Membumikan Isu Transisi Energi Lewat Karya Jurnalistik

Palembang, 20 Februari 2024 – Indonesia meningkatkan komitmen pencapaian Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030 menjadi sebesar 31,89% (dengan upaya sendiri) dan 43,20% (dengan bantuan internasional). Pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik mendukung percepatan transisi energi di dalam negeri. Dengan berbagai program pemerintah ini, diharapkan Indonesia dapat mencapai target Net Zero Emissions (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Media berperan penting dalam mengawal isu perubahan iklim, termasuk kebijakan transisi energi dari pemerintah. Media juga berperan dalam membangun dukungan publik sembari memberikan pendidikan tentang isu transisi energi. Melalui liputan yang informatif dan berbobot, media dapat membantu membentuk opini publik, memotivasi tindakan, dan mendukung langkah-langkah menuju sistem energi yang lebih berkelanjutan.

Sehubungan dengan hal tersebut, Institute for Essential Services Reform (IESR) bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palembang dan Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia (SIEJ) Sumatera Selatan mengadakan Jejaring Jurnalis Sumsel bertema “Membumikan Isu Transisi Energi Lewat Karya Jurnalistik” pada 20 Februari 2024 di Palembang. Dalam acara yang dihadiri oleh 39 jurnalis dari berbagai media cetak dan online di Sumatera Selatan tersebut, narasumber dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumatera Selatan, Universitas Sriwijaya, dan IESR bergantian memberikan paparan.

Kepala Bidang Energi dari Dinas ESDM Sumatera Selatan Dr. Aryansyah menjelaskan realisasi bauran energi terbarukan Sumatera Selatan pada tahun 2022 sudah mencapai 23,85% atau dua persen lebih tinggi dari target tahun 2025 yang tercantum di RUED provinsi. Meskipun demikian, pemanfaatan energi terbarukan tersebut baru mencapai 989,12 MW atau 4,7% dari total potensi energi surya, hidro, angin, bioenergi, dan panas bumi sebesar 21.032 MW.

“Ada beberapa strategi implementasi pengelolaan energi level daerah di Sumatera Selatan. Contohnya dengan penerbitan Peraturan Gubernur Sumatera Selatan Nomor 26 Tahun 2021 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk mendukung percepatan program kendaraan bermotor listrik. Sebagai implementasi Pergub tersebut, pada 25 April 2022 Dinas ESDM Sumsel telah memiliki satu unit mobil listrik. Contoh lainnya, kami juga sedang melakukan kajian potensi biomassa berbasis kotoran sapi di Kabupaten Musi Banyuasin,” papar Aryansyah.

Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya Dr. Abdul Bashir menerangkan bahwa dari sudut pandang ekonomi, transisi energi akan meningkatkan ketahanan energi dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil. Transisi energi juga bisa meningkatkan diversifikasi ekonomi dan menciptakan sumber pendapatan baru yang bermanfaat bagi masyarakat sekitar.

“Dari sisi kebijakan, pemerintah perlu menetapkan target dan roadmap yang jelas untuk transisi energi. Regulasi yang mendukung pengembangan EBT, seperti insentif fiskal dan memudahkan proses perizinan juga bisa dipertimbangkan. Media perlu mengawal isu ini dengan memberikan edukasi tentang transisi energi, EBT, dan dampaknya terhadap masyarakat. Sebaliknya, media juga bisa menyuarakan aspirasi dan concern masyarakat tentang transisi energi,” ucap Abdul Bashir.

Tim Komunikasi IESR Kurniawati Hasjanah menyatakan bahwa media massa masih menjadi sumber informasi utama pembaca yang ingin menggali isu transisi energi, diikuti dengan riset, webinar akademik dan sebagainya, lalu influencer di media sosial. Menariknya, fokus berita masih didominasi oleh sudut pandang yang disampaikan oleh pemerintah dan pelaku bisnis.

“Dalam memberitakan isu transisi energi, jurnalis perlu memahami bahwa energi baru yang dihasilkan dari teknologi tidak bisa dikategorikan sebagai energi terbarukan, misalnya energi nuklir, gasifikasi batubara, dan likuifikasi batubara. Jurnalis juga perlu mengungkap implikasi sosial dan ekonomi dari transisi energi, termasuk dari sisi ketenagakerjaan dan pekerja yang terdampak. Kebijakan terkait transisi energi harus bersifat partisipatif karena transisi menyangkut hajat hidup orang banyak,” papar Kurniawati Hasjanah.

