untuk pembangunan infrastruktur. Selain itu, Pemerintah Kanada juga menghimpun dana khusus dari keuntungan penjualan minyak dan gas untuk mendorong percepatan transisi energi (IEA, 2023). Oleh karena itu, komitmen yang kuat dan perencanaan kebijakan jangka panjang menjadi kunci implementasi transisi berkeadilan di Kanada hingga saat ini. 

Melihat contoh dari dua negara di atas, momentum penyusunan dokumen perencanaan pembangunan nasional Indonesia menjadi penting untuk memastikan program-program transisi energi yang telah direncanakan dapat berjalan secara adil dan berkelanjutan. Mengingat konsep transisi berkeadilan yang bersifat multisektoral, Pemerintah Indonesia bersama dengan pihak-pihak terkait perlu melakukan konseptualisasi transisi berkeadilan untuk agenda transisi energi dalam perencanaan maupun implementasi program transisi energi nasional. Selanjutnya, pemerintah juga perlu mengintegrasikan program-program pemerintah, baik yang telah eksis maupun yang baru direncanakan, dalam kerangka kerja transisi energi berkeadilan. Dengan demikian, diharapkan program-program transisi energi yang direncanakan akan diimplementasikan secara berkeadilan dengan memperhatikan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang spesifik pada daerah (location-specific) tertentu. 

Sebagai kelanjutan dari Just Transition Dialogue edisi pertama yang menghimpun pandangan pihak pemerintah, swasta, dan organisasi masyarakat sipil (OMS) tentang definisi, konsep, dan lingkup transisi berkeadilan, Just Transition Dialogue edisi kedua ini akan berfokus pada pendalaman pandangan dan strategi intervensi masyarakat sipil dalam mewujudkannya. ini diharapkan dapat menjadi langkah lanjutan dalam upaya advokasi masyarakat sipil dalam operasionalisasi konsep transisi berkeadilan dalam agenda transisi energi nasional.

Tujuan

  1. Menghimpun masukan dan pandangan dari berbagai organisasi  masyarakat sipil (OMS) dan wadah pemikir (think-tank), terkait prinsip dan kriteria/indikator Transisi Berkeadilan dalam konteks Indonesia.
  2. Menghimpun dan menyelaraskan strategi intervensi OMS dalam isu Transisi Berkeadilan di Indonesia
  • 00

    days

  • 00

    hours

  • 00

    minutes

  • 00

    seconds

Book Event

Book Now
Available Tickets: Unlimited
The "Book Now" ticket is sold out. You can try another ticket or another date.

Date

Jul 25 2024

Time

12:00 - 16:30
Category
REGISTER

Speakers

QR Code

Leave a comment