Peluncuran dan Diskusi Laporan : Analisis Dampak Kebijakan Pengetatan Standar Kualitas BBM pada Aspek Lingkungan, Kesehatan, dan Ekonomi
Latar Belakang
Indonesia sedang mengalami industrialisasi dan urbanisasi yang pesat, dan akibat peningkatan kendaraan bermotor di daerah perkotaan kini menghadapi masalah polusi udara yang serius. Penyumbang utama masalah ini adalah emisi kendaraan bermotor (32 – 41% pada musim hujan dan 42 – 57% pada musim kemarau), pembangkit listrik tenaga batu bara (14% pada musim hujan), dan pembakaran terbuka (11% pada musim hujan dan 9% pada musim kemarau) (Vital Strategies dan ITB, 2018). Kualitas udara yang buruk memiliki dampak kesehatan yang serius, termasuk peningkatan penyakit pernapasan dan kardiovaskular, dan bertanggung jawab atas ribuan kematian dini setiap tahunnya (WHO, 2019). Jika kasus penyakit akibat kualitas udara diakumulasikan dalam bentuk estimasi biaya perawatan medis, kerugian ekonomi mencapai Rp 38,5 triliun di tahun 2010, atau setara dengan Rp 60 triliun dengan menghitung inflasi di tahun 2020 (UNEP, 2018; Vital Strategies, 2020).
Pada bulan Juli – Agustus 2023, Indonesia mengalami kualitas udara yang sangat buruk, dengan kadar partikel (PM2.5) dan polutan lainnya mencapai konsentrasi berbahaya, terutama di pusat-pusat perkotaan seperti Jakarta dan Surabaya. Lonjakan polusi ini menyebabkan peningkatan penyakit pernapasan, peningkatan rawat inap di rumah sakit, dan gangguan signifikan pada kehidupan sehari-hari, termasuk penutupan sekolah dan pengurangan aktivitas di luar ruangan. Mengingat dampak kritis ini, terdapat kebutuhan mendesak untuk langkah-langkah komprehensif guna meningkatkan kualitas udara. Peningkatan standar kualitas bahan bakar muncul sebagai salah satu solusi penting, menjanjikan pengurangan emisi berbahaya dan udara yang lebih sehat dan bersih (Li et al., 2020).
Para pelaku industri, terutama produsen mobil penumpang, bus komersial, dan truk, juga telah menyatakan dukungan mereka dengan menanggapi PermenLHK No. 20/2017 dengan efektif memproduksi kendaraan Euro 4 sejak 2018 (untuk mobil penumpang) dan 2022 (untuk bus dan truk). Namun, hal ini tidak disertai dengan penyediaan bahan bakar dengan kualitas yang sesuai dengan persyaratan yang diatur dalam PermenLHK No 20/2017, yaitu memiliki angka RON minimal 91 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm untuk bensin dan angka setana minimal 51 dan kandungan sulfur maksimal 50 ppm untuk diesel. Per tahun 2023, baru 2 tipe produk bahan bakar Pertamina yang memenuhi persyaratan tersebut, yaitu Pertamax Turbo (bensin) dan Pertamina Dex (diesel), yang menyumbang hanya sekitar 1% total penjualan BBM.
Untuk menciptakan ekosistem yang mendukung dalam implementasi bahan bakar dengan kualitas yang lebih baik, pelibatan pemangku kepentingan mulai dari produsen bahan bakar dan produsen otomotif hingga masyarakat umum sangat penting. Selain itu, kampanye untuk meningkatkan kesadaran publik akan memainkan peran penting dalam memberikan informasi kepada warga tentang manfaatnya bahan bakar yang lebih bersih dan mendorong perubahan perilaku menuju praktik transportasi yang berkelanjutan.
Manfaat peningkatan standar kualitas bahan bakar tidak hanya terbatas pada manfaat lingkungan seperti kualitas udara, namun juga dapat berefek terhadap ekonomi, dimana penerapan standar kualitas bahan bakar yang lebih tinggi dapat berpotensi untuk merangsang pertumbuhan dengan menciptakan lapangan kerja hijau di sektor energi terbarukan dan otomotif. Dari sisi biaya kesehatan, penyakit akibat polusi juga akan berkontribusi pada penghematan ekonomi. Secara sosial, peningkatan kualitas udara akan meningkatkan kualitas hidup jutaan orang Indonesia, mengurangi beban penyakit dan mendorong masyarakat yang lebih sehat dan produktif. Selain itu, menyelaraskan dengan standar lingkungan global akan memperkuat posisi internasional Indonesia, menarik investasi asing, dan menunjukkan kepemimpinan dalam pembangunan berkelanjutan.
Peluncuran dan diskusi laporan ini bermaksud untuk menginformasikan dan memantik diskusi antara publik dan para pemangku kebijakan terkait dampak dari kebijakan pengetatan standar kualitas BBM. Kajian yang menjadi basis dari laporan merupakan hasil kolaborasi dari beberapa organisasi masyarakat sipil dan think-tank, yaitu Institute for Essential Services Reform (IESR), Center of Reform on Economics (CORE Indonesia), Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), dan Research Center for Climate Change Universitas Indonesia (RCCC-UI). Dengan diselenggarakannya acara ini, kajian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang komprehensif mengenai dampak dari kebijakan yang direncanakan.
Tujuan Kegiatan
- Mendiseminasi analisis komprehensif dari potensi dampak penerapan standar kualitas bahan bakar yang lebih tinggi, terhadap dengan ekonomi, lingkungan, dan kesehatan masyarakat.
- Menggali kesiapan pemangku kepentingan yang terlibat dalam penerapan standar kualitas bahan bakar yang lebih tinggi.
- Meningkatkan awareness dan dukungan publik terhadap kebijakan peningkatan standar kualitas bahan bakar kendaraan yang direncanakan pemerintah.
Speakers
-
Dr. Ir. Dadan Kusdiana M.Sc - Plt. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi - KESDM
-
Fabby Tumiwa - Direktur Eksekutif IESR
-
Rachmat Kaimuddin - Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi - Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi 2022-2024
-
Julius Christian - Analis Senior IESR
-
Ilham Surya- Analis Kebijakan Lingkungan IESR
-
Immakulata Soraya - Communications Officer Project CASE for SEA - IESR
-
Isnanto Nugroho S. - Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PT Kilang Pertamina Internasional
-
Batari Saraswati Ph.D. - Direktur SYSTEMIQ Indonesia
-
Fathya Nirmala Hanoum - Peneliti CORE Indonesia
-
Prof. Dr. R. Budi Haryanto - Epidemiology Research Center Climate Change University of Indonesia (RCCC - UI)