Sosialisasi Isu Transisi Energi Bersama Jurnalis Sumatera Selatan

Palembang, 26 September 2023 – Dalam upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan melindungi planet kita, Indonesia bersama dengan negara-negara lainnya menandatangani Persetujuan Paris pada tahun 2015. Persetujuan ini telah menetapkan landasan yang kuat untuk melawan perubahan iklim, dengan salah satu fokus utamanya adalah transisi energi, yang mengacu pada peralihan dari menggunakan energi fosil, yang terbatas dan merusak lingkungan, ke energi terbarukan yang bersih dan ramah lingkungan. Indonesia, sebagai negara yang telah menandatangani Persetujuan Paris, memiliki tanggung jawab besar untuk memimpin perubahan ini. Dalam menghadapi perubahan iklim global, transisi energi menjadi kunci untuk memastikan keberlanjutan sumber daya alam dan ekonomi Indonesia.

Sehubungan dengan hal tersebut, Institute for Essential Services Reform (IESR) mengadakan acara Media Briefing berjudul “Transisi Energi dan Studi IESR di Kabupaten Muara Enim” pada 26 September 2023. Dalam acara Media Briefing yang dihadiri oleh 18 jurnalis dari berbagai media cetak dan online di Sumatera Selatan tersebut, IESR memberi paparan mengenai hasil kajian di Kabupaten Muara Enim untuk memberi gambaran komprehensif mengenai dampak transisi energi di sektor sosial dan ekonomi.

Perwakilan program Akses Energi Berkelanjutan IESR, Reananda Permono menjelaskan kegiatan Media Briefing digelar untuk meningkatkan wawasan jurnalis di Sumatera Selatan terhadap isu transisi energi. Selain itu, IESR hendak mendekatkan jurnalis kepada para narasumber kompeten terkait isu energi terbarukan dengan menghadirkan empat panelis dari beragam latar belakang, yakni pemerintah provinsi (ESDM Sumsel), pemerintah kabupaten (Bappeda Muara Enim), akademisi (Unsri), dan CSO (HaKI). 

“Transisi energi tidak dapat berjalan sendiri, tetapi juga perlu melibatkan partisipasi aktif masyarakat dan berbagai pihak, seperti jurnalis. Dengan menyampaikan informasi yang akurat, menyuarakan berbagai perspektif, dan menjaga akuntabilitas, mereka membantu membentuk pandangan masyarakat tentang energi dan memberikan dorongan yang diperlukan pada pemangku kepentingan untuk bergerak menuju masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan,” papar Reananda.  

Peneliti Bidang Sosial dan Ekonomi dari IESR, Martha Jessica Mendrofa menjelaskan, transisi energi global yang dilakukan oleh negara-negara tujuan ekspor batubara Indonesia, seperti China, India, dan Vietnam, akan berdampak pada perekonomian nasional karena lebih dari 70% batubara produksi batubara Indonesia diekspor. Perekonomian Sumatera Selatan, dengan cadangan batubara tertinggi kedua di Indonesia dengan 9.345,57 juta ton, juga akan terdampak mengingat sektor pertambangan batubara dan lignit menyumbang 15,78% PDRB provinsi di tahun 2022. Sehubungan hal tersebut, IESR telah melakukan kajian dampak transisi energi dan ekonomi di Muara Enim selama 2021-2023. Muara Enim menjadi sasaran kajian karena menjadi dua besar produsen batubara tertinggi di Sumatera Selatan dalam lima tahun terakhir, dengan produksi di atas 20 juta ton per tahun. 

“Berdasarkan analisis IESR, sektor pertambangan di Kabupaten Muara Enim tidak memberikan multiplier impact tertinggi dalam hal pendapatan dan tenaga kerja, dimana sektor jasa, perdagangan, dan pertanian masih memberikan dampak yang lebih tinggi terhadap perekonomian. Selain itu, industri batubara tidak memberi nilai tambah tinggi pada upah tenaga kerja karena perusahaan meraup porsi pendapatan yang lebih besar, perbandingannya sekitar 20% banding 78%”, jelasnya.

Kepala Bidang Energi dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumatera Selatan Dr. Aryansyah menerangkan tren transisi energi dunia akan berdampak ke kondisi dalam negeri.  Untuk itu, pihaknya telah melakukan beberapa hal untuk melanggengkan transisi energi seperti mengeluarkan Perda khusus pengembangan sektor energi terbarukan, Pergub kendaraan berbasis listrik, dan kajian energi terbarukan di seluruh kabupaten/kota Sumatera Selatan.

“Saat ini Sumsel menjadi lumbung energi. Kita surplus listrik 1,000 MW dan listrik itu diekspor ke provinsi-provinsi lain seperti Jambi dan Bengkulu. Harus ada sumber pembangkit untuk menggantikan itu. KIta sudah siap dengan transisi energi. Contohnya kita ada pembangkit listrik minihidro untuk supply listrik Pagar Alam,” terang Aryansyah. 

Perwakilan Bappeda Kabupaten Muara Enim, Fajrin Ulinnuha menuturkan, pihaknya telah menyiapkan Kawasan Industri Muara Enim (KITE), untuk menghadapi pengurangan produksi batubara di masa depan, yang perkembangannya telah mencapai 80% per Juni 2023. Kawasan industri ini melingkupi usaha CPO (crude palm oil atau minyak kelapa sawit) dan industri hilirisasi batubara. Muara Enim juga memiliki PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) milik Supreme dan Pertamina.

“Kita perlu memastikan ketersediaan akses energi bersih bagi semua kalangan, khususnya di sektor elektrifikasi karena mayoritas sumber listrik berasal dari batubara. Sumber pendanaan juga menjadi isu penting karena transisi energi membutuhkan banyak proyek baru, sehingga perlu dana besar. Pemerintah daerah juga butuh dukungan riset dan teknologi dari lembaga lain, serta pelatihan SDM handal agar siap menghadapi transisi energi,” ujar Fajrin.

Dosen ekonomi pembangunan Universitas Sriwijaya Dr. Muhammad Subardin mengingatkan kembali tujuan pembangunan adalah untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Sehingga, perlu dipastikan apakah sebuah sektor industri bisa mengangkat perekonomian sebuah wilayah atau tidak. Subardin memperkenalkan istilah Dutch Disease (penyakit Belanda, red), dimana wilayah yang memiliki kekayaan alam tinggi cenderung mempunyai tingkat perekonomian rendah. Melalui riset yang dilakukannya sendiri, kondisi ini berhasil Subardin buktikan di Sumatera Selatan dengan membandingkan kondisi perekonomian di “kabupaten mineral” dan “kabupaten non-mineral”.

“Saya identifikasi ada delapan kabupaten mineral di Sumatera Selatan, termasuk Muara Enim. Hampir seluruh daerah Muara Enim itu termasuk dalam area konsesi batubara. Berdasarkan riset yang saya lakukan, terbukti tingkat perekonomian kabupaten mineral tidak lebih baik dari kabupaten non-mineral di Sumatera Selatan. Hal ini membuktikan industri pertambangan tidak bisa meningkatkan kesejahteraan sebuah wilayah karena industri ini padat modal, bukan padat karya,” jelas Subardin.

Direktur Eksekutif Perkumpulan Hutan Kita Institute (HaKI) Deddy Permana menyatakan, selain masalah perekonomian, kesenjangan pengetahuan dan informasi menjadi hal penting dalam aktivitas transisi energi. Disinilah jurnalis bisa memainkan peran untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat luas.

“Seringkali terjadi kesenjangan informasi antara masyarakat lokal dan kalangan elite karena masyarakat hanya tahu kondisi yang terjadi di lapangan. Contohnya, perusahaan sebenarnya sudah memahami tren transisi energi ini karena beberapa dari mereka sudah fokus mengembangkan bisnis di luar batubara. Masalah lain adalah kadang dana CSR tidak tersalurkan pada pos-pos yang bisa menunjang aktivitas transisi energi,” terang Deddy.

Menuju Masa Depan Hijau, Rencana Aksi Sumatera Selatan untuk Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca

Palembang, 25 September 2023 – Untuk mencapai target ambisius dalam mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sesuai Perjanjian Paris, Indonesia merilis dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) yang menyebutkan target pengurangan emisi sebesar 31,89% (dengan upaya sendiri) dan 43,2% (dengan dukungan internasional) pada tahun 2030. Secara lebih detail, Dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) juga mendukung target ini dengan menyatakan Indonesia bisa mencapai penurunan emisi GRK sebesar 27,3% pada 2024.

Sebagai provinsi pengguna dan pemakai batubara skala besar, hingga mampu mengekspor listrik ke provinsi di sekitarnya, Sumatera Selatan menjadi salah satu penyumbang GRK terbesar secara nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, Institute for Essential Services Reform (IESR) mengadakan acara peningkatan kapasitas berjudul Lokakarya (Workshop) Perhitungan Emisi GRK dan Budget Tagging bersama Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan pada 25 September 2023.

Dalam lokakarya yang dihadiri sekitar 25 perwakilan Bappeda Provinsi dan Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan tersebut, IESR menghadirkan dua narasumber yang berasal dari Badan Kebijakan Fiskal dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Mewakili tim Akses Energi Berkelanjutan IESR, Reananda Permono menjelaskan bahwa IESR berkomitmen untuk mengadakan empat kali event lokakarya dalam rangka capacity building Bappeda Sumatera Selatan dalam menghadapi isu transisi energi berkeadilan dan transformasi ekonomi di Sumatera Selatan. Dalam konteks daerah, kegiatan peningkatan kapasitas ini dibutuhkan karena Bappeda merupakan salah satu stakeholder penting dalam kegiatan transisi energi.

Kepala Bidang Perekonomian dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Provinsi Sumatera Selatan, Hari Wibawa, mengingatkan pentingnya wawasan emisi GRK dan budget tagging bagi rekan-rekan Bappeda. Terlebih lagi, perekonomian Sumatera Selatan banyak ditunjang oleh industri pertambangan, dibuktikan dengan banyaknya kabupaten di Sumatera Selatan yang menggantungkan PDRB dari sektor pertambangan batubara.

Analis Kebijakan dari Badan Kebijakan Fiskal, M. Zainul Abidin menjelaskan pentingnya Penandaan Anggaran (Budget Tagging) dalam memantau dampak perubahan iklim di Indonesia. Aktivitas penandaan anggaran langsung terkoneksi dengan APBN, sehingga dapat mendukung agenda pembangunan dan kebijakan fiskal nasional. Zainul juga menyebutkan tiga fungsi APBN sebagai instrumen stimulus ekonomi, yakni sebagai shock absorber (fungsi stabilisasi), agen pembangunan  (fungsi alokasi), dan solusi kesejahteraan rakyat (fungsi distribusi).

“Hasil penandaan anggaran dimanfaatkan dalam sistem pemantauan pencapaian NDC (Nationally Determined Contribution) dalam Sistem Registri Nasional (SRN) KLHK, dan diupayakan mampu mendukung sistem pemantauan pembangunan rendah karbon dalam sistem AKSARA Bappenas. Pemanfaatan budget tagging cukup banyak, misalnya dijadikan sebagai dasar untuk membentuk kerja sama dalam aksi perubahan iklim dan sebagai landasan bagi pemerintah daerah untuk memperoleh pembiayaan inovatif,” terang Zainul.

Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Rohmadi Ridlo menyatakan pentingnya menyusun strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim untuk mengurangi emisi GRK di Provinsi Sumatera Selatan. Informasi mengenai GRK selanjutnya dapat digunakan dalam identifikasi strategi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, merumuskan kebijakan lingkungan yang berkelanjutan, bahkan sebagai landasan dalam menyusun anggaran khusus untuk mengurangi GRK di level provinsi.

“Secara umum, ada lima sektor penghasil emisi GRK, yakni energi, limbah, IPPU (Industrial Process and Product Uses), agrikultur, dan FOLU (Forestry and Other Land Uses). Sektor energi masih menjadi sumber penghasil emisi GRK terbesar secara nasional dengan 453,2 Mton CO2. Untuk kasus Sumatera Selatan, salah satu contoh strategi penurunan emisi GRK di sektor energi adalah teknologi co-firing biomassa untuk menghasilkan listrik di PLTU batubara,” jelas Ridlo